Bagaimana
memaknai instalasi seni 500 wajan putih mengkilap sebagai interior pada etalase
mal dan disisi lain 500 wajan kusam, gosong dan penyok-penyok di instalasi
perlawanan kaum miskin kota?!!!!!!  

   

Sepanjang 1 bulan
penuh sekitar 500 wajan bergelantungan pada tali-tali senar dari atap gedung 
lobi
atrium Pacific Place, Jakarta yang berlantai tujuh nan mewah dan megah itu Maka
melayang-layanglah wajan-wajan itu yang sebagian sudah tidak utuh lagi entah
itu dibelah, dilubangin, dipotong-potong dan apa pun yang dinginkan perupanya,
Teguh Ostenrik. Karya ini
adalah satu dari puluhan karya rupa dalam pameran ”A Mace” yang berbanjar di
lantai 1 hingga 4. Ini adalah
bagian dari pameran  ”Bazaar  Art Jakarta 2009 – Indonesia Art Festival. 

   

Ilham Khoiri
dalam artikel beritanya di Kompas “Wajan-wajan yang Melayang” melihat karya
Teguh ini hadir sebagai interior pada etalase mal yang menawarkan hiburan
segar. Tulisnya lagi jika mau lebih serius, pengunjung bisa menelisik lebih
jauh dengan mencoba memahami sesuatu di balik instalasi itu. Kepada Ilham Teguh
mengatakan bahwa melalui karyanya ia ingin menyatakan penghormatan pada wajan
yang sering terabaikan, padahal sangat berjasa memberi makan kita. 

   

Disisi lain  saya juga mengingat aksi ribut kaum miskin
kota di bunderan Hotel Indonesia tepat “di emperan” pusat perbelanjaan dan
hotel mewah Plaza Indonesia dan Grand Hyatt Hotel, setara Pacific Place yang
terintegrasi pula dengan Ritz Carlton Hotel. Itu terjadi pada ruang waktu
(jaman) reformasi dan repotnasi entah itu dilakukan kaum miskin kota yang
tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota, ataupun Serikat Rakyat Miskin
Kota, Forum Warga ataupun yang diorganisir oleh NGO atau Ormas Perempuan. Kaum
miskin kota menggunakan alat-alat dapur entah itu panci, wajan sebagai simbol
protes mereka atas jaman susah atau jaman repot nasi ini. Entah itu dipicu oleh
kenaikan harga BBM, kebutuhan pokok, tingginya biaya pendidikan hingga
penggusuran usaha dagang kaki lima mereka. Pada pokoknya kesulitan ekonomi yang 
paling
sederhana, ekonomi perut keroncongan......... 

   

Bagaimana anda
memandang 500 wajan putih mengkilap di etalase mal yang mewah dan semerbak
wangi, dengan 500 pengunjuk rasa dengan wajan compang camping, kumuh dan berbau
keringat serta asap knalpot mobil-mobil mewah hingga bus-bus rongsok? Yang satu
bicara tentang penghormatan atas wajan yang terabaikan padahal sangat berjasa
memberi kita makan, dengan protes kaum miskin kota yang mengarak peralatan
dapur untuk menunjukkan ’lapar’nya mereka? 
Disini kisahnya bukan wajan yang terabaikan tetapi rakyat yang diabaikan
bahkan digusur dari ruang kota.....
Bila wajan-wajan Teguh putih mengkilat dan secara sengaja dirusak atau
dideformasi, maka wajan-wajan para demonstran yang rusak alami.........
Bahkan bisa jadi banyak diantara para ibu-ibu demostran menganggap
wajan putih mengkilap sebagai satu kemewahan. Yang satu menawarkan
hiburan segar dan kenikmatan hidup, yang satu adalah ungkapan kegetiran
perjuangan hidup. Yang satu tentang kecukupan bahkan berlebihan bahan
makanan yang diolah diatas wajan, yang satu adalah ketidakcukupan bahan
makanan yang diolah di atas wajan.....

Mari merayakan dapur kaum
miskin bukan dapur kuliner yang bergaya di tv-tv bersama Wiji Thukul
(seorang seniman dari kelas tertindas jelas kere dong.....) dalam
puisinya Gentong Kosong (walau ini adalah dapur orang kampung di dusun
yang masih bisa menikmati sedikit berkah langsung dari alam)

Gentong Kosong

parit susut
tanah kerontang
langit mengkilau perak
matahari menggosongkan pipi

gentong kosong
beras segelas cuma
masak apa kita hari ini

pakis-pakis hijau
bawang putih dan garam
kepadamu kami berterima kasih
atas jawabmu
pada sang lapar hari ini

gentong kosong airmu kering
ciduk jatuh bergelontang
minum apa hari ini

sungai-sungai pinggir hutan
yang menolong di panas terik
dan kalian pucuk-pucuk muda daun pohon karet
yang mendidih bersama ikan teri di panci
jadilah tenaga hidup kami hari ini
dengan iris-irisan ubi keladi
yang digoreng dengan minyak
persediaan terakhir kami

gentong kosong
botol kosong
marilah menyanyi
merayakan hidup ini

 



 (dari Aku Ingin Jadi Peluru, Indonesiatera 2004) 

 







terbaru di
lentera : 

   

Culture &
Nature Kota yang Tunggang Langgang  (bag 1 dari 2)  

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/culture-nature-kota-yang-tunggang.html
 

   

Menemukan Wastu
Kota, Warga Sebagai Masyarakat Politik (bag 2 dari 2) 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/menemukan-wastu-kota-warga-sebagai.html
 

   

Komik Strip : Nasionalisme
Put On  dan Sumpah Setia Pak Tuntung 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/komik-strip-nasionalisme-put-on-dan.html
 

   

Kolom Mas Celathu
Butet Kartaredjasa (si Presiden Guyonan) di Suara Merdeka 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/kolom-butet-kertaredjasa-presiden.html
 

   

Pertumbuhan dan Keaktifan
Pengguna Internet di Indonesia Tertinggi Di Dunia? 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/pertumbuhan-dan-keaktifan-pengguna.html
 

   

Ziarah Gerakan
Mahasiswa : Ziarah Mantan Ketua SMID, Nezar Patria 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/ziarah-gerakan-mahasiswa-meletakkan.html
 

   

Ziarah Gerakan
Mahasiswa : Meletakkan Kembali Gerakan Mahasiswa ke Jalur Strategis (Hendardi) 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/ziarah-gerakan-mahasiswa-siapa-yang.html
 

   

 Surat 
Human Rights Watch Kepada Presiden SBY : Alarm Atas Kondisi HAM di Indonesia?

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/surat-human-rights-watch-kepada.html
 

   

Aksi Bunuh Diri
dan Militansi Petani Korea Selatan 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/08/aksi-aksi-bunuh-diri-dan-militansi.html
 

   

Kekayaan Hayati
dan Kekayaan Budaya : Nuansa Batik Nusantara  

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/search/label/foto


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to