*Menggilir kegelapan
Ketersediaan listrik hal yang pokok bagi semua jenis industri*

Belum lekang dari ingatan kita, tentang imbauan pemerintah tahun lalu untuk
menghemat listrik di perkantoran dan pusat perbelanjaan. Pemerintah
melakukan inspeksi mendadak (sidak) di beberapa perkantoran untuk memastikan
penghematan listrik.

Waktu itu masalah pasokan batu bara sebagai bahan baku pembangkit listrik
sedang mengalami gangguan, kontan saja Jakarta digilir kegelapan.

Hal serupa terjadi sekarang, namun berbeda dengan problem yang lalu.
Pemadaman listrik yang mendera Jakarta dan sekitarnya akibat rusaknya
instalasi gardu induk di daerah Cawang Jakarta Timur, selain itu PLTU di
daerah Muara Karang Bekasi juga mengalami kerusakan.

Menyikapi kondisi ini, PLN sepertinya tidak mau pusing. Agar pasokan listrik
bisa merata diterima warga dan industri, pasokannya digilir secara
bergantian. Bagi kawasan industri dan perkantoran yang memiliki generator
mungkin tidak terpengaruh dengan krisis listrik ini, walaupun akibatnya
biaya operasional menjadi lebih besar, karena biaya bahan baku generator
yaitu solar harganya cukup mahal juga, jika digunakan dalam waktu lama.

Problem listrik yang terulang lagi pada masa 100 hari kabinet Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Seharusnya hal itu menjadi pelajaran untuk
merevitalisasi pengelolaan kelistrikan yang lebih profesional, walaupun isu
listrik ini menjadi fokus kedua setelah program pemberantasan korupsi pada
100 hari Yudhoyono.

Namun, pemerintah terutama PLN tidak bisa sekadar merencanakan program 100
hari masalah kelistrikan tanpa tindakan yang nyata. PLN pun tidak bisa
sembunyi di balik alasan anggaran pemeliharaan dan pengadaan kelistrikan
yang membutuhkan Rp80 triliun per tahun.

PLN sebagai institusi yang notabene sudah mempunyai rencana strategis yang
terdiri dari berbagai item prioritas baik pemeliharaan maupun pengadaan
kelistrikan yang sudah memperhatikan aspek-aspek krusial yang perlu
penanganan cepat.

Jika terjadi hal-hal di luar rencana, yang menyebabkan terganggunya
ketersediaan listrik bagi warga dan industri, pemerintah dalam hal ini
Menneg BUMN harus segera turun tangan mengatasi problem ini.

Selain pemerintah, seluruh pihak yang terkait termasuk masyarakat harus
bahu-membahu menciptakan pasokan listrik yang cukup. Masyarakat juga tidak
bisa seenaknya menggunakan listrik, tidak juga mencuri listrik negara,
karena jelas merugikan PLN.

Masyarakat perlu diedukasi agar menggunakan listrik seperlunya. Begitu juga
industri. Penggunaan listrik ini akan menjadi prioritas pertimbangan
industri dalam menentukan produksi dan investasi. Jika ketersediaan listrik
itu, terganggu sektor industri akan mengalami kerugian.

Masalah listrik ini memang sulit diatasi, karena pasokan dan kebutuhan
energi listrik di Indonesia tidak sebanding. Sehingga sering kali beberapa
daerah, sudah terbiasa dengan pemadaman listrik oleh PLN setempat.

Selain itu PLN sulit mencapai titik temu untuk membeli energi listrik dari
pihak swasta. Untuk itu rencana mega proyek pembangunan pembangkit listrik
10.000 megawatt harus segera direalisasikan.

Jika pemerintah sulit membuat sistem perjanjian dengan pihak swasta, karena
profit sharing, harga beli, dan insentif yang diminta pihak swasta belum
menemukan titik tengah, pemerintah seharusnya bisa melakukan negoisasi lebih
baik lagi, selain mencari jalan keluar pendanaan dari dalam negeri.

Kalaupun sulit dilakukan, pilihan terbaiknya adalah untuk jangka pendek
harga beli dari pembangkit swasta harus ditegaskan karena ini menyangkut
kepentingan publik. Adapun, menyangkut pembangkit listrik dari proyek PLN
yang akan dibangun sebesar 10.000 Megawatt, pemerintah harus segera
bertindak, tidak lagi mengkaji, agar proyek ini tidak tersendat. Jika ada
peluang pendanaan dari bank dalam negeri, hal tersebut harus segera diambil
langkah-langkah taktisnya.

*Investasi*

Ketersediaan listrik bagi industri merupakan hal yang pokok untuk semua
jenis industri. Industri besar yang berada dalam kawasan industri akan
terganggu produksinya jika pasokan listrik tidak diselesaikan pemerintah.

Pemerintah seharusnya mampu mendatangkan investor asing ataupun mengundang
investor lokal untuk membangun industri. Namun, jika masalah pokok yaitu
listrik tidak tersedia, jangan harap investor mau menanamkan dananya.
Kalaupun ada berbagai kemudahan dari pemerintah kepada para calon investor
tersebut, tetap akan sulit membuat investor mau masuk. Ibarat memberikan
pancing ikan yang banyak tetapi tidak ada ikan di kolam, artinya semua akan
sia-sia.

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah, dalam hal mengatasi
krisis listrik ini. Pertama, dalam jangka pendek, perbaikan gardu listrik
dan pembangkit listrik yang rusak perlu dipercepat penyelesaiannya. Jika
perlu bantuan pihak asing atau tambahan biaya perbaikan, pemerintah perlu
memprioritaskan perbaikan masalah listrik ini.

Kedua, dalam jangka menengah, krisis listrik ini akan terus berlanjut jika
tidak ada diversifikasi energi pembangkit listrik. Pemerintah perlu
menggandeng pihak swasta untuk investasi di bidang pembangkit listrik (power
plant industry). Semakin banyak pembangkit listrik dibuat, maka ketersediaan
pasokan listrik juga akan semakin banyak.

Pembangunan power plant ini juga perlu memperhatikan sumber-sumber listrik
baru, tidak melulu mengandalkan batu bara. Sumber energi listrik yang lain
seperti; angin, geothermal dan cold bed metan (CBM) bisa dikembangkan lebih
baik lagi. Selagi pembangkit-pembangkit listrik yang mudah diberdayakan dari
sumber energi alam di daerah-daerah yang potensial perlu terus ditingkatkan
pasokannya.

Langkah ketiga, dalam jangka panjang, proyek 10.000 megawatt perlu dikelola
dengan baik, sehingga nantinya antara investasi dan reward yang diberikan
tidak merugikan semua pihak termasuk masyarakat yang sering terimbas dampak
kenaikan TDL. Akibat dari ulah investor yang seenaknya memasang tarif,
karena alasan biaya investasi yang tinggi.

Agar problem menggilir kegelapan ini tidak terulang lagi, PLN sebagai
instansi pengelola kelistrikan negara ditunggu terobosannya dalam memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dan industri. Tidak cukup memberikan
kompensasi 10% untuk industri yang terkena pemadaman listrik ini karena efek
domino dari problem listrik ini menyangkut banyak pihak.

Untuk itu, kita menunggu komitmen dan upaya keseriusan PLN dalam membenahi
sektor kelistrikan ini, masyarakat sebetulnya hanya menginginkan
ketersediaan listrik bisa stabil. Apapun yang dilakukan PLN dan otoritas
kelistrikan di Indonesia, dalam mengelola sektor ini. Selama bermanfaat bagi
masyarakat, sepertinya masyarakat tidak mau ambil pusing.


Oleh* Ilham M. Wijaya*
Ketua Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia (MP3I) DKI
Jakarta & Direktur Property Research Institutes (PRI) Jakarta



Artikel ini dimuat di harian Bisnis Indonesia, Rabu, 18 November 2009


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to