Saat ini salah satu berita yang menarik
perhatian saya adalah tentang empat kali suntikan dana dari LPS ke Bank
Century. Siapakah yang dirugikan ?.. Negara ?. Bank Anggota LPS ?. atau Nasabah
?.
 
Menurut Pradjoto, seperti yang dikutip
Kompas pada artikelnya bertajuk “Pengamat : Penyelamatan Century, Tidak
Ada Kerugian”
senin 31 Agustus 2009, kekayaan LPS (Lembaga
Penjamin Simpanan) per 31 Juli 2009 mencapai Rp. 18 triliun. Dari jumlah
itu, Rp. 14 triliun berasal dari premi
bankpeserta penjaminan dan hasil investasi. Jadi menurut Prajoto, tidak ada 
kerugian negara mengingat dana LPS
tidak ada hubungannya dengan APBN.
 
Jika kita melihat dari sudut pandang
tersebut, memang tidak ada kerugian negara. 
 
Namun, jika kita fahami bahwa penyumbang terbesar kekayaan LPSitu
berasal dari premi bank peserta
penjaminanmaka ujung-ujungnya adalah berasal dari dana masyarakatyang disimpan 
pada bank-bank tersebut.  Keputusan untuk mengalokasikan dana yang
sangat besar tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh LPS kepada bank-bank
anggota dan bank anggota harus mempertanggungjawabkan kepada nasabahnya.
 
Adakah mekanismenya ?. Seberapa efektif
kah ?. Lalu, siapakah yang memperhatikan dan membela kepentingan para nasabah
bank-bank anggota LPS tersebut ?.
 
Jika LPS dikemudian hari tidak bisa
mendapatkan kembali jumlah uang yang disuntikkan ke Century secara utuh alias
merugi, kira-kira apa pertanggungjawaban dari LPS terhadap Bank-Bank yang
menjadi anggotanya ? . Bisakah orang-orang yang bertanggungjawab di LPS,
diberhentikan atau dituntut ke pengadilan ?.  4 tahapan penyuntikan dana 
mengindikasikan apa
?.
 
Dalam artikel kompas sebelumnya bertajuk “Karena Century, Negara Bisa Jeblok Rp 
5 Triliun” tanggal 28 Agustus 2009, dinyatakan bahwa ada empat
kali suntikan dana dari LPS ke Bank Century, yakni :
Pertamapada 23 November 2008 senilai Rp 2,776 triliun (modal yang digunakan 
untuk
mengembalikan rasio kecukupan modal/CAR Bank Century dari negatif 3,53 persen
menjadi 8 persen)..
Kedua,
pada 5 Desember 2008 senilai Rp 2,201 triliun.
Ketiga,
pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,155 triliun untuk menutup kekurangan CAR
berdasarkan hasil perhitungan BI.
Keempat,
pada 21 Juli 2009 senilai Rp 630 miliar.
 
Bertahapnya suntikan dana bisa disebabkan
berbagai kemungkinan, yaitu :
Pertama,
LPS tidak bisa sekaligus menyuntik dana.
Kedua,
tidak adanya hitung-hitungan yang pasti pada saat penetapan keputusuan
penyelamatan Bank Century
Ketiga,
salah hitung-hitungan untuk menetapkan berapa dana yang sebenarnya harus
disuntikkan.
Keempat, LPS
dicurigai meloloskan kucuran dana 18 juta dollar AS dari Bank Century kepada
pihak tertentu, yang memiliki hubungan utang piutang dengan pemegang saham
lama, tetapi masih dalam proses pengadilan.
 
Mari kita diskusikan kemungkinan yang kedua. Disinilah perlunya audit oleh 
BPKuntuk memastikan proses pengambilan keputusan
pengucuran dana tersebut.
 
Dan BPK sebaiknya melihat apakah dalam
pengambilan keputusan tersebut sudah dilakukan identifikasi berbagai alternatif 
pilihanpengambilan keputusan ?.
Apakah sudah secara sistematis
melaksanakan analisa cost, benefit dan
risikoyang terintegrasi?. 
Apakah ada data-data nyata untuk digunakan
dalam membandingkan semua alternatif pilihan ?.
 
Jika proses pengambilan keputusannya tidak
bermutu, sebaiknya orang-orang yang bertanggungjawab mengundurkan diri saja atau
diberhentikan. Proses pengambilan keputusan yang tidak mencukupi menggambarkan
orang-orang yang terkait tidak perform alias tidak profesional, minimal dalam
pengambilan keputusan yang bermutu.
 
Sekarang kita diskusikan kemungkinan yang ketiga. Secara teknis, salah 
melakukan perhitungan bisa
dikarenakan penggunaan data dan asumsi yang tidak
akuratserta penggunaan pendekatan kalkulasi yang tidak tepat. 
 
Hal seperti itu, seharusnya mudah untuk
diidentifikasi oleh BPK.
 
Jika terbukti terjadi salah perhitungan, itu
artinya posisi awalhasil
pembandingan cost, benefit dan risiko sudah tidak
tepat. Artinya, jika memang dana yang perlu disuntikkan itu HARUS sebesar
Rp. 6,77 triliun tersebut, mungkin keputusan yang paling tepat adalah Bank
Century tersebut ditutupsaja. Ini
juga bisa dianalisa oleh BPK.
 
Kesalahan melakukan perhitungan yang
menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan adalah tindakan tidak perform dari
orang-orang yang terkait, alias tidak profesional.
 
Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi,
maka diharapkan agar orang-orang yang bertanggungjawab tersebut mengundurkan
diri saja atau diberhentikan..
 
Sekarang kita diskusikan kemungkinan keempat. BPK harus
membuktikan adanya indikasi tersebut. Jika ada, maka KPK dapat melaksanakan
penyidikan lebih dalam. 
 
Karena, meloloskan kucuran dana 18
juta dollar AS dari Bank Century kepada pihak tertentu dapat dikategorisasikan
sebagai tindak pidana korupsi.
 
Berpotensi sistemikkah ?.
 
Berpotensi sistemik adalah isu utama yang
menjadi alasan mengapa Bank Century harus diselamatkan. 
 
Saya tidak akan mendiskusikannya dari
sudut aturan tetapi lebih melihat pada substansi pengertian potensi sistemik 
tersebut.
 
Darmin Nasution mengatakan, Bank Century
diselamatkan karena jika dibiarkan mati, dikhawatirkan menyebabkan 23 bank
lainnya juga bermasalah akibat di-rushnasabahnya.
 
Ke-23 bank tersebut merupakan bank-bank
yang selevel dan memiliki hubungan bisnis dengan Bank Century. Di tengah krisis
keuangan, kebangkrutan sebuah bank bisa merembet cepat ke bank lain yang
selevel.
 
Dengan menggunakan analisa hubungan sebab
- akibat, maka alasan sistemik memang masuk akal jika dijadikan sebagai dasar
penyelamatan Bank Century. 
 
Pertanyaannya adalah seberapa sistemikkah ?.
 
Untuk menjawab pertanyaan tersebut
diperlukan data yang akurat dan model perhitungan yang tepat. Kita berharap
para auditor BPK dapat menganalisis seberapa akurat data dan model perhitungan
yang digunakan.
 
Faktor potensi sistemik tersebut termasuk
dalam komponen risiko ketika kita melakukan analisa cost, benefit, dan risiko
dari semua alternatif pilihan pengambilan keputusan yang ada. 
 
Tentu saja kita berharap bahwa BPK juga
melaksanakan analisis yang menyeluruh mengenai kecukupan alternatif pilihan
pengambilan keputusan yang relevan serta kecukupan analisis cost, benefit dan
risiko tersebut.
 
Pengukuran Potensi Sistemik.
 
Pradjoto mengatakan bahwa yang menjadi
masalah sebetulnya adalah mengapa Bank Century bisa dikatakan sistemik. Hanya
saja, lanjut Pradjoto, hal itu sulit diukur karena tidak mungkin menggunakan
parameter yang berlaku saat ini untuk menjangkau masa lampau.
 
”Jika
terjadi keadaan bank seperti yang dahulu dialami Century pada saat ini,
kemungkinan besar bank bersangkutan akan ditutup. Artinya, persoalan sistemik
yang dialami Century sangat dipengaruhi krisis ekonomi global saat itu,”
katanya..
 
Terus terang pernyataan tersebut membingungkanbagi saya. Mengapa kita
harus mengukur potensi sitemik dengan parameter yang berlaku saat ini ?. Justru
yang paling tepat adalah menggunakan parameter saat lalu.
 
Ketidaktepatan pengambilan keputusan
penyelamatan tidak hanya tergantung pada ‘potensi
sistemik’ tetapi juga pada aspek kecukupan dan kelengkapan pertimbangan lainnya
seperti aspek cost, benefit dan risiko juga tergantung pada sudah
diidentifikasinya semua alternatif pilihan penggambilan keputusan. 
 
Tidak tercapainya tujuan pengambilan
keputusan pada saat ini bisa juga dianalisis dari kecukupan hal-hal tersebut.
 
Penyuntikan dana tersebut dapat
menimbulkan kerugianatau tidak?.
 
Tentu saja LPS berpotensi mengalami
kerugian. Tepatnya ketika LPS tidak bisa mendapatkan kembali uang yang sebesar
Rp. 6,77 triliun yang sudah dikucurkan. 
 
Kapankah itu ?. Penyelamatan Bank Century
berpotensi merugikan negara, dalam hal ini Lembaga Penjamin Simpanan, pada
tahun 2011 saat LPS harus melepas kepemilikannya atau harus mendivestasi
saham Century paling lambat tiga tahun sejak pengambilalihan pada 21 November
2008, yaitu paling lambat November 2011. 
 
“Dengan
ekuitas yang sekarang mencapai Rp 500 miliar, saat dijual tiga tahun lagi
diperkirakan hanya menjadi Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun,” ujar anggota
Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad H Wibowo, di Jakarta,
Kamis (27/8), dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana
Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dan Pejabat Sementara Gubernur
Bank Indonesia Darmin Nasution.
 
Kita tunggusaja apakah nanti LPS benar-benar akan merugi atau tidak. 
 
Tetapi kabar yang menyedihkan adalah
pernyataan Kepala Eksekutif LPS, Firdaus Djaelani dalam konferensi persnya di
Kantornya, Gedung BRI, Jakarta, Minggu (30/08/2009) seperti yang diberitakan di
Detik.com pada artikel bertajuk “LPS Siap Jual Rugi Bank Century”
 
Setelah lima tahun kedepan, jika memang belum laku,
kita bisa menjual Century dibawah dana yang LPS kucurkan sebesar Rp 6,77
triliun, demikian perkataan Firdaus Djaelani,
karena memang diperkenankan oleh
Undang-Undang.
 
Selanjutnya Firdaus menambahkan bahwa “Sesuai dengan Undang-undang LPS, lembaga
penjaminan ini akan menjual paling lama 3 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali
masing-masing 1 tahun (5 tahun). Maka kita akan menjual (divestasi) seluruh
saham Bank Century dengan harga maksimal sebesar Rp 6,77 triliun”.
 
Jika mengacu pada pernyataan-pernyataan
tersebut diatas, maka timbul beberapa pertanyaan kita terhadap LPS. Apakah LPS
benar-benar boleh merugi?.
 
Adakah kriteriayang harus dipenuhi sehingga LPS boleh
merugi?. 
 
Adakah batas kerugian yang boleh
ditanggung ?.
 
Adakah mekanisme pembuktian untuk
menghitung jumlah kerugian tersebut ?.
Bagaimanakah pertanggungjawaban kerugian
LPS kepada Bank-Bank anggota ?.
 
Pembolehandan kemudahan LPSdalam melakukan
penyuntikan dana namun merugibisa
menjadi peluang bagi orang-orang serakah dan loba untuk mendapatkan uang dalam
jumlah yang luar biasa banyak. Jika terjadi, hal itu sangat menghinakecerdasan 
pemimpin dan rakyat negeri ini.
 
Adakah hubungan LPS dengan Pemerintah dan
Negara ?.
 
Saya terusik ketika menyadari bahwa tidak ada dana APBNyang digunakan dalam
penyuntikan dana ke Bank Century, namun ternyata terdapat potensi penggunaan 
dana masyarakatmelalui bank dan LPS yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan serta potensi upaya untuk mendapatkan keuntungan
dari dana Bank (baca: masyarakat)
yang ada di LPS.
 
Dari perspektif pemerintahan, sudah jelas
tidak ada hubungan penggunaan dana LPS dengan pemerintah. Namun, upaya
penyelamatan bank adalah usaha bersama-sama yang dilakukan oleh Pemerintah, BI
dan LPS.
 
Jadi kita harus melihat tugas LPS dari
perspektif negara bukan pemerintah. 
 
Itulah yang harus disadari oleh
Pemerintah, BI dan LPS. Artinya masyarakat luas adalah owner yang 
sesungguhnyadari permasalahan penyelamatan Bank oleh
Pemerintah dan BI dengan menggunakan dana LPS.
 
Semoga, BPK dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik sehingga kita semua dapat mengetahui bahwa tindakan penyelamatan
bank century tersebut adalah memang tindakan yang benar-benar patut. 
 
Jika memang harus masuk ke tingkatan
penyidikan, maka kita berharap agar KPK dapat meningkatkan ke penuntutan,
tentunya dengan bukti-bukti yang valid.
 
Artikel ini dapat dibaca di :
Apakah Benar Bank Century Merupakan Bank Gagal yang
Berpotensi Sistemik ?.
http://public.kompasiana.com/2009/08/31/apakah-benar-bank-century-merupakan-bank-gagal-yang-berpotensi-sistemik/
 
***



Uang
sebesar Rp. 5.000.000.000.000 (5 Trilyun
Rupiah) itu buat saya suatu jumlah uang yang sangat banyak. Jika dibagikan
kepada seluruh rakyat Indonesia, 250 juta orang, maka masing-masing orang akan
menerima sebesar Rp. 20.000 per orangnya. 
 
Uang
sebanyak Rp. 5 Trilyun itulah, konon katanya, potensi kerugian yang akan
diderita oleh negara ini akibat dari bailout Bank Century. Hitungan ini, konon
katanya, didapatkan dari jumlah dana bailout sebesar Rp. 6,7 Trilyun dikurangi
dengan nilai jual Bank Century jika nantinya dijual, saat kondisinya sudah
sehat kembali dan nilai sahamnya membaik kembali.
 
“Lembaga Penjamin Simpanan(LPS) harus
mendivestasi saham Century paling lambat tiga tahun sejak pengambilalihan pada
21 November 2008, yaitu paling lambat November 2011. Artinya, dengan ekuitas
yang sekarang mencapai Rp. 500 miliar, saat dijual tiga tahun lagi diperkirakan
hanya menjadi Rp. 1,5 triliun-Rp. 2 triliun”, ujar anggota Komisi XI DPR
dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad H Wibowo.
 
Dradjad
juga mempertanyakan adanya pembengkakan angka penyelamatan (bailout) Bank
Century. Menurutnya, ada ketidakjelasan mengenai pencairan deposito
nasabah-nasabah tertentu, serta adanya indikasi perlakuan khusus terhadap
nasabah tertentu, sementara nasabah Century yang lainnya harus berdemo dan
tetap diabaikan.
 
Ah,
ini lagi bulan Ramadhan, kata pak Ustadz sebaiknya tidaklah bijaksana
ikut-ikutan mengkritik dan berprasangka buruk terhadap pemerintah, karena kata
pak Ustadz, itu namanya ghibah (jika
berita itu benar) atau fitnah (jika
berita itu salah) yang dua-duanya itu (ghibah
dan fitnah) sama-sama berdosa lho. Maka, katanya lebih baik tabayyundulu, kalau 
sudah ada
penjelasan pemerintah, ya qonaah fikriyahsaja terhadap apapun penjelasannya.
 
Nah,
sambil menunggu ikhwan-ikhwan bertabayyun, kita bicarakan saja yang
jelas-jelas, apakah menurut anda, besarkah jumlah Rp. 5 Trilyun itu ?.
 
*
Referensi Sumber Berita :
Negara Bisa Rugi Rp 5 Triliun, klik disini
Menkeu Dicecar Soal Rp 6,7 T, klik disini
Menkeu Beberkan Kronologi Bailout Century, klik disini
Mengapa Bailout Century Meledak Jadi Rp 6,7
T,
klik disini
JK Mengaku Tak Dilibatkan Dalam Bailout
Century, klik disini
BPK Usut Talangan Century, klik disini
BPK Indikasikan Penyelewengan, klik disini
Bailout Bank Century Harus Datangkan
Keuntungan, klik disini
Menanti Riwayat Obat 6,7 Trilyun : Bank Century, klik disini
 
*
Artikel ini dapat dibaca
di:
Ghibah dan Fitnah
seputar Bailout Rp.5 Trilyun
http://politikana.com/baca/2009/08/30/ghibah-fitnah-seputar-bailout-rp-5-trilyun.html
http://public.kompasiana.com/2009/08/30/ghibah-dan-fitnah-seputar-bailout-rp-5-trilyun/
*


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke