Apakah ini termasuk kategori: tidak percaya pada kompetensi penyampai
materi & penyelenggara acara (kuliah) tersebut? :-)
Lagipula, topik money laundring jauh lebih 'seksi' dari demo korban
Lapindo..
klo ngomongin money kan kebayang, bakalan 'nemu'/kebagian duit..
Lah klo demo korban Lapindo, yang ada keluar duit.. diminta cash n carry
lagi..
Siapa juga, pejabat yang mau terima demo mereka.. capek deh.. :-(

CMIIW..

Wassalam,

Irwan.K

Quote:
"..
Selain itu merebaknya dana asing ke capres juga dipicu pernyataan Kepala
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Bank Indonesia,
Yunus Husein, yang mensinyalir adanya dana sebesar 50 juta dolar AS yang
masuk ke rekening capres-cawapres tertentu.

Terhadap laporan itu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga Ketua
Kelompok Kerja Dana Kampanye Mulyana W Kusumah mengatakan, pihaknya
akan mengklarifikasi langsung ke PPATK.
Termasuk, meminta penjelasan dari LSM-LSM yang pernah melansir kabar adanya
dana asing untuk pasangan capres-cawapres tertentu.
.."

Apakah Mulyana 'ditangkap' tempo hari, karena ada kaitan dengan masa
lalu-nya
yang 'cukup berani' ini? Soalnya, anggota" KPU yang lain sehat wal-afiat aja
tuh..
gak pernah disentuh hukum. Apalagi . :-P
Lantas bagaimana kelanjutan kabar tersebut ? Bener apa 'gak sih? Atau cuma
TST & akhirnya dibiarkan saja 'menguap'/menghilang, mengharapkan orang lupa
(atau bahkan TIDAK TAHU)? :-(

Wassalam,

Irwan.K

http://www.gatra.com/2004-09-01/versi_cetak.php?id=45142

*NASIONAL* *[ GATRA Printed Edition ]*
------------------------------
Manullang: Sulit Buktikan Dana Asing buat Capres

Jakarta, 1 September 2004 13 <javascript:void(0)>:34
Pengamat intelijen AC Manullang mengatakan, pihak-pihak yang mencoba melacak
aliran dana asing ke rekening calon presiden (capres) akan mengalami
kesulitan menemukan bukti-bukti konkrit. Namun hendaknya tetap diteruskan
upaya-upaya untuk menyelidikinya.

"Sulit untuk membuktikanya, karena masuknya dana asing itu tidak begitu
saja, tetapi melalui rekening antar lembaga-lembaga tertentu dan tidak
saling mengetahui. Barulah setelah itu masuk ke LSM-LSM," kata AC Manullang
di Jakarta, Rabu.

Kendati demikian, doktor sosiologi politik lulusan Universitas Mainz Jerman
itu mengatakan, perlu dilakukan langkah-langkah serius untuk membuktikan
keberadaan dana asing untuk mendukung capres itu.

Mantan Direktur Bakin tersebut mensinyalir dana asing berasal dari AS yang
kemudian ditransfer ke Singapura atau Thailand, baru kemudian ke Indonesia,
misalnya melalui Batam. "Prosesnya tidak sesederhana yang dikira banyak
orang," ujarnya.

Ketika didesak lembaga mana saja yang menerima sumbangan itu, Manullang
enggan menjelaskannya. Tapi menurutnya, penerima dana tidak semuanya tampil
partisan. Sebaliknya, banyak di antaranya yang kelihatan netral dan
independen.

Sejumlah lembaga survei Pemilu disinyalir menerima dana tersebut, bahkan
salah satu di antaranya untuk mendukung pasangan capres dan cawapres Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK) SBY sendiri membantah
berkali-kali telah menerima bantuan asing, seperti yang disampaikannya saat
berkunjung ke kantor berita *Antara* beberapa waktu lalu.

Bahkan saat melakukan verifikasi kekayaan di kantor Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Selasa (31/8), SBY kembali menegaskan, dirinya tidak pernah
menerima dana dari Amerika sebesar 50 juta dolar AS.

"Saya pastikan, apalagi pada tingkat saya, bahwa itu nol besar. Tidak ada
satu dolar pun atau satu rupiah pun bantuan dari negara luar, seperti yang
dituduhkan dari Amerika Serikat, yang diterima oleh Partai Demokrat maupun
saya pribadi," ujarnya.

Tanggapan SBY terkait dengan analisis AC Manullang sebelumnya, bahwa Amerika
mendukung capres militer.

Selain itu merebaknya dana asing ke capres juga dipicu pernyataan Kepala
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Bank Indonesia,
Yunus Husein, yang mensinyalir adanya dana sebesar 50 juta dolar AS yang
masuk ke rekening capres-cawapres tertentu.

Terhadap laporan itu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang juga Ketua
Kelompok Kerja Dana Kampanye Mulyana W Kusumah mengatakan, pihaknya akan
mengklarifikasi langsung ke PPATK. Termasuk, meminta penjelasan dari LSM-LSM
yang pernah melansir kabar adanya dana asing untuk pasangan capres-cawapres
tertentu.

"Jika memang terbukti ada transaksi dana dari luar negeri kepada
capres-cawapres
tertentu, sanksi untuk pasangan yang melanggar itu adalah pembatalannya
sebagai
peserta," jelas Mulyana. *[Tma, Ant]*
------------------------------

On 1/15/07, MTI <[EMAIL PROTECTED] <mti%40centrin.net.id>> wrote:
>
> Pelaku Transaksi Mencurigakan Kebanyakan Pejabat
>
> JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
> mengungkapkan pejabat negara mendominasi transaksi keuangan mencurigakan
> selama 2003-2006 <javascript:void(0)>.
>
> Menurut Kepala PPATK Yunus Husein, dari 433 kasus, sebanyak 178 kasus
> merupakan transaksi keuangan kasus dugaan korupsi atau penggelapan uang.
>
> "Korupsi atau penggelapan uang itu sebagian besar dilakukan pejabat,"
> katanya seusai penandatanganan nota kesepahaman antara PPATK dan
Departemen
> Keuangan di Jakarta kemarin
>
> Korupsi itu, kata Yunus, dilakukan pejabat di departemen dan institusi
> pemerintah, baik pusat maupun daerah. Namun, dia enggan memerinci
identitas
> lembaga pemerintah tersebut. "Tak etis kalau saya sebutkan nama departemen
> atau orangnya," ujarnya.
>
> Dia mengatakan 433 kasus transaksi mencurigakan senilai Rp 400 triliun
> tersebut sudah diserahkan kepada penegak hukum, yaitu kepolisian dan
> kejaksaan. Ada 12 kasus besar korupsi yang sudah dilaporkan ke Komisi
> Pemberantasan Korupsi. "Kasus-kasus ini luar biasa dan tidak bisa disidik
> kejaksaan dan polisi."
>
> Yunus tidak menyebutkan secara detail kasus besar itu. Dia hanya
> mengatakan, "Ada satu kasus yang berhubungan dengan pejabat Tentara
Nasional
> Indonesia."
>
> Dari ratusan kasus yang sudah disidangkan, hanya delapan kasus yang
> diputus dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. "Saya berharap
ke
> depan lebih intensif lagi," kata Yunus.
>
> Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, untuk mencegah dan memberantas
> korupsi di departemen, perlu diketahui aliran dana yang digunakan para
> pejabat. Sebab, kerap kali koruptor mencuci uang hasil kejahatan dengan
cara
> menyembunyikan atau menyamarkan identitasnya. "Kami harus bekerja sama
> dengan berbagai instansi, termasuk lembaga antipencucian uang yang paham
> soal ini," katanya.
>
> Menurut Sri Mulyani, pencegahan korupsi sangat penting untuk mengamankan
> penerimaan negara dan mencapai kesinambungan fiskal. Selain itu, kerja
sama
> dengan lembaga antipencucian uang akan memberikan peluang kepada
pemerintah
> untuk membawa temuan penyimpangan di departemen, terutama Departemen
> Keuangan, ke wilayah hukum.
>
> Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Permana Agung menjelaskan, sampai
> akhir 2006, ada sekitar 8.000 kasus dugaan penyimpangan senilai Rp 4
> triliun di Departemen Keuangan yang belum dapat diselesaikan. Sebagian
besar
> penyimpangan terjadi di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal
> Bea-Cukai. "Masih didalami apakah ada indikasi pencucian uang atau tidak,"
> katanya.
>
> Dia menambahkan, pada 2006, Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan
> kembali menemukan 36 penyimpangan. Sebagian besar penyimpangan berupa
> pelanggaran sistem dan prosedur. "Saat ini kasusnya masih diteliti." ANTON
> APRIANTO
>
> Sumber: Koran Tempo - Sabtu, 13 Januari 2007
> ++++++++++

On 4/18/07, kuncaraning sari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Sekedar menambahkan , Pak SBY ini kan ngomongnya
> dengan intonasi pelan-pelan... alon-alon, jadi
> kedengarannya sperti mendongeng. Tidur d....zzz...zzzz
>
> Atau bisa saja materi pidatonya bukan mengenai proyek
> atau kucuran dana dari Luar negeri. Jadi buat apa
> dengerin... kagak ada duitnya...
>
> Begitu juga sebaliknya kebanyakan mental pejabat kita,
> kalo nggak duitnya pada melempem kaya apem.
>
> Salam,
>
> Sari
>
> --- Deny Sidharta <[EMAIL PROTECTED] <ardiands%40yahoo.com>> wrote:
>
> > Ada beberapa hal yang membuat seseorang tertidur
> > ketika mengikuti suatu acara (diskusi, seminar atau
> > kuliah dll), diantaranya adalah:
> > 1. tidak percaya pada kompetensi si pembicara...
> > 2. materi yang disampaikan hanyalah masalah
> > normatif berupa teori ideal saja, tanpa memberikan
> > contoh praktek... sehingga pendengar mendingan
> > tidur, toh sudah ada makalahnya;
> > 3. cara penyampaian tidak interaktif... sehingga
> > kuliahnya menjadi monoton dan membosankan ... (coba
> > kalau di bikin kuliah secara interaktif, dimana
> > setiap peserta diberikan kesempatan untuk tanya dan
> > sewaktu-waktu di tanya... maka peserta akan
> > terangsang untuk berpikir atau setidaknya takut
> > untuk tidur agar dapat menjawab pertanyaan apabila
> > ada pertanyaan yang ditujukan kepadanya).
> > 4. kelelahan .... (sudah lelah, topiknya gak up to
> > date, penyampaiannya gak menarik...) ... udah
> > dehh...lengkap sudah...
> >
> > sekedar berpendapat aja lho....
> >
> > DS
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke