Bisnis Indonesia, 02 Jan 2005 Menjelang akhir 2005 tim ekonomi pascareshuffle kabinet menyampaikan prediksi ekonomi 2006. Setelah menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi 2006 akan sangat jauh di bawah target APBN 2006 yang sebesar 6,2%. Ada fenomena menarik dari penyampaian prediksi ekonomi oleh Menteri Keuangan tersebut. Selain terlalu dini, penyampaian prediksi perlambatan ekonomi tanpa pemaparan alasan rendahnya pertumbuhan ekonomi merupakan contoh manajemen kebijakan yang kurang baik. Prediksi ekonomi seorang Menkeu jelas akan memiliki dampak besar bagi perekonomian nasional. Padahal, tim ekonomi baru itu dibentuk saat perekonomian mengalami kemerosotan sehingga tuntutan masyarakat terhadap tim tersebut sangat besar. Stabilitas makro yang memburuk, daya beli masyarakat yang terus merosot, dan sektor riil yang mengalami slowdown (perlambatan) memerlukan respons kebijakan terobosan yang optimal, bukan minimal. Kebijakan yang hanya terobsesi untuk stabilitas makro ekonomi saja jelas tidak akan cukup. Perlu dilakukan sejumlah program jangka pendek yang dapat meningkatkan permintaan dalam negeri, sehingga mendorong bangkitnya sektor riil. Artinya, tim ekonomi baru dituntut kerja keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 6% dan didukung oleh berbagai program penciptaan lapangan kerja. Sayang sekali, harapan besar masyarakat justru dijawab dengan prediksi minimalis. Menkeu semestinya segera memaparkan kebijakan terobosan di sisi fiskal dan riil yang akan dilakukan. Masyarakat menunggu langkah-langkah konkret untuk mencegah berlanjutnya kemunduran ekonomi dan menjadi tanggung jawab tim ekonomi baru untuk melakukan turn-around ekonomi pada 2006, bukan justru tergesa-gesa menurunkan prediksi ekonomi tahun depan. Padahal, target pertumbuhan ekonomi 2006 sebesar 6,2% merupakan hasil prediksi Sri Mulyani saat dia masih menjabat sebagai Menneg PPN/ Kepala Bappenas. Track record Selama 2005, teramat banyak prediksi ekonomi yang tidak tercapai, sehingga berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi. Seperti diketahui pembahasan APBN-P 2005 membutuhkan proses negosiasi sangat lama, hampir delapan bulan. Ini merupakan pembahasan APBN terpanjang dalam sejarah pemerintahan Indonesia. Akibatnya, berbagai program pembangunan terpaksa tidak dapat direalisasikan pada 2005. Selama delapan bulan pertama DPR hanya mengizinkan penggunaan anggaran untuk pengeluaran rutin, Pilkada langsung, dan rehabilitasi Aceh dan Sumut. Alasan DPR, prediksi dalam APBN-P 2005-yang disusun Sri Mulyani saat dia masih menjabat sebagai Menneg PPN/Kepala Bappenas-tidak dapat diterima karena dinilai tidak realistis. Program kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), misalnya, harus direvisi beberapa kali karena perencanaan yang dinilai lemah. Akibatnya, program kompensasi yang semestinya diterapkan Maret 2005, baru dilaksanakan pada akhir September 2005. Itupun karena menjadi syarat kenaikan harga BBM pada Oktober 2005. Akhirnya, target kegiatan pembangunan pada APBN 2005 hanya mencapai 70% dan penerimaan bukan pajak diperkirakan hanya kurang dari 70%. Pelaksanaan APBN 2005 yang sangat terlambat pun telah menyumbang perlambatan ekonomi yang terjadi pada 2005. Kelemahan prediksi lainnya antara lain dalam penetapan asumsi ekonomi pada RAPBN 2006. Setelah Presiden Yudhoyono menyampaikan prediksi makro ekonomi dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2005, pasar segera memberikan respons negatif. Nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) BEJ melemah. Bahkan saat itu terjadi a vote of no confidence, seperti diulas dalam tajuk rencana harian ini maupun berbagai media asing. Prediksi harga minyak mentah dunia sebesar US$40 per barel dalam RAPBN 2006 merupakan asumsi yang tidak realistis. Ini karena harga minyak mentah dunia telah mencapai US$67 per barel dan cenderung terus meningkat. Demikian pula prediksi nilai tukar rupiah sebesar Rp9.400 per US$ sangat jauh dari kondisi riil yang trennya mencapai kisaran Rp9.900-Rp10.000 per US$. Sasaran meleset Karena itu, tidak mengherankan bila pada akhir tahun berbagai prediksi makro ekonomi 2005 tidak tercapai. Target-target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 itu disusun oleh Sri Mulyani yang saat ini menjabat sebagai Menteri Keuangan. Paling tidak ada sembilan sasaran ekonomi 2005 yang meleset. Pertama, jumlah pengangguran terbuka yang ditargetkan sebesar 9,5% justru mencapai 10,8% dari total angkatan kerja pada Oktober 2005. Kedua, orang miskin yang pada 2004 sebesar 16,6% meningkat menjadi 18,3% dari total penduduk. Ketiga, laju inflasi yang diprediksi sebesar 7% melonjak menjadi 18%-19% akibat kenaikan tinggi harga BBM. Keempat, pertumbuhan konsumsi swasta yang semula ditargetkan 4,1% hanya mencapai kurang dari 3,7% tahun ini. Kelima, pertumbuhan investasi 2005 hanya mencapai 12,4%, lebih rendah dari target awal sebesar 14,6%. Keenam, cadangan devisa yang ditargetkan US$36,8 miliar terus merosot hingga rata-rata hanya US$33,9 miliar sampai dengan Oktober 2005. Ketujuh, sektor pertanian-yang diharapkan sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat penting, sehingga ditargetkan tumbuh sebesar 3,2%-ternyata hanya tumbuh 1,7%. Kedelapan, sektor pengolahan non-migas sebagai penyedia lapangan kerja utama hanya tumbuh 5,8%, jauh lebih rendah dari sasaran awal 6,8%. Kesembilan, pertumbuhan ekonomi 2005 diperkirakan lebih rendah dari prediksi awal sebesar 5,5% dan jauh di bawah prediksi pada APBN-P 2005 yang sebesar 6%. Dengan banyaknya prediksi yang meleset selama 2005, timbul pertanyaan mengapa kredibilitas prediksi Menteri Keuangan demikian rendah? Oleh Hendri Saparini --------------------------------- Yahoo! Shopping Find Great Deals on Holiday Gifts at Yahoo! Shopping
[Non-text portions of this message have been removed] Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/