Singapura bisa jadi contoh terbaik ttg keberhasilan BUMN atau yg mirip
BUMN.

Kata Wikipedia:
"Temasek Holdings is an investment company owned by the government
of Singapore. With an international staff of  350 people, it manages a
portfolio of about S$185 billion, or more than US$127 billion, focused
primarily in Asia..."

 Pak Nizami sangat tepat mengambil contoh TPJ/AETRA dan Palyja. Baik
TPJ mau pun Palyja, yg jelas-jelas swasta, tidak mampu mengangkat
kinerja PAM, malah memerosotkan kinerja PAM. Privatisasi PDAM-PDAM
di negeri ini harus segera dicegah.

Ini saya kutipkan juga bbrp pejabat Temasek yg punya kaitan dg
pemerintah (diambil dari web/laman-nya temasek)

* HO CHING, EXECUTIVE DIRECTOR & CEO
Joined Temasek as a Director in January 2002, becoming its Executive
Director in May 2002. Executive Director & CEO since January 2004.
Began career with the Ministry of Defence and held various positions in
the Defence Science Organisation and the Defence Materiel Organisation.
President and CEO of the Singapore Technologies Group from April 1997
to December 2001.

* TEO MING KIAN, DIRECTOR
Director of Temasek since October 2006. Presently Advisor (Special
Projects) of the Ministry of Finance after serving as its Permanent
Secretary for three years. Concurrently the Permanent Secretary of
National Research and Development in the Prime Minister's Office, and
Board Member of the National Research Foundation and the Monetary
Authority of Singapore. Previously Chairman of the Singapore Economic
Development Board, Accounting and Corporate Regulatory Authority and
Inland Revenue Authority of Singapore. Conferred the Public Administration
Medal (Gold) in 1993 and The Meritorious Service Medal in 2008.

* S DHANABALAN, CHAIRMAN
Chairman of Temasek since September 1996. Chairman of DBS Group
Holdings Ltd from 1999 to 2005 and Chairman of Singapore Airlines Ltd
from 1996 to 1998. Began career in the Singapore Civil Service in 1960.
Entered politics in 1976. Held a number of cabinet positions from 1978
to 1994

* KWA CHONG SENG, DEPUTY CHAIRMAN
Deputy Chairman and Director of Temasek since September 1997. Presently
Chairman and Managing Director of ExxonMobil Asia Pacific Pte Ltd, a board
director of DBS Group Holdings Ltd and a member of the Public Service
Commission. Previously Chairman of MediaCorp Pte Ltd. Began career with
Esso Singapore in 1969. Conferred the Public Service Star in 2005.



---------

2010/2/12 A Nizami <nizam...@yahoo.com>

>
>
> Telkom dan Indosat sebelum diprivatisasi, itu sudah untung trilyunan per
> tahun. Harap diingat, ketika go public di BEJ waktu itu persyaratan yang
> bisa Go public adalah perusahaan harus untung 3 tahun terakhir selama
> berturut-turut.
>
> Sebaliknya jika diprivatisasi, belum tentu transparan dan untung. Contohnya
> Enron di AS ternyata akhirnya bangkrut meski sudah Go Public dan auditornya
> bilang untung dan auditnya wajar. BHS Bank habis dirampok pemiliknya Hendra
> Rahardja, Belum lagi Bank Century dan Summa Bank....
>
> Buang jauh2 pikiran yang swasta itu pasti untung dan transparan.
>
> Sering orang-orang Neoliberalis
> mendesak pemerintah untuk memprivatisasi BUMN-BUMN untuk dijual ke
> asing dengan alasan rugi segala macam. Padahal tidak semuanya benar.
> Justru banyak BUMN yang untung sampai
> Rp 80 trilyun/tahun. Celakanya justru BUMN-BUMN yang untung itu yang
> diprivatisasi/dijual sehingga 85% kepemilikan sahamnya dimiliki oleh
> asing.
> Padahal tahun 2009 saja BUMN menyumbang sebagian keuntungannya ke negara
> sebesar Rp 29 trilyun.
> Jadi kalau menjual BUMN, itu sama
> dengan menjual angsa bertelur emas. Dapat hasil penjualan sekali,
> setelah itu tidak dapat uang lagi. Beda jika dikelola terus sehingