Bahasan cukup menarik dari Rizal Ramli tentang Skandal Century, Penyebab
Krisis Indonesia dan Ekonomi Indonesia 2010...

Jika Century cuma minta talangan Rp. 2,7 triliun, lalu diberi BI Rp. 6,7
triliun,
jika anda butuh kredit, mungkin ada baiknya mengajukannya langsung ke BI
saja.
Siapa tahu, diminta 10 M bisa keluar 100 M...

Dari kalimat pada halaman 6:

"Ternyata *otoritas moneter Indonesia tidak belajar dari pengalaman krisis
ekonomi tahun 1997/1998."*

Terlihat bahwa ternyata para Profesor dan Doktor saja pada tidak belajar
lagi...
Gimana yang dibawahnya...?

Sepertinya, gelar tersebut sudah jadi senjata untuk nakut-nakutin tikus
aja...
Kalo bermental tikus, ya pasti jadi takut...

Dari bahasan ini sepertinya dapat disimpulkan bahwa,
"segelintir orang dapat mengatur "kehidupan anda, meski tanpa minta
persetujuan anda."

Salam Z

---------- Forwarded message ----------
From: Alim M. <aliim1...@yahoo.com>
Date: 2010/1/16
Subject: [redaksi-indonesia] Kasus Century (Catatan ekonom DR. Rizal Ramli)
To: aliim1...@yahoo.com

Lampiran 1





Skandal Bank Century



Pemerintah dan Bank Indonesia menggunakan alasan bahwa bail out Bank Century
harus dilakukan karena memiliki resiko sistemik. Alasan tersebut sekedar
alibi untuk memuluskan “perampokan” terhadap Bank Century. Berikut adalah
sejumlah fakta yang menunjukan bahwa alasan tersebut sekedar alasan yang di
cari-cari:



1)      Kesulitan likuiditas perbankan Indonesia pada tahun 2008 bukan
disebabkan oleh dampak krisis ekonomi global tetapi akibat kebijakan
pengetatan moneter yang dilakukan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan
pengetatan fiskal oleh Menteri Keuangan (lihat Grafik: Perbandingan Suku
Bunga: SBI vs Fed Funds).

2)         Bank Century adalah bank yang sangat kecil sehingga penutupan
bank tersebut akan berdampak minimum terhadap perbankan Indonesia. Dana
pihak ketiga di Bank Century hanya 0,68% dari total dana di perbankan,
kredit Bank Century hanya 0,42% dari total kredit perbankan, aset Bank
Century hanya 0,72% dari aset perbankan dan pangsa kreditnya hanya 0,42%
dari total kredit perbankan.



3)      Bank-bank pada November 2008 memiliki CAR rata-rata diatas 12%.
Hanya ada 3 bank kecil yang memiliki CAR dibawah 8%, yaitu batas minimum
untuk bail out sesuai PBI No.10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 yaitu
Bank IFI, Bank Century dan satu bank lainnya. Tetapi yang diselamatkan hanya
Bank Century. Padahal Bank Century memiliki CAR hanya 2,35% per 30 September
2008, dan CAR negatif (-3,5%) pada saat pelaksanaan bail out. Agar supaya
Bank Century dapat menerima dana bail out sebesar Rp. 6,7 trilliun, Gubernur
bank Indonesia merekayasa dan merubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) pada
tanggal 14 November 2008 tentang persyaratan CAR untuk bail out, dengan
menurunkannya dari CAR 8% menjadi CAR asal positif. Jelas sekali bahwa Bank
Century mendapatkan perlakuan khusus padahal Bank Century seharusnya
ditutup.



4)      Pada Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, ada
pasal yang menyatakan bahwa Bank yang meminta Fasilitas Pinjaman Jangka
Pendek (FPJP) harus menyerahkan agunan yang berkwalitas tinggi seperti SBI,
SUN, dan aset kredit lancar 12 bulan terakhir. Pasal tersebut sengaja dibuat
agar tidak terjadi kesalahan dan kerugian negara yang sangat besar, seperti
pada krisis 1998, ketika bank-bank banyak yang menyerahkan aset bodong dan
aset tidak berkualitas sebagai agunan untuk mendapatkan kredit BLBI.



Tetapi khusus untuk memuluskan bail out terhadap Bank Century, di rekayasa
perubahan pada pasal 11 ayat 4 Undang-undang BI tersebut melalui Perpu No. 2
tahun 2008 tanggal 13 Oktober 2008 dengan menghapuskan kewajiban agunan yang
berkualitas tinggi (SBI, SUN, Kredit lancar) dan menggantinya dengan kalimat
”Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang
pendanaannya menjadi beban Pemerintah” tanpa mewajibkan bank yang di
bail-out untuk memberikan agunan yang berkwalitas tinggi.



5)      Jika ada ancaman sistemik, itu artinya dalam bahasa sederhana, para
nasabah beramai-ramai mengambil uangnya di Bank (rush). Tetapi ketika
Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) diberikan kepada Bank Century
sebesar Rp.689 milyar antara tanggal 14 dan 18 November 2008, ternyata tidak
terjadi rush oleh nasabah biasa. Yang mengambil uang FPJP tersebut ternyata
adalah Robert Tantular, dan sejumlah nasabah besar. Demikian juga ketika
disetujui pemberian dana talangan berikutnya sebesar Rp. 1 triliun,
pengambil dana adalah Robert Tantular dkk, bukan nasabah biasa. Kedua fakta
pengambilan tersebut menunjukkan bahwa tidak ada ancaman sistemik karena
tidak ada rush dari nasabah biasa, yang terjadi justru pengambilan dana oleh
Robert Tantular dan nasabah-nasabah besar.



6)      Menurut pengakuan mantan Gubernur BI Boediono di DPR, krisis ekonomi
telah selesai setelah kwartal 1 (Januari - Maret tahun 2009) sehingga tidak
ada alasan lagi untuk menyuntikkan dana tambahan kepada Bank Century. Tetapi
dalam prakteknya, Bank Century tetap digelontorkan dana bail out sampai
dengan 24 Juli 2009 !! Luar biasa !!!



7)      Penggunaan analisa dampak sistemik terhadap Bank Century ternyata
tidak memiliki basis dan kriteria kuantitatif yang memadai. Lebih banyak
mengandalkan analisa psikologis yang sangat sumir, tidak terukur, ad hoc dan
subjektif.



8)      Sebagian besar peyelamatan Bank Century sebesar Rp.6,7 triliun
dilakukan dengan pembayaran tunai, cara yang tidak lazim dalam penyelamatan
Bank. Penyelamatan secara tunai tersebut memungkinkan terjadinya pencucian
uang (Money Laundering) dan penyalahgunaan dana tunai tersebut. Adalah aneh
dan patut dipertanyakan mengapa Bank Indonesia melakukan penyelamatan bank
dengan pembayaran tunai?



9)      Dalam kesaksiannya di DPR tanggal 12 Januari 2010, Robert Tantular
mengakui menerima kelebihan pembayaran dari LPS senilai Rp. 1 triliun. Di
pengadilan Robert Tantular, telah diputuskan dihukum 5 tahun, Robert
Tantular mengakui bahwa iya hanya mengajukan permintaan dana bail out
sebesar Rp. 2,7 triliun, tetapi  kaget ketika mengetahui bahwa total dana
yang dikucurkan mencapai Rp. 6,7 triliun. Luar biasa bahwa ada bank yang di
beri dana bail out jauh lebih besar dari kebutuhannya.



10)   Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) hanya terdiri dari dua orang
yang berhak mengambil keputusan yaitu Menteri Keuangan yang bertindak
sebagai Ketua KSSK dan Gubernur Bank Indonesia, Boediono sebagai anggota.
Sekretaris adalah Raden Pardede. Adalah aneh sebuah komite hanya terdiri
dari dua orang. Biasanya komite terdiri dari banyak orang. KSSK yang hanya
terdiri dua orang tidak pantas disebut ”KOMITE” dan bertentangan dengan
prinsip ”Good Governance”. Misalnya Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK)
terdiri dari hampir semua Menteri Ekonomi dan sejumlah Dirjen.  Patut
dipertanyakan mengapa KSSK hanya terdiri dari dua orang. Dari segi lain itu
artinya, apa yang disebut tanggung jawab kolektif sebetulnya hanyalah
tanggung jawab Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia
Boediono.



Ada pendapat bahwa “Amerika saja melakukan penyelamatan (bail out) terhadap
lembaga keuangan dan Bank, apalagi Indonesia. Wajar jika Bank Century di
bail out. Pendapat tersebut sangat menyesatkan karena kondisi objektif,
transparansi dan praktek bail out di Indonesia sangat berbeda dengan praktek
di Amerika maupun di Eropa. Pertama, nyaris tidak ada kongkalingkong antara
regulator (Federal Reserve dan Treasury) dengan bank yang di selamatkan di
Amerika ataupun Eropa. Sementara di Indonesia sering sekali terjadi
kongkalingkong antara regulator dengan pemilik bank yang diselamatkan
seperti pada kasus BLBI, Bank Bali dan Bank Century. Kedua, pada banyak
kasus, Federal Reserve dan Pemerintah Amerika bahkan mendapatkan keuntungan
dari bail out lembaga keuangan perbankan. Sebagai contoh Fed mendapatkan
keuntungan dari bunga pinjaman darurat yang berbunga tinggi (Libor + 3%)
yang diberikan kepada Lembaga Keuangan. Federal Reserve Amerika bahkan
berhasil mencatatkan keuntungan terbesar dalam sejarah Amerika yaitu US$ 45
milyar pada tahun 2009, yang berasal dari pendapatan bunga pinjaman darurat,
surat hutang dan produksi sekuritas. Contoh lain,  Pemerintah Amerika
melakukan bail out terhadap Citibank sebesar US $ 320 milyar, dan sebagai
gantinya mendapatkan saham Citibank dengan harga hanya US $ 0,97/saham. Jika
saat ini, pemerintah Amerika menjual saham itu, mereka akan untung 260%
(saat ini harga saham Citibank US$ 3,5/saham.

Per 12 Januari 2010). Di Indonesia, negara dirugikan ratusan triliun rupiah
akibat bail out bank-bank tahun 1998 (rata-rata recovery rate hanya 28%).
Kerugian besar juga terjadi pada kasus Bahana (Rp. 3,2 triliun) dan dalam
kasus Bank Century (6,7 triliun). Kerugian-kerugian yang sangat besar
tersebut terjadi karena adanya keteledoran pengambil keputusan,
kongkalingkong antara regulator dan perbankan, dan adanya tekanan penjualan
secepatnya (firesales) oleh IMF (1998) sehingga harga jualnya menjadi sangat
rendah.





Pengetatan Moneter dan Kesulitan Likuiditas



ECONIT[1] menilai bahwa pilihan Bank Indonesia untuk melakukan kebijakan
pengetatan moneter dan menaikkan tingkat bunga sepanjang tahun 2008, akan
berdampak negatif.  Pengetatan likiuditas itu telah mengakibatkan sejumlah
bank-bank kecil (23 bank) mengalami kesulitan likuiditas walaupun mereka
lumayan sehat dan memiliki CAR rata-rata diatas 12%. Kesulitan likuiditas
itulah yang dijadikan alasan utama adanya resiko sistemik sehingga
diperlukan bail out terhadap Bank Century yang memiliki CAR hanya 2,35% per
30 September 2008, dan CAR negatif (-3,5%) pada saat pelaksanaan bail out.
Agar supaya Bank Century dapat menerima dana bail out sebesar Rp. 6,7
trilliun, Gubernur bank Indonesia merekayasa dan merubah Peraturan Bank
Indonesia (PBI) pada tanggal 14 November 2008 tentang persyaratan CAR untuk
bail out, dengan menurunkannya dari CAR 8% menjadi CAR asal positif.
Terlihat pada Grafik 4, kesulitan likuiditas bank-bank kecil merupakan
akibat salah-kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang menaikkan
suku, bukan karena dampak dari krisis ekonomi global.



Sangat menarik saat bank-bank sentral di Amerika, Eropa, Jepang dan Asia
berlomba-lomba memperlonggar likuiditas dan menurunkan tingkat bunga,
langkah yang sangat bertentangan justru dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
menaikkan suku bunga. Ternyata otoritas moneter Indonesia tidak belajar dari
pengalaman krisis ekonomi tahun 1997/1998. Hanya karena mendengarkan nasehat
IMF, otoritas moneter memaksakan kebijakan pengetatan moneter dan fiskal
pada tahun 1997/1998, sehingga bank-bank mengalami kesulitan likuiditas dan
akhirnya banyak yang ambruk. Pada awal krisis, atas nasehat IMF pula,
salah-kebijakan tersebut kembali diulangi pada krisis ekonomi tahun 2008.
Bank Indonesia melakukan pengetatan moneter dan Departemen Keuangan
melakukan pengetatan fiskal tanpa sengaja (akibat dari perlambatan
pengeluaran), yang mengakibatkan bank-bank mengalami kesulitan likuiditas.
 Jelas bahwa sebagian besar kesulitan likuiditas pada tahun 2008 adalah
akibat pilihan kebijakan bukan akibat krisis ekonomi global.



Grafik 4.       Perbandingan Suku Bunga: SBI vs Federal Funds



Sumber:BI, Federal Reserve USA



Setelah banyak kritik terbuka di media masa, barulah Bank Indonesia
mengoreksi kebijakan moneter ketat tersebut dengan mulai menurunkan BI rate
pada Desember 2008, sehingga pelan-pelan kesulitan likuiditas disektor
perbankan Indonesia mulai berkurang.



Hot Money Pendorong Pertumbuhan 2009



Pertumbuhan ekonomi 2009 akan mencapai 4,4%, sedikit lebih tinggi dari
perkiraan 3,5%.[2] Pertumbuhan ekonomi 2009 tahun tersebut masih cukup
tinggi karena dampak dari krisis ekonomi global terhadap Indonesia lebih
rendah. Dibandingkan dengan negara-negara lain rasio ekpor/GDP hanya 30%,
sangat rendah dibandingkan dengan Singapore (234%), Malaysia (104%),
Thailand (76%). Rasio ekspor/GDP yang sangat rendah itulah yang
mengakibatkan dampak krisis global terhadap Indonesia relatif kecil. Tetapi
sebaiknya, jika ekonomi dunia pulih, Indonesia hanya tumbuh sekitar 5-6%,
karena tidak akan dapat menarik manfaat sebesar-besarnya dari pemulihan
ekonomi dunia karena ratio ekspor terhadap GDP yang masih sangat rendah
tersebut.



Grafik 9.       Persentase Ekspor terhadap GDP beberapa negara (current
price, 2008)

Sumber: ADB





Selain itu, daya tarik Indonesia untuk menarik dana spekulatif adalah
tingginya suku bunga atau yields obligasi yang ditawarkan Indonesia. Selain
menerapkan kebijakan yang liberal, pemerintah juga menawarkan yield obligasi
internasional yang jauh lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga.
Inilah faktor-faktor yang mendorong meningkatnya aliran dana jangka pendek
baik di SUN, obligasi maupun SBI. Tingkat bunga dan yield obligasi yang
tinggi tersebut merupakan insentif (subsidi) yang sudah tentu sangat menarik
minat investor dana spekulatif, tetapi merugikan ekonomi Indonesia.
Peningkatan aliran dana spekulatif (hot money) tersebut, selain berdampak
positif terhadap nilai tukar rupiah dan indeks bursa, juga sekaligus
meningkatkan resiko finansial ekonomi Indonesia karena setiap saat dapat
terjadi arus balik modal. Sangat aneh bila SBI yang semestinya hanya
merupakan instrumen moneter akhirnya menjadi salah satu alternatif investasi
yang sangat diminati oleh investor jangka pendek, baik dari dalam maupun
luar negeri. Padahal, menurut Undang-undang Tentang Bank Indonesia, SBI
adalah alat pengendali moneter bukan instrument alternatif investasi.

________________________________

[1] Juga lihat pendapat DR. Rizal Ramli tentang bahaya kebijakan pengetatan
moneter dan kenaikan tingkat bunga pada saat krisis sejakpertengahan 2008 di
Bisnis Indonesia, Suara Karya, Rakyat Merdeka, Investor Daily, dll.

[2]        ECONIT’s Economic Outlook 2009




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke