Kesamber kibasan
buntut buaya, itu biasa jika terlalu berdekat dengan buaya. Namun jika kena
sabet ekornya buaya mainan, itu tidak biasa. Apalagi jika gara-gara lomba
kreatifitas siswa-siswa sekolah SMP sampai berbuah kepala sekolahnya
diinterograsi oleh polisi segala.
 
Tapi, yang tidak
biasa itulah yang menimpa seorang kepala sekolah di Kudus propinsi Jawa Tengah.
Gara-gara mainan buaya yang terbuat dari plastik, telah membuat sang kepsek itu
didatangi anggota Polres Kudus yang berada dibawah koordinasinya Polwil Pati di
wilayahnya Polda Jateng.
 
Mungkin, nasib
apesnya kepala sekolah sebuah SMP itu akibat dari betapa sensitifnya kata 
‘Buaya’ berkait dengan dengan belakangan
ini institusi Polri tengah menjadi sorotan publik terkait kasus kriminalisasi
KPK.
 
“Kami dapat perintah dari atasan saya di Pati untuk
menanyakan kebenaran‘Lomba Banting Buaya’ seperti yang muncul di berita siang
sebuah tv swasta”,
begitu kata petugas polisi saat mendatangi rumah kediamannya M Basuki Sugito,
kepala sekolah sebuah SMP di Kudus itu, pada hari Sabtu siang, tanggal
7-Nopember-2009.
 
Selanjutnya, setiap
kalimat demi kalimat dari jawabannya sang kepsek itu dicatat dengan rapi oleh
petugas polisi itu, seperti layaknya proses pembuatan BAP (Berita Acara 
Pemeriksaan).
 
Memang pada hari
sebelumnya, hari Jumat, saat pelaksanaan pengajaran mata pelajaran PAK 
(Pendidikan Anti Korupsi) sebanyak 200-an siswa sekolah
itu mengadakan gelar acara ‘Tanda Tangan Dukung
KPK’.
 
Kemudian, pada akhir
acara itu digelar pula acara ‘Lomba Banting Buaya’. Dalam lomba itu, yang 
dibanting
bukan buaya betulan, tapi buaya mainan yang terbuat dari karet.
 
Sebenarnya, acara
yang digelar oleh para siswa SMP itu bukanlah yang pertama diadakan di Kudus.
 
Ada pihak lain yang
sudah menggelar acara serupa. Tak tanggung-tanggung, digelar di arena publik 
yang sarat pengunjung, yaitu di sebuah pasar malam ‘Gebyar Raya Kudus 2009’ 
yang diadakan di halaman GOR
Wergu Wetan kota Kudus.
 
“Ayo banting buaya”, begitu teriakan para pedagang mainan di pasar malam
itu dalam menjajakan dagangan mainan buaya karetnya, sambil membanting mainan
buaya karet ke sebuah papan.
 
Saat terbanting di
papan kayu itu, mainan buaya karet itu melar dan memanjang tubuhnya. Sesaat
kemudian akan mengecil kembali ke ukuran semula.
 
Begitu lucu dan
menariknya proses melar dan mengecil kembalinya mainan buaya itu, apalagi
mainan buaya itu tersedia dalam tiga warna pilihan, coklat, kuning, hitam,
sehingga mainan seharga Rp. 10.000 per buahnya itu menjadi laris manis.
 
Barangkali karena
terinspirasi oleh itulah, maka para siswa SMP di Kudus itu ikutan menggelar
acara lomba serupa. Namun akibat kretifitas siswanya, sang kepala sekolah yang
harus akibatnya diinterograsi oleh petugas polisi.
 
“Mungkin banting buaya dianggap menyudutkan salah satu
instansi. Padahal didepan anak-anak, kami berkata bahwa buaya disini sebagai
simbol pelanggaran penegakan hukum. Siapa saja yang salah perlu dibanting,
termasuk KPK”, kata sang kepala
sekolah itu menjelaskan latar belakang diadakannya lomba banting buaya itu.
 
Namun, mungkin ada
pihak-pihak yang sudah merasa tersudut sehingga peka sensitifitasnya, maka
kreatifitas siswa sekolah pun harus diinterograsi.
 
Disisi lain, belum
ada kabar, adakah para pedagang di pasar malam ‘Gebyar Raya Kudus 2009’ juga 
ikutan digelandang ke
kantor polisi untuk diintegrasi sehubungan dengan mainan buaya dagangannya.
 
Adakah pihak lain yang
berminat menggelar lomba serupa dalam skala tingkat nasional ?.
 
Wallahulambishshawab.
 
*
Referensi Artikel
Terkait:
        * “Cicak akan di-FPI-kan ?”, klik disini atau disini
        * “Rekayasa Missing Link Kasus KPK”, klik disini atau disini
        * “Kemana Muara Kasus Kriminalisasi KPK ?”, klik disini atau disini
        * “Bibit Chandra Secepatnya Diadili ?” , klik disini atau disini
        * “Chandra Samad pun akhirnya akan Tamat”, klik disini atau disini
        * “Keberhasilan Upaya Mengganti Pimpinan KPK”, klik disini atau disini
        * “Nostalgia
Kampanye SBY & Demokrat”, klik disini atau disini
  
Catatan kaki:
        * Tulisan diatas
merupakan hasil saduran dari mengutip berita berjudul ‘Banting Buaya Berbuntut’ 
di kolom ‘Kilasan Peristiwa’ yang dimuat di SKH Kompas edisi Minggu, 15 Nopember
2009.
        * Foto diatas merupakan
ilustrasi pemanis tampilan tulisan yang dicopy paste dari sebuah sumber di
internet.
 
*
Kepsek Kesabet Buntut Buaya
http://politik.kompasiana.com/2009/11/15/kepsek-kesabet-buntut-buaya/
http://politikana.com/baca/2009/11/15/kepsek-kesabet-buntut-buaya.html
*****
 


Janganlah keburu gembira dan bangga walau saat ini diklaim bahwa anggota 
simpatisan dari ‘Gerakan 1 juta facebookers dukung Chandra-Bibit’ saat ini 
sudah mencapai lebih dari 1,2 juta facebooker.
 
Jangan lupa, gerakan facebooker pendukung KPK ini tak berarti tanpa tandingan. 
Sudah muncul pula gerakan serupa yang menggalang dukungan untuk Polri dan 
Kejagung, yang jumlah anggotanya pun tak bisa dibilang sedikit.
 
Itu yang di dunia maya, sedangkan di dunia nyata pun demikian pula adanya. 
Gerakan aliansi Cicak juga telah mendapatkan tandingan yang seimbang dari 
koalisi Buaya.
 
“Hanya tiga polisi yang tak bisa disuap, Patung polisi, Polisi tidur, dan 
Jendral Hoegeng”, demikian tulisan di poster yang diusung oleh ‘Jaringan 
Mahasiswa Katolik Peduli Bangsa‘ saat berunjuk rasa di depan Polda Jateng dan 
Kejari Jateng.
 
Itu adalah salah satu demo dari kelompok Cicak, sebutan yang diberikan untuk 
para penentang upaya kriminalisasi pimpinan KPK dan upaya perlemahan KPK.
 
Tandingan yang seimbang telah digelar di seluruh Indonesia. Di kubu diseberang, 
juga telah menggelar demo tandingan serupa dari kelompok Buaya, sebutan yang 
diberikan untuk para pendukung upaya pihak Polri dan Kejagung untuk tetap 
melanjutkan proses hukum terhadap dua pimpinan non aktif KPK (Komisi 
Pemberantasan Korupsi), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
 
Diantaranya adalah gerakan massa yang berasal dari organisasi  ‘Persaudaraan 
Muslim Sedunia’,  ‘Pemuda Penerus Amanat ProklamasiRepublik Indonesia’,  
‘Gempita’,  ‘Lembaga Hukum Proklamasi dan Humanis’.
 
Ada juga ‘Gerakan Mahasiswa Nusantara’, yang pada hari Selasa tanggal 10 
Nopember 2009 sempat berdemo di depan Istana Presiden. Gerakan ini menuntut 
pembubaran Tim Delapan.
 
Muncul pula kelompok yang menamakan dirinya GARASI (Gerakan Rakyat Anti 
Korupsi) yang mendukung SBY dan Polri untuk tetap melanjutkan proses hukum yang 
sudah berjalan selama ini terhadap pimpinan KPK.
 
Tak ketinggalan, para mahasiswa yang terhimpun dalam ANTIK (Aliansi Nasional 
Tindak Korupsi) yang mendukung Polri untuk segera menuntaskan kasus yang 
membelit para pimpinan KPK nonaktif itu.
 
Menyusul dari kelompok AMPK (Aliansi Masyarakat Peduli Keadilan) yang dalam 
demo di depan Mabes Polri mengusung spanduk yang bertuliskan “Hidup Polisi”, 
“Polri bukan Buaya, KPK bukan Cicak”.
 
Dukungan bagi Polri dan Kejagung juga datang dari massa sebanyak 23 bus 
metromini yang berdemo di depan Kejagung Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta 
Selatan, dalam rangka mendukung Kejaksaan Agung agar kasus yang menjerat Bibit 
Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah untuk diteruskan hingga ke tingkat 
pengadilan.
 
Tak hanya itu, FBR (Forum Betawi Rempug) juga telah terang-terangan mendukung 
Kejagung dan menolak Bibit-Chandra.
 
Dalam demonya, kelompok ‘Forum Betawi Rempug’ ini mengusung spanduk bertuliskan 
“Bibit-Chandra Bukan Pahlawan” dan “Kejagung Jangan Mau Diintervensi Tim 8”.
 
Selanjutnya, di Sumatera Utara juga ada, seperti AMPUH (Aliansi Mahasiswa 
Peduli Hukum) mendukung Polri terkait konflik dengan Komisi Pemberantasan 
Korupsi, serta menolak segala bentuk intervensi penyidikan Polri dan Kejagung.
 
Di Yogyakarta juga terjadi serupa. gabungan masyarakat di sekitar Malioboro, 
Stasiun Tugu dan Pasar Kembang yang berprofesi sebagai buruh, sopir becak, 
andong, tukang parkir, dan lain-lain, menggalang diri dalam kelompok yang 
mereka namakan ‘Forum Masyarakat Cinta NKRI’. Poster yang mereka usung antara 
lain bertulisakan “Selamatkan institusi penegak hukum, Polri, Kejaksaan dan 
KPK”.
 
Semua itu, yang terjadi di dunia maya maupun di dunia nyata, persaingan antara 
kubu pendukung Cicak dan kubu pendukung Buaya telah membuka peluang terjadinya 
konflik horizontal antar dua kubu itu.
 
Berkait dengan itu, jika menilik pada beberapa peristiwa yang telah lampau, 
diantaranya seperti pada kasus Ahmadiyah, dimana juga terdapat dua kubu, yaitu 
kubu pendukung Ahmadiyah dan kubu penentang Ahmadiyah.
 
Dimana pada akhirnya, kubu penentang Ahmadiyah menjadi terkalahkan, dan salah 
satu kelompok dalam kubu itu, yaitu FPI, berhasil dijerat dengan tuduhan 
melakukan tindak kekerasan dan kriminal.
 
Hal mana, itu menjadikan para pemimpin FPI sebagai pesakitan tindak kriminal 
kekerasan dan penganiayaan sehingga meringkuk di penjara sampai dengan saat ini.
 
Itu semua harus dipikirkan secara matang, agar para pendukung KPK atau biasa 
disebut kelompok Cicak tidak bernasib seperti para pemimpin FPI, yaitu 
ditangkap Polisi selanjutnya dituntut oleh Jaksa yang berakhir dengan vonis 
Hakim sebagai pelaku tindak pidana kriminal.
 
Apakah kemudian kubu Cicak, yang menentang upaya kriminalisasi terhadap 
pimpinan KPK dan upaya perlemahan KPK, sebaiknya menyerah saja ?.
 
Mengingat melawan kehendak pemerintah yang berkuasa itu mempunyai konsekuensi 
dan resiko yang sungguh tak kecil, bahkan penjara bisa menjadi ganjaran 
akhirnya.
 
Segala resiko harus diperhitungkan. Oleh sebab itu bagi para facebooker dan 
netter serta blogger dan milliser yang ada di dunia maya juga para aktivis 
gerakan yang bergiat di dunia nyata, mulailah menimbang dengan matang dan 
berfikir ulang sejuta kali untuk tetapkeukeuh berani menyatakan diri sebagai 
pendukungnya Kubu Cicak.
 
Mengingat yang dihadapi oleh para pendukungnya Kubu Cicak adalah pemerintah 
yang berkuasa serta mempunyai wewenang ditangannya untuk menegakkan hukum dan 
menjaga ketertiban masyarakat serta stabilitas negara.
 
Hal mana, menentang pemerintah yang berkuasa tentu ada konsekuensi dan resiko 
yang mungkin harus ditanggung oleh para penentangnya.
 
Sudah siapkah para pendukungnya Kubu Cicak untuk menanggung resiko yang 
kemungkinan bisa di-Prita Mulayasari-kan dan di-FPI-kan ?.
 
Wallahualambishshawab.
 
*
 
Catatan Kaki :
“Nostalgia Kampanye SBY & Demokrat”, klik disini atau disini 
“Komisi III dan Suara Rakyat Pemilih”, klik disini atau disini
“KPK dan Surabaya”, klik disini atau disini
“KPK : Pengundang Bencana”, klik disini atau disini
“Rekomendasi Tim 8 kepada Presiden SBY”, klik disini atau disini
“Rekayasa Missing Link Kasus KPK”, klik disini atau disini
“Kemana Muara Kasus Kriminalisasi KPK ?”, klik disini atau disini
“Bibit Chandra Secepatnya Diadili ?” , klik disini atau disini
“Chandra Samad pun akhirnya akan Tamat”, klik disini atau disini
“Keberhasilan Upaya Mengganti Pimpinan KPK”, klik disini atau disini
“Kriminalisasi KPK : Puisi Republik Mimpi Buruk”, klik disini atau disini
 
Foto-foto diatas hanya sebagai ilustrasi yang dicopy paste dari berbagai sumber 
di internet, salah satunya adalah Koran Kompas.
 
*
Cicak akan di-FPI-kan ?
http://politik.kompasiana.com/2009/11/13/cicak-akan-di-fpi-kan/
http://politikana.com/baca/2009/11/13/cicak-akan-di-fpi-kan.html
*****
 
 
 
Hari ini pagi tadi saya sambil mengerjakan sesuatu mendengarkan siaran radio 
Elshinta. Karena keranjingan dengar berita kebetulan muncul dialog dan tanya 
jawab mengenai KPI.
 
KPI a.k.a Komisi Penyiaran Indonesia adalah sebuah lembaga negara yang 
independen khusus membidangi masalah penyiaran media elektronik.
 
Pada dialog tersebut diketengahkan masalah KPI mulai Desember 2009 akan 
menghentikan siaran langsung sidang pengadilan dengan alasan yang cukup tidak 
masuk diakal, yaitu melindungi kepentingan anak-anak akibat dari keterangan 
sidang pengadilan yang bisa mengarah kepada asusila atau kekerasan.
 
Namun dari dialog yang terjadi, saat itu KPI diwakili Ario Bimo selaku anggota, 
banyak orang yang menyesalkan dan memprotes keinginan KPI dengan alasan 
keterbukaan.
 
KPI pertama-tama beralasan bahwa hal ini supaya melindungi adanya praduga tak 
bersalah tetapi karena diserang lagi dengan adanya sidang terbuka untuk umum 
maka berubah lagi menjadi melindungi anak-anak.
 
Masalah perlindungan kepada anak ini juga diprotes sebab semua pendengar 
menyatakan sangat tidak mungkin anak-anak akan mengikuti satu sidang 
pengadilan. Biasanya anak-anak hanya akan menonton sinetron (yang dikatakan 
sangat tidak bermutu), film kartun yang mengundang kekerasan dan infotainment 
yang sudah sangat merusak akhlak namun untuk sidang pengadilan sama sekali 
tidak.
 
Justru para pendengar menginginkan ketiga masalah diatas agar ditangani KPI dan 
bukan masalah sidang pengadilan yang harus dibatasi.
 
Alasan para pendengar memang benar sebab sepertinya KPI ini sudah diminta pihak 
tertentu agar membatasi atau meniadakan acara-acara sidang pengadilan secara 
langsung.
 
Keberatan pendengar adalah bahwa sidang pengadilan yang cisiarkan secara 
langsung adalah terbuka untuk umum dan berhak diketahui khalayak luas.
 
Jadi masalah adanya melindungi praduga tak bersalah, dan anak-anak sangat kabur 
dan sumir serta tidak memiliki dasar hukum sama sekali.
 
Jadi melalui artikel ini hendaknya KPI lebih memposisikan diri sebagai lembaga 
yang melindungi masyarakat dari tontonan amoral dan sangat merusak dibanding 
mengikuti kehendak segelintir orang yang ingin ‘menyembunyikan informasi, 
keterbukaan dan kebenaran’ dari semua orang.
 
*
KPI "Imbau" Media Agar Boikot Sidang...
http://politikana.com/baca/2009/11/13/kpi-imbau-media-agar-boikot-sidang.html
*****


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke