Saya membaca berita di
sebuah portal berita mengenai isu Mas Bowo (Ketua
Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto) akan diplot oleh Pak Beye (Presiden 
SBY) menjadi Mentan (Menteri Pertanian) dalam kabinet
mendatang. Menurut portal tersebut, Jika isu ini benar  SBY dipastikan 
memelihara anak macan.
 
Saya rasa tidak ada salahnya
jika Mas Bowo menerima tawaran Pak Beye. 
 
Alasannya, aktivitas Mas
Bowo kan selama tidak jauh dengan dunia pertanian. Bukankah dia adalah Ketua
Umum DPN HKTI Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia ?.
 
Saya rasa juga tidak ada
juga salahnya jika Pak Beye menawarkan jabatan menteri kepada Mas Bowo. 
 
Alasannya, walau bekas lawan
politiknya di Pilpres, namun Pak Beye tentu ingin perjalanannya memimpin bangsa
di masa  pengabdiannya yang terakhir ini berjalan mulus. 
 
Apalagi Mas Bowo, meski
kekuatannya di parlemen melalui Partai Gerindra  bukanlah mayoritas, tapi
setidaknya berpotensi untuk bisa “mengkitik-kitik”
(meminjam istilahnya Kang Pepih)
jalannya pemerintahan. Jadi dengan cara ini mungkin terwujud rekonsiliasi.
 
Melalui rekonsialiasi Pak
Beye akan membuktikan diri sebagai salah satu pemimpin besar yang mampu 
merangkulsemua elemen bangsa termasuk
bekas lawan politiknya untuk bersama-sama membangun bangsa ini.
 
Tapi kalau baru isu Mas Bowo
akan jadi Mentan saja sudah melahirkan anggapan bahwa Pak Beye sama saja 
memelihara anak macan, wah, ini sudah
lain lagi ceritanya. 
 
Kalau “anak macan” yang dimaksud itu diartikan sebagai anak macan ekonomi
Indonesia (Prof Sumitro), itu sih
memang iya. Nggak masalah. 
 
Tapi kalau diartikan lain,
misalnya bahwa Mas Bowo itu “sangat
berbahaya”,  atau “setiap saat
bisa menyerang Pak Beye” menurut saya, ini terkesan terlalu provokatif.
 
Provokasi politik seperti
ini boleh jadi merupakan salah satu kelemahan bangsa ini.   Selama ini
disadari atau tidak bangsa ini telah membudayakannya. Akhirnya, kita sebagai
anak bangsa, termasuk para politisi saling curiga mencurigai, saling sikut, dan
saling menjatuhkan. Kalau budaya ini terus dipelihara, terus kapan majunya
bangsa ini ?.
 
Bahwa adanya kemungkinan di
masa mendatang anak macan ekonomi
Indonesiaitu berniat untuk nyapres,
saya rasa juga tidak salah…, dan itu kan hak warga Negara !. Apalagi bukankah
Pak Beye sendiri lima tahun mendatangsudah tidak boleh nyapreslagi?
 
Wallahua’lam bissawab.
 
*
Kalau Mas Bowo Mentan, Berarti Pak Beye
Pelihara Anak Macan ?
http://public.kompasiana.com/2009/09/10/kalau-mas-bowo-mentan-berarti-pak-beye-pelihara-anak-macan/
*
 
Terkadang suatu posisi jabatan itu tak hanya melulu mendatangkan rezeki dan 
berkah, namun juga mendatangkan musibah bagi pengemban amanahnya.
*

Siapa sih yang nggak suka jabatan ?. Siapa sih yang menyangkal kalau untuk 
menjalankan mesin politik sebuah parpol dibutuhkan gizi yang memadai ?. Siapa 
sih yang menyangkal jika seorang pemimpin nasional yang berkemampuan handal dan 
matang memerlukan pengalaman karier di ranah dunia politik lembaga legislatif 
dan dimatangkan dengan pengalaman manajemen di lembaga eksekutif ?.
 
Hampir semua tentu sepakat jika jawaban atas pertanyaan tersebut diatas itu 
adalah iya. Oleh sebab itu maka amatlah wajar jika kader parpol yang 
dikandidatkan menjadi pimpinan nasional diarahkan untuk meniti jenjang 
pematangan kepemimpinannya dengan menjalani penggodokan dan penggemblengan di 
dua kawah condrodimuko diklatnya kepemimpinan nasional tersebut.
 
Berkait dengan itu, beberapa saat terakhir ini santer terdengar kabar bahwa 
konon mas Pramono Anung, Sekjen PDIP, dan kader pemimpin masa depan, mbak Puan 
Maharani, digadang-gadang sebagai kandidat andalannya PDIP untuk masuk ke dalam 
jajaran menteri di kabinet mendatang, periode 2009-2014.
 
Konon kabarnya, mas Pramono Anung diplot di posisi menteri ESDM, sedangkan mbak 
Puan Maharani dijagokan untuk menduduki kursi di departemen Koperasi atau 
Departemen Sosial.
 
Lalu kenapa ?. Jika pun benar maka dimana salahnya ?. Apa hubungannya dengan 
judul tulisan ?. Dimana letak Killing Fieldnya ?.
 
Sabar, kita bahas satu-satu dulu, baru nanti kita simpulkan dimana letak 
trapnya sehingga dapat menjadi The Killing Fileds bagi PDIP.
 
Departemen ESDM, sebuah departemen yang sangat strategis, dan dikonotasikan 
sebagai tempat yang basah. Seperti kita maklumi bersama, negara kita walau 
sudah keluar dari OPEC dan disebut-sebut sudah masuk kategori negara net 
importir, namun bumi pertiwi ini ternyata masih cukup kaya mengandung emas 
hitam, alias minyak bumi. Jangan lupa, juga gas alam. Selain tentunya bermacam 
bahan galian tambang yang beraneka ragam jenisnya serta berlimpah ruah jumlah 
depositnya.
 
Dulu daerah Cepu sudah dianggap masa lalu. Daerah perladangan minyak zaman 
baheula peninggalannya Hindia Belanda ini dianggap sebagai daerah uzur yang 
sudah waktunya ditinggalkan, karena sudah mulai kering depositnya. Belakangan 
hari kemudian diketahui ternyata Blok Cepu masih merupakan daerah gemuk. 
Nyatanya, perusahaan asing dari Amerika Serikat amat sangat berminat dengan 
daerah ini.  
 
Masa dahulu, siapa yang nyangka kalau Bekasi bakal masuk kedalam perkumpulan 
elit sebagai daerah penghasil minyak. Jadi, soal tambang minyak sesungguhnya 
negara ini masih punya potensi yang sungguh tidak sedikit. Belum lagi jika kita 
bicara soal celah Timor, atau biasa disebut sebagai Timor Gap. Sayangnya, 
wilayah itu sudah bukan lagi wilayah kedaulatan negara kita. Kemudian di 
Ambalat, apa sih kehebatan daerah itu sehingga kita perebutkan dengan tetangga 
jiran kita ?. Tentunya disitu ada minyak.
 
Belum lagi soal gas alam. Teramat besar cadangan yang dipunyai bangsa ini 
didalam kandungan rahimnya bumi pertiwi ini. Lalu soal bahan galian tambang, 
tidak perlu disangsikan lagi. Freeport, sebuah perusahaan tambang Amerika 
Serikat, menjadi membesar korporasinya karena wasilahnya izin konsesi lahan di 
Papua. Kandungan depositnya teramat luar biasa, walau sudah dikeduknya saban 
hari selama lebih dari 40 tahun, belum mencapai seperlimanya. Masih lagi jika 
kita telisik, jenis harta benda berharga apa sebenarnya yang terkandung 
didalamnya, sehingga yang dikirim ke pengolahannya di seberang lautan disana, 
masih berupa bongkahan tanah, belum diolahnya disini.
 
Singkat kata, depatemen ini membawahi urusan yang berkaitan dengan daging has 
dari kekayaan alam negeri zamrud khatulistiwa ini. Ini terbukti, ekspor negara 
kita, masih didominasi oleh hasil galian tambang dan migas, yang volume dan 
nilainya masih diatasnya ekspornya hasil perkebunan maupun hasil olahan 
industri fabrikan.
 
Tak heran jika kelompok kekuatan politik yang berbentuk partai maupun yang tak 
berbentuk partai, teramat ngiler dengan posisi di departemen ESDM ini. Jadi, 
sudah tepat bagi kelompok yang memerlukan kecukupan gizi akan sangat 
berkepentingan agar bagaimanapun dan apapun caranya dapat menguasai kursi 
kabinet di posisi ini.
 
Sementara itu, di kementrian Sosial atau di posisi yang membawahi urusan 
Koperasi, walau tak segemuk dan sebasah posisi ESDM, namun mempunyai kelebihan 
lain yang tak sangat menggiurkan untuk mengembangkan jaringan massa dan 
penestrasi pengaruhnya di masyarakat kalangan segmen tergemuknya. Kelebihan ini 
hanya bisa ditandingi oleh posisi di Pertanian ataupun di Nakertrans.
 
Terus dimana titik lemahnya kombinasi yang mempersatukan dua unsur terpenting 
ini, gizi yang memadai dan penestrasi penguatan pengaruh di segmen konstituen 
terbanyaknya ?.
 
Sepintas tidak ada salahnya, bahkan ini merupakan setting yang nyaris sempurna, 
menguasai ESDM ditambah dengan mengendalikan sektor Sosial atau Koperasi. 
Bahkan akan menjadi terlampau sempurna, jika bisa ditambah dengan Pendidikandan 
kalau mungkin juga Pertanian atau Nakertrans.  
 
Namun justru di ESDM yang cantik jelita nan molek menggiurkan hati inilah letak 
trap, yang jika tak jeli dan waspada, bisa menjadikilling fileds yang akan 
makin menghujamkan trend grafik penurunan perolehan suaranya PDIP. Dimana 
sesungguhnya trend penurunan ini sudah kentara sekali telah terjadi di dua 
periode pemilu lalu, di 2004 lalu di 2009.
 
Beberapa gelintir kalangan ada yang menengarai, di periode ini, tahun 
2009-2014, merupakan etape akhir dari episode pertama sebuah agenda besar yang 
dinamakan sebagai agenda liberalisasi sektor hulu hilir Migas dan Pertambangan. 
Dimana diketahui, episodenya mulai digulirkan semenjak disahkannya UU Migas di 
awal tahu 2000-an yang telah lalu.
 
Bagi kepentingan image building sebuah parpol yang pada masa lalu pernah gagal 
memanajemeni sebuah periode, suka atau tidak suka, dipersepsikan sebagian 
publik sebagai periode Asingisasi dan Obralisasi BUMN, dengan ikon utamanya di 
soal seputar penjualan Indosat, teramat riskan menyediakan dirinya kembali 
untuk pasang badan bagi sebuah agenda yang akan sangat kurang populer dimata 
publik.
 
Soal liberalisasi sektor hulu, bukanlah persoalan besar untuk memanejemi opini 
publik. Ini soal kolaborasi dengan media arus utama saja. Cukup dengan 
dikompromikan dengan beberapa tokoh kuncinya di media terbesar jangkauan 
pemberitaannya, selesai sudah setting opini publiknya. Toh, geliat di ranah 
sektor hulu ini tidak bersinggungan langsung dengan masyarakat luas, sehingga 
dapat diatur dengan metode kendali arus berita. Jika masyarakat tak diberi 
feeding di ranah pemberitaan yang berpotensi menjadi bola salju, cukup dengan 
rilis-rilis yang normatif saja, maka semuanya akan aman-aman saja.
 
Namun soal liberalisasi sektor hilir yang akan menjadi masalah besarnya. 
Sekalipun sudah disiapkan spin doctor yang jumlahnya setara dengan jumlah 
serdadu dalam satu divisi, ditambah dengan kompromi kendali arus berita dengan 
tokoh-tokoh kunci di media arus utama, soal pelaksanaannya tetap akan menjadi 
polemik di ranah publik. Salah-salah ini akan menjadi tambahan bahan 
stigmatisasi yang berujung kepada resistensi di kalangan masyarakat luas. 
 
Jika sudah menggendong beban stigmatisasi Obralisasi BUMN dan Asingisasi di 
periode lalu sehingga menimbulkan resistensi. Dimana kemudian malahan timbul 
pomeo yang populer di publik, Pembela Wong Licik bukan Pembela Wong Cilik.
 
Jika itu masih akan ditambahi dengan memanggul beban yang akan timbul dari 
konsekuensi logisnya pelaksanaan liberalisasi sektor hilir Migas, maka PDIP 
akan tamat ceritanya di ajang kompetisi Pileg dan Pilpres mendatang di tahun 
2014 nantinya.
 
Liberalisasi yang bisa berupa pelepasan pos dari monopolinya Pertamina, 
ditambah dengan privatisasi BUMN migas itu, ditambahi lagi dengan harga eceran 
BBM sepenuhnya ke mekanisme harga keekonomian alias pelepasan subsidinya, 
merupakan agenda yang sulit dikelola dalam setting opininya. Ini karena 
dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat.
 
Dampak ini tetap merupakan hal yang riskan untuk dikelola dan diharmonisasikan, 
sekalipun mampu mengerahkan ribuan spin doctor dari seluruh akademisi perguruan 
tinggi seluruh Indonesia untuk mensetting opini publik. Mengingat, sekali lagi, 
dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat.
 
Inilah mengapa sampai ada yang mengkhawatirkan, bagi PDIP, berkah jabatan ESDM 
bisa tak mendatangkan barokah, justru menambah akan menambah masalah. Mencoba 
melawan agenda itu adalah suatu hal yang sia-sia belaka, mengingat kendali 
utama bukan berada di kelompoknya. Ilustrasi mudahnya, begitu otoritas 
kebijakan sektor moneternya memutar kran di APBN sehingga mati alirannya, maka 
tak ada jalan lain selain menaikkan harga eceran BBM bersubsidi setara dengan 
yang BBM non subsidi.
 
Akankah PDIP tetap akan menerima amanah ini sebagai sebuah tantangan yang 
menantang untuk ditaklukkan, sekalipun resikonya bisa berbalik menjadi 
membahayakan dirinya ini ?.
 
Wallahualambishshawab.
 
*
Referensi Sumber Bacaan :
‘Mengapa Harga BBM akan Naik lagi ?’, klik disini atau disini
‘Naikkan Harga BBM Segera’, klik disini atau disini
‘Harga BBM akan dinaikkan di era JK atau Boediono ?’, klik disini
‘Elpiji Oh Elpiji’, klik disini
‘UU Migas, Sudahkah Rakyat ter-Sejahtera-kan ?’, klik disini atau disini
‘Investment Credit, Merugikan?’, klik disini
‘Siapa Castel Asia ?’, klik disini atau disini
‘Janji Suatu Saat Nanti-nya’, klik disini
‘Program Privatisasi BUMN’, klik disini
‘Risiko Sistemik di Kabinet SBY’, klik disini
‘Siapa Menteri ESDM Era 2009-2014 ?’, klik disini
*
Artikel ini juga dapat dibaca di Kompasiana dengan mengklik disini  atau di 
Politikana dengan mengklik disini
http://politikana.com/baca/2009/09/09/menteri-esdm-killing-fields-bagi-pdip.html
http://public.kompasiana.com/2009/09/09/menteri-esdm-killing-fields-bagi-pdip/
*    
 
Salah satu materi kontrak politik antara SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dengan 
PKS (Partai Keadilan Sejahtera) saat menjelang pelaksanaan deklarasi pasangan 
SBY-Boediono di Sabuga Bandung pada waktu yang telah silam, ternyata adalah 
soal pembagian jatahmenteri kabinet. 
Berita soal ini dibenarkan oleh Ketua DPP PKS, Mahfudz Sidik. Menurut 
penuturannya, salah satu materi dalam kontrak politik dengan SBY adalah 
mengenai power sharing alias bagi-bagi kekuasaan, dan kontrak politik tersebut 
ditandatangani secara jelas oleh SBY, selaku Ketua Dewan Pembina Partai 
Demokrat sekaligus capres dengan Ketua Majelis Syura PKS, Hilmi Aminuddin.
 
Saat melakukan kontrak politik pada waktu yang lalu itu, PKS telah mengajukan 8 
orang nama kader PKS untuk dipilih SBY mengisi posisi jabatan menteri.
 
Menurut beberapa kalangan, diantara ke delapan orang tersebut adalah Adhyaksa 
Dault, Anton Apriantono, Suswono, Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, Irwan 
Prayitno, Salim Assegaf, serta beberapa tokoh teras lainnya.
 
PKS berharap akan mendapatkan lebih dari 3 kursi menteri dalam kabinet 
pemerintahan Presiden SBY yang akan datang. Hal ini didasarkan pada pertambahan 
jumlah kursi yang didapatkan PKS di DPR RI periode 2009-2014.
 
“Saat ini jumlah kursi kita di DPR ada 45 kursi dan kita dapat 3 kursi menteri, 
dan di periode 2009-2014 kita dapat 57 kursi, dan logikanya kursi kabinet juga 
bertambah, tidak hanya 3 kursi, tapi lebih”, kata Mahfud Sidiiq.
 
Akankah tercapai apa yang diinginkan oleh PKS ?..
 
Formasi dan komposisi dari kabinet SBY kali ini diperkirakan ketat, apalagi 
sejak awal sudah ada sinyal bahwa jatah dari unsur kalangan professional akan 
lebih banyak daripada jatah dari unsur kalangan politisi. Belum lagi ditambah 
dengan adanya rencana untuk mengakomodasikan pula dari unsur parpol yang semula 
bukan merupakan anggota parpol koalisinya, seperti PDIP maupun Golkar.
 
Sedangkan dari parpol kecil lainnya, tidak terlalu mengganggu karena akan 
diakomodasikan di posisi jabatan non kabinet. “Mereka (partai kecil yang 
mendukung) hanya akan mendapat pos-pos tertentu di luar jabatan menteri”, kata 
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Achmad Mubarok.  
   
Berkait dengan dimungkinkannya akan bergabung Golkar dan PDI-P di cabinet, 
Ketua Fraksi PKS, Mahfud Siddiq mengatakan “Kemungkinan itu (Golkar dan PDIP 
merapat ke koalisi) bisa terjadi, asalkan jika mereka merapat tidak mengganggu 
power sharing yang sudah disepakati”.
 
Pihak PKS tidak akan mempermasalahkan jika hal itu terjadi, asalkan tidak 
mengganggu proses pembagian kekuasaan (power sharing) yang telah disepakai 
antarpartai koalisi pendukung SBY. “Dan kalau ada partai lain yang mau 
bergabung, itu diambil dari professional”, tandasnya.
 
Akankah kenyataan nantinya sesuai dengan harapan PKS ?.
 
Sejauh ini, tak ada pernyataan dari SBY perihal kontrak politik tentang jatah 
kursi menteri untuk PKS ini.
 
Dan, apakah pernyataan-pernyataan PKS itu tak membuat SBY merasa gerah dan 
terganggu soal hak prerogatifnya dalam menyusun Kabinet ini ?.
 
Namun, Achmad Mubarok, diberitakan pernah mengatakan bahwa pendekatan PD kepada 
PDIP adalah permainan politik untuk menekan anggota koalisinya.
 
