BTW, yang posting kan rosi.... banyak yang komentar...... rosi-nya bisa baca 
komentar teman-teman ga ya????

Ros.... dah bisa terima e-mail dengan subjek Re:   lom?



  ----- Original Message ----- 
  From: [EMAIL PROTECTED] 
  To: e-ketawa@yahoogroups.com 
  Cc: e-ketawa@yahoogroups.com 
  Sent: Wednesday, May 02, 2007 12:09 PM
  Subject: Re: Hal: e-ketawa :-) Selamat Datang di Republik Porno



  dongeng orang yg fanatik, picik, dan munafik... 

  hati-hati loe kalo ngomong, gw pikir itu bukan sekedar dongeng dan yang 
forward tentu bukan orang yang fanatik, picik apalagi munafik tapi justru orang 
yang peduli dengan masalah umat dan masyarakat... 

  but, gw setuju kalo sebaiknya artikel seperti itu lebih baik lagi kalau di 
share di forum terbatas yang lain adja... 

  thanks, 

  keep our respect... 

  rgds, 


        Herrybertus Febrianto Mulya <[EMAIL PROTECTED]> 
        Sent by: e-ketawa@yahoogroups.com 
        05/02/2007 08:30 AM Please respond to
              e-ketawa@yahoogroups.com 


       To e-ketawa@yahoogroups.com  
              cc  
              Subject Hal: e-ketawa :-) Selamat Datang di Republik Porno 

              

       





        Ini forward-an email yang Ga ada hubungannya dengan e-ketawa...!!! 
(moderator..?!?!)
        Tambah Ilmu apaan..?? 
        Tapi cukup lucu sih, kalau sekedar untuk dengerin dongeng orang yg 
fanatik, picik, dan munafik...

        ----- Pesan Asli ----
        Dari: Mayrosi Wibawa (Mr) <[EMAIL PROTECTED]>
        Kepada: e-ketawa@yahoogroups.com
        Terkirim: Rabu, 2 Mei, 2007 8:30:46
        Topik: e-ketawa :-) Selamat Datang di Republik Porno


        sekedar foward loe, isi di luar tanggung jawab pengirim just for know 
aja, baca untuk sekedar tambah ilmu aja 


        Playboy Bebas
        Selamat Datang di Republik Porno 

        Bebasnya Pemred Playboy menjadi preseden buruk bagi masyarakat 
Indonesia. Putusan pengadilan menjadi aspek legalitas berkembangnya produk 
serupa. Aparat keamanan takkan berani merampas produk pengumbar syahwat itu 
lantaran telah sah secara hukum. Bukan tak mungkin, aparat justru akan menindak 
para penentang media berbau porno itu.

        Kamis (5/4) di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jarum 
jam sudah berdetak ke angka sepuluh. Ruangan yang biasanya digunakan untuk 
mengadili kasus-kasus besar, terutama kasus-kasus korupsi yang melibatkan 
tokoh-tokoh penting Indonesia, pada hari itu tampak padat dipenuhi pengunjung. 
Maklum, hari itu kasus Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia Erwin Arnada 
segera akan diputuskan. 
        Pengunjung sidang yang kebanyakan dari massa Forum Umat Islam (FUI) 
terlihat resah menunggu. Waktu yang ditetapkan untuk memulai persidangan sudah 
lewat satu jam. Massa yang sudah datang sejak pagi itu khawatir, dengan alasan 
yang tidak jelas, persidangan bisa saja ditunda lagi seperti penundaan 
pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya.
        Pagi itu, massa pengunjung yang kebanyakan dari elemen laskar Front 
Pembela Islam (FPI), yang terdiri dari ibu-ibu dengan jilbab putih dan laskar 
FPI tak cukup untuk menandingi jumlah aparat kepolisian yang diterjunkan. Tak 
tanggung-tanggung, 600 lebih aparat kepolisian dikerahkan. Mereka menyebar di 
luar gedung, membentuk lingkaran yang siap mengepung massa jika terjadi 
keributan. Itu belum termasuk aparat berpakaian preman alias intel yang 
menyebar di setiap penjuru dalam ruang sidang. 
        Truk-truk besar pengangkut aparat sengaja diparkir di depan pagar 
gedung pengadilan. Panser meriam air (water cannon) yang beda dari biasanya, 
dengan bentuk lebih besar dan panjang, juga nangkring di depan pagar gedung 
pengadilan. Di dalam halaman pengadilan, dua panser meriam air dalam bentuk 
yang lebih kecil juga terlihat parkir. 
        Untuk menenangkan suasana, polisi wanita yang pagi itu juga berjejer 
manis mengawasi setiap gerak-gerik massa, memutar kaset yang berisi lantunan 
ayat-ayat al-Qur'an. Suaranya begitu nyaring, menggema ke seantero luar gedung 
pengadilan. Mengenai jumlah aparat ini, menurut mantan Ketua YLBHI Munarman, 
bisa saja sengaja dikerahkan oleh Playboy kepada kepolisian untuk mengawal 
persidangan ini. “Setahu saya, untuk mengerahkan personil hingga 600 orang 
harus mengerahkan seluruh kekuatan (full power). Satu Polres itu jumlah 
personilnya antara 500-600, satu batalion. Untuk membiayai demikian besarnya 
pengerahan personil itu, nggak mungkin Polisi mengeluarkan dana sendiri. 
Biasanya ada bantuan eksternal (donatur, red). Bisa saja diambil dana 
operasional dari Playboy,” ujar Munarman pada Sabili yakin meski untuk 
membuktikan hal itu tidak mudah.
        Sidang belum juga dimulai meski waktu sudah beranjak siang. Sabili yang 
juga datang sejak pagi berusaha mencari tahu, kenapa sidang ini molor. Dari 
petugas berseragam kejaksaan yang berjaga, diperoleh kabar bahwa Majelis Hakim 
sedang briefing sebentar untuk menyiapkan vonis. Sabili menyelinap ke belakang 
ruang sidang, mendekati kerumunan pria-pria berbadan gempal yang tak lain 
adalah intel. Desas-desus dari obrolan antar mereka, didapat informasi bahwa 
kemungkinan besar Erwin Arnada bebas. Sidang vonis belum dijatuhkan, tapi 
aparat intel itu sudah bisa memprediksi bos Playboy itu akan bebas.
        Waktu terus beranjak siang. Ruang sidang mulai padat dan pengap oleh 
banyaknya pengunjung. Shaf terdepan sebelah kiri, bangku pengunjung sidang 
sudah diduduki intel yang menyamar. Massa FUI yang sudah tak sabar akhirnya 
berorasi di ruang sidang. Pekik takbir bersahut-sahutan. "Kita menanti vonis 
terhadap orang yang sudah menjajakan pornografi dan merusak moral bangsa ini. 
Kita harus lawan kepentingan kapitalis global yang dibawa oleh Amerika untuk 
merusak bangsa ini," teriak aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Irwan 
Syaifullah.
        Tak lama Irwan berorasi, Erwin memasuki ruang sidang dengan pengawalan 
ketat. Seorang massa berdiri dari berteriak lantang. "Ikhwan fiddin 
(saudara-saudara satu agama, red), makhluk terkutuk perusak moral itu sekarang 
sudah ada di ruangan ini. Kita berharap dia dihukum seberat-beratnya. Takbir!" 
"Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!" teriak massa FUI yang berpakaian 
hitam itu.
        Tak lama berselang, sekitar pukul 11.00 WIB, Majelis Hakim dengan 
pengawalan ketat memasuki ruang persidangan. membacakan amar putusan, majelis 
hakim menyatakan tuntutan Jaksa penuntut umum terhadap Erwin tidak bisa 
diterima. Karena itu, majelis hakim menolak tuntutan terhadap Erwin, membebani 
biaya perkara kepada negara, dan memutuskan sidang ditutup.
        Mendengar putusan hakim yang tak begitu tegas, membuat massa yang hadir 
di ruang sidang terbengong-bengong. "Jadi putusannya gimana, tuh?" ujar massa 
FPI saling bertanya satu sama lain. Pengunjung lain pun bingung dan banyak yang 
tak mengerti. Dari sekian banyak pengunjung, yang cuma paham soal putusan hakim 
itu mungkin cuma Munarman. Dia langsung memberikan keterangan kepada pers dan 
menyatakan, "Perang ini belum berakhir.”
        Berita bebasnya Erwin, siang itu juga menyebar lewat SMS. Banyak orang 
yang terkaget-kaget, termasuk mungkin Habib Rizieq Syihab yang siang itu tidak 
bisa hadir menyaksikan persidangan.
        Aksi anarkis yang tadinya dikhawatirkan aparat tidak terjadi. Dengan 
sangat kecewa, massa FPI pulang dengan tertib. Aparat yang jumlahnya 600 
personil juga mulai berkemas. Dari kerumunan pengunjung, dengan lantang 
terdengar teriakan, “Selamat Datang di Republik Porno!” Seorang aktivis HTI 
tampak mengepal tangannya.
        * * * 
        Di ruang lain gedung persidangan itu, Erwin yang sudah mendapatkan 
vonis bebas mengadakan jumpa pers. Meski raut wajahnya masih diliputi 
ketegangan, Erwin masih bisa sedikit menyunggingkan senyum. Secarik kertas 
bertuliskan God Save the Bunnies (Tuhan telah menyelamatkan para kelinci, red), 
ia tunjukkan ke hadapan wartawan. Ia juga mengatakan, vonis ini jatuh tepat 
satu tahun keberadaan majalah Playboy Indonesia. Ibaratnya, inilah kado 
terindah dari majelis hakim untuk Erwin dan majalah Playboy. "Selama setahun 
saya dan teman-teman bekerja dalam tekanan," ujar Erwin sambil mengatakan 
majalah yang dipimpinnya juga akan melakukan terobosan dengan Go Asia Pacific. 
Kalau terobosan ini jadi, maka Playboy Asia Pacific akan berpusat dan 
digerakkan dari Indonesia, negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. 
        * * *
        Sejak awal, sebagian kalangan mengkhawatirkan persidangan ini. Betapa 
tidak, sidang yang menghadirkan terdakwa yang terkena kasus berkaitan dengan 
masalah publik ternyata digelar secara tertutup. Hakim berdalih bahwa terdakwa 
melakukan tindak pidana kesusilaan, sehingga masyarakat tidak boleh tahu proses 
dalam persidangan. “Ini menyangkut masalah kesusilaan,” ujar Humas Pengadilan 
Negeri Jakarta Selatan Suhady kepada Chairul Achmad dari Sabili yang 
menyambanginya di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jum’at (13/4).
        Padahal seperti dituturkan Sekjen FUI Muhammad al-Khaththath, orang 
awam pun tahu, terdakwa bukanlah orang yang secara langsung melakukan tindak 
pencabulan, pemerkosaan, pelecehan, atau sejenisnya. Ia didakwa karena telah 
menyebarkan gambar yang melanggar kesusilaan dengan menerbitkan majalah untuk 
tujuan sebagai pekerjaan guna mendapat keuntungan. Sehingga apa yang dilakukan 
terdakwa, bukanlah tindakan yang merugikan objek pribadi/seseorang tapi masalah 
publik.
        Bandingkan proses ini dengan kasus serupa yang menghadirkan Nano 
Riantiarno, Pemimpin Redaksi Majalah Matra pada 2000. Saat itu majelis hakim 
tidak pernah melakukan persidangan secara tertutup. Sidang berlangsung secara 
terbuka sejak awal hingga akhir.
        Sempat tersiar kabar bahwa majelis hakim menjadikan sidang itu 
tertutup, dengan alasan keamanan. Pasalnya, setiap sidang, ruang sidang selalu 
dipenuhi pengunjung terutama dari kalangan umat Islam yang mengajukan gugatan 
kasus ini. Kalau alasan ini benar, tentu argumentasinya tidak masuk akal. Sejak 
sidang dibuka, pengunjung memang banyak. Namun mereka tidak melakukan tindakan 
anarkis.
        Karena itu, tidak bisa disalahkan pula jika kemudian muncul dugaan 
negatif dari masyarakat terhadap proses persidangan ini. Apalagi semua orang 
tahu, persidangan ini sebenarnya bukan sekadar menyidangkan seorang Erwin 
Arnada, tapi menyidangkan sebuah ikon internasional yang memiliki kekuatan 
modal dan pengaruh luar biasa. Tidak seperti propaganda pengacara Erwin yang 
berceloteh bahwa Playboy Indonesia bukanlah Playboy Amerika, justru terungkap 
dalam pembacaan putusan majelis hakim, bahwa pembagian keuntungannya adalah 8 
persen untuk Playboy Indonesia dan 92 persen untuk Playboy Amerika. “Sebagian 
keuntungan yang didapat Playboy Indonesia, kita share (bagi, red) ke Playboy 
Amerika,” kata Ina Rachman, pengacara Pemred Playboy. 
        Sayangnya, Erwin Arnada tak mudah dihubungi. Menurut sekretarisnya, 
Erwin sedang berada di luar kota. “Kebetulan dia (Erwin, red) sedang berada di 
luar kota, Bali kalau nggak salah,” ujar Ade kepada Sabili. Ia pun menyarankan 
untuk mengirimkan pertanyaan via email.
        Sabili pun mengirimkan beberapa pertanyaan ke email yang disebutkan 
Ade. Namun hingga tulisan ini diturunkan, tak ada jawaban dari Erwin atau 
sekretarisnya. Preduser film Jakarta Undercover itu tetap tak ada kabar. 
        Bebasnya Playboy, akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat. 
Pornografi akan kian marak. Akan lahir majalah dan produk-produk porno lainnya. 
Putusan pengadilan ini menjadi aspek legalitas untuk berkembangnya majalah dan 
produk serupa. Kalau sudah begitu, apa yang bisa dilakukan aparat keamanan? 
Mereka pasti takkan berani menyita atau merampas produk-produk pengumbar 
syahwat karena semuanya telah sah secara hukum. Bukan tidak mungkin, aparat 
kepolisian justru akan menindak orang-orang yang memerangi media berbau porno. 
        “Yang perlu saya tegaskan di sini, Playboy Indonesia tidak akan pernah 
menerbitkan, mempublikasikan foto, imej atau kartu telanjang,” ujar Erwin 
seperti dikutip beberapa media usai persidangan (detik.com, 5/4). Namun siapa 
yang bisa menjamin janji itu dengan kondisi penegakan hukum seperti Indonesia 
sekarang. 
        Erwin juga sempat mengatakan bahwa medianya takkan dijual bebas. “Kami 
juga menghindari penjualan Playboy di pusat permainan anak-anak. Tujuannya agar 
mereka tidak membacanya,” tegas Erwin. Tapi benarkah demikian? Majalah Playboy 
justru bisa dengan mudah kita dapatkan.
        Seruan Presiden SBY agar menghentikan tayangan mengumbar aurat tak 
digubris. MUI seperti tak bergigi. Beberapa lembaga dan ormas Islam bungkam. 
        Nah, dapat dibayangkan bagaimana nasib Indonesia ke depan. Apalagi 
hingga kini UU Antipornografi tak ketahuan nasibnya. Pornografi dianggap legal 
dan negeri ini akan menjadi Republik Porno! 

        Hepi Andi Bastoni
        Laporan: Artawijaya, E Sudarmaji, Chairul Achmad




        __________ NOD32 2076 (20070222) Information __________

        This message was checked by NOD32 antivirus system.
        http://www.eset. com


        __________ NOD32 2076 (20070222) Information __________

        This message was checked by NOD32 antivirus system.
        http://www.eset. com 





------------------------------------------------------------------------
        Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! 


       


   


------------------------------------------------------------------------------


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.467 / Virus Database: 269.6.2/784 - Release Date: 01/05/2007 
14:57

Kirim email ke