Ribut-ribut soal kebijakan pemerintah yang memutuskan Bakn Century untuk di-Bailout bukan di-Likuidasi semakin seru saja. Biasa, setiap permasalahan yang menimbulkan polemik, tentu ada pihak yang pro dan ada juga pihak yang kontra. Masing-masing pihak, yang pro maupun yang kontra, berpegang kepada argumen dan dalihnya masing-masing. Tentunya, berpegang juga kepada kepentingannya masing-masing. Juga berpegang kepada nilai-nilai idealismenya. Namun, bisa jadi juga, tak tertutup kemungkinan, ada pihak yang sangat mendukung tindakan bailout terhadap Century ini, karena kepentingannya (paling tidak kepentingan pihak yang terafiliasi dengan dirinya) yang akan membuat kepentingannya menjadi tak akan terlindungi jika Bank Century tidak dibailout, alias akan terugikan jika bank Century dilikuidasi. Sebenarnya, soal Bailout dan Likuidasi ini, pada kurun waktu yang sama, ada dua bank yang mengalami masalah dengan perlakuan yang berbeda. Bank IFI sebagaimana kita ketahui, di-Likuidasi. Sedangkan bank Century, di-Bailout. Soal resiko sistemik, ternyata likuidasi bank IFI tak menimbulkan dampak kepanikan di masyarakat luas, sebagaimana yang dikhawatirkan dalam alasan dan pertimbangan resiko sistemik dalam kasus bailout bank Century. Wajar saja, karena pada zaman kasus BLBI di masa lampau juga begitu keadaannya. Hanya kemudian, saat sekarang, kasus BLBI pada masa lampau itu telah membuat sengsara semua pihak, baik yang dulu pro maupun yang dulu kontra. Bahkan mereka yang dulu abstain atau egp alias cuek tak perduli pun, walau kasat mata seperti tak langsung akibatnya, namun hakikatnya sesungguhnya secara langsung ikut pula merasakan sengsaranya akibat kasus BLBI itu. Ditengah polemik soal bank Century itu, ada menyempil, suatu perdebatan kecil yang menarik, yaitu soal milik siapa dana LPS itu. Apakah dana LPS itu merupakan dana masyarakat (dana publik atau uang milik rakyat) atau bukan ?. Ada yang berpendapat uang yang ada di LPS itu bukan milik masyarakat, atau bukan dana masyarakat, sehingga tak bisa digolongkan sebagai dana publik. Sehingga masyarakat atau rakyat, tidak punya hak untuk mempertanyakan atau ikut mengetahui penggunaannya. Istilah kasarnya, walau dana itu awal muasalnya berasal dari premi yang dikutip dari masyarakat sebagai nasabah bank (sebagai catatan tambahan, dana awal yang merupakan setoran awal modal LPS berasal dari uang Negara) namun karena itu dianggap sebagai ongkos atau biaya, maka dana itu tak lagi dapat digolongkan sebagai dana masyarakat. Ibarat sebuah bank mengutip uang administrasi, maka uang hasil kutipan itu tentu bukan lagi uang milik masyarakat, tapi uang milik privat, milik bank tersebut. Mungkin juga diilustrasikan sebagai kita makan di warteg, tentu kita membayar setelah setelah selesai makan, maka uang itu bukan lagi milik kita, tapi sudah menjadi miliknya yang punya warteg. Mungkin, maksudnya, dengan mengilustrasikan demikian itu, akan membuat masyarakat tercerahkan dan masyarakat tak lagi ribut, mau diapakan uang LPS itu ya terserah LPS saja. Terasa logis dan masuk akal, apa yang diutarakan dalam ilustrasi tersebut diatas. Namun, analoginya kok terasa kurang pas dan kurang cocok. Mungkin lebih cocok jika diibaratkan dana yang ada di LPS itu menyerupai dana miliknya Jamsostek yang berasal dari kutipan para buruh dan karyawan serta tenaga kerja lainnya. Bahkan, bisa juga jika diibaratkan dana itu mirip dana APBN yang sebagian merupakan hasil kutipan dari pajak masyarakat. Hakikatnya, tetap saja dana itu milik masyarakat yang pengunaannya haruslah transparan dan diketahui oleh public sebagai stake holdernya. Apalagi, perlu diingat bahwa LPS itu adalah lembaga publik, bukan lembaga privat yang murni swasta. Tentunya, berbeda dengan lembaga swasta, bank BCA salah satu misalnya. Ini tentu berimplikasi kepada norma-norma dan aturan-aturan tertentu dalam penggunaan dananya. Jadi, menurut anda, haruskah LPS diperlakukan seperti lembaga swasta murni yang boleh memperlakukan dana miliknya sekehendak hatinya tanpa publik (baca : masyarakat) berhak ikut campur dalam penggunaannya, atau LPS adalah lembaga publik dimana dana miliknya dianggap selayaknya dana milik masyarakat sehingga publik berhak mengetahui dan ikut campur dalam penggunaannya ?. Ada yang mau urun rembug dan menyampaikan pendapat lainnya ?.
* Artikel ini dapat dibaca di Politikana dan Kompasiana dengan judul ‘Dana di LPS : uang Publik atau Privat ?’ . ***** Adakah kewajiban kepada pihak lain yg akan tak terbayar jika dilikuidasi sehingga Century harus dibailout ?. Siapakah pihak lain itu ?. * Apa beda Bank Century yang di-Bailout dengan Bank IFI yang di-Likuidasi ?. Antara Bailout dengan Likuidasi, apa bedanya berkaitan dengan kewajibannya LPS ?, apa bedanya berkaitan dengan dana para deposan nasabahnya ?, apa bedanya berkaitan dengan pihakketiga lainnya ?. Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan itu ada baiknya diilustrasikan dahulu antara Bailout dengan Likuidasi. Dalam tindakan likuidasi, bank ditutup dan dibekukan operasinya. LPS sebagai Lembaga Penjamin Simpanan para nasabah (sebagai akibat menerima premi dari nasabah) tentu menjamin uang nasabah tersebut. Namun tentu sesuai dengan kriteria syarat-syarat penjaminannya. Kriterianya, diantaranya adalah jumlah maksimal uang deposan per orang nasabahnya, dan bunga maksimal yang masih berada di ambang penjaminannya. Dalam arti kata, deposito yang diberikan bunga melebihi ketentuan penjaminan LPS tentunya tidak termasuk yang dijamin pengembaliannya. Namun, dalam likuidasi ini, kerugian dan kewajiban bank yang lainnya, yang berada diluar uang nasabah serta hutang-piutang dari bank yang dilikuidasi itu bukan merupakan kewajibannya LPS. Kewajiban itu akan dibayarkan dari hasil likuidasi asset dan kekayaan bank yang dilikuidasi tersebut. Sebagai missal, sebelum dilikuidasi, direksi bank menjahitkan baju jas, ongkos jahitnya belum dibayar. Maka hutang ongkos jahit ini akan dibayar setelah lelang assetnya. Kalau ternyata dari lelang asset tidak mencukupi untuk membayar hutang ongkos jahit ini, maka ya tidak dibayar. Nah, dalam tindakan Bailout, LPS mempunyai kewajiban membayar semuanya. Dalam arti kata, semua menjadi kewajibannya LPS, mulai dari kewajiban kepada nasabah deposan seperti pada kasus likuidasi sampai kepada membayar hutang ongkos jahit baju jas. Semuanya tanpa kecuali. Namanya juga Bailout, jadi singkatnya LPS pasang badan sepenuhnya, menggantikan peran dan tanggung jawab sebagaimana pemilik dari bank yang di Bailout tersebut. Kalau bank yang di Bailout itu kurang modal, maka LPS berkewajiban menambahi modal sehingga memenuhi batas minimum kecukupan modalnya. Kalau bank mempunyai kewajiban hutang kepada pihak lainnya, maka LPS berkewajiban menyediakan dana untuk membayar hutangnya itu. Kalau bank itu rugi maka LPS mempunyai kewajiban menomboki kerugiannya itu. Singkat kata, semuanya merupakan kewajibannya LPS sampai bank tersebut menjadi sehat kembali seperti sediakala, bahkan mungkin lebih sehat dari semula. Oleh sebab itu, bagi nasabah deposan yang memenuhi criteria penjaminan LPS, akan sama saja, apakah bank itu dilikuidasi atau dibailout. Yang tidak sama adalah yang bagi nasabah deposan yang tidak memenuhi kriteria penjaminan LPS, dan bagi pihak ketiga lainnya seperti tukang jahit jas yang belum dibayar ongkos jahitnya. Jadi, dalam kasus Bank Century yang dibailout dengan Bank IFI yang dilikuidasi, ilustrasinya bedanya bagi si tukang jahit jas yang belum dibayar ongkos jahitnya, kalau di bank Century maka ongkosnya pasti akan terbayar karena dibayari oleh uangnya LPS, sedangkan kalau di bank IFI masih belum pasti akan terbayar atau tidak karena menunggu apakah likuidasi asetnya masih bisa menyisakan dana untuk membayarnya atau tidak. Maka, pertanyaan nakalnya, apakah ada tukang jahit jas yang belum terbayar ongkos jahitnya sehingga diperlukan bailout untuk Bank Century ?, sedangkan disatu sisi lainnya, tidak ada tukang jahit jas yang belum terbayar ongkos jahitnya sehingga Bank IFI cukup dilikuidasi saja ?. Dalam bahasa kasarnya, adakah perbedaan perlakuan Century dengan IFI ini dipengaruhi pertimbangan adanya kewajibannya bank Century kepada pihak lainnya yang akan tak terbayarkan jika Bank Century dilikuidasi, sehingga dibutuhkan bailout agar terselamatkan dana pihak lainnya itu ?. Siapakah pihak lainnya itu ?. Wallahualambishshawab. * Artikel ini dapat dibaca di Politikanadan Kompasiana dengan judul‘LPS : Lembaga pem-Bailout atau pen-Jamin Simpanan Nasabah Bank ?’ . ***** [Non-text portions of this message have been removed]