Walau bukan SBY sendiri yang mengatakannya, namun apakah ini dapat diartikan 
sebagai sinyal bahwa SBY sesungguhnya tak ingin ditekan oleh PKS soal 
penyusunan kabinet ?.
 
Bisa jadi ya, bisa jadi juga tidak. Akan tetapi posisi Mubarok yang cukup 
tinggi di jajaran pengurus PD, yaitu Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat, 
tentulah pernyataannya itu bukan asal bicara saja.
 
Inikah indikasi bahwa jatah PKS di kabinet tak akan lebih dari 3 orang menteri 
?, atau bahkan hanya aka nada 2 orang menteri saja sebagai jatahnya ?.
 
Tidakkah PKS khawatir soal jatahnya itu ?.
 
“Sejauh ini, PKS tidak khawatir Pak SBY akan meninggalkan kontrak politik”, 
kata Mahfud Siddiq..
 
Bisa jadi memang PKS tak perlu khawatir. Namun, Beberapa kalangan memperkirakan 
PKS akan kecewa dengan harapannya itu.
 
Salah satunya, pengamat politik Syamsuddin Haris yang mengingatkan agar PKS tak 
terlalu berharap banyak dengan kontrak politik yang telah dibuatnya itu. SBY 
tipikal yang ingin menyenangkan dan memenuhi harapan semua pihak. Dengan 
banyaknya orang yang membantu kemenangannya bersama Boediono, maka SBY 
diprediksi akan membagi rata kursi kabinetnya.
 
“Kalau PKS membayangkan bisa dapat lima atau enam kursi, paling maksimal dapat 
tiga. Dia (SBY) punya timses berapa banyak ?. Konsekuensi logis, jatah banyak 
yang dijanjikan ke PKS akan jadi sedikit. Kali ini, PKS untuk kedua kalinya 
punya kontrak politik dengan SBY. Pada Pilpres 2004, PKS satu-satunya parpol 
yang punya kontrak politik dengan SBY. Saya menduga, PKS akan kecewa untuk 
kedua kali pada SBY”, ujar Syamsuddin Haris.
 
Jadi ?. Nantinya, berapa buah kursi menteri yang akan didapatkan oleh PKS ?.  
Empat, Tiga, atau Dua ?, atau bahkan lebih dari Empat ?.
 
Akankah PKS kecewa jika hanya dapat jatah seperti periode yang lalu, hanya 3 
kursi saja ?.
 
Menilik kerja keras yang telah dilakukan oleh seluruh jajaran PKS mulai dari 
pimpinan tertinggi sampai ke kader yang paling bawah di seluruh pelosok 
Indonesia. Memang seyogyanya jerih payahnya itu perlu dihargai, dan diapresiasi.
 
Tak eloklah jika jumlah jatahnya hanya sama seperti yang didapatkannya di 
periode lalu.. Perlu ada peningkatan apresiasi, setidaknya 4 kursi menteri, 
syukur-syukur lebih dari 4 jabatan menteri.
 
Wallahulambishshawab.
 
*
Referensi Sumber Berita :
        * Kontrak Politik SBY-PKS Ternyata soal ‘Jatah’ Menteri, klik disini
        * PKS Berharap 4 Kadernya Masuk Kabinet, klik disini
        * PKS Berharap Jatah Menteri Lebih dari Tiga, klik disini
        * PD Dekati PDIP untuk Gertak PKS, klik disini
        * Golkar Boleh Merapat, tetapi Jangan Ganggu Power Sharing, klik disini
        * Maaf, Partai Kecil Tak Dapat Jatah, klik disini
        * PKS Harus Siap Dikecewakan SBY Lagi, klik disini
*
Pak SBY, Tolonglah, Jangan Kecewakan PKS !
http://public.kompasiana.com/2009/09/03/pak-sby-tolonglah-jangan-kecewakan-pks/
*


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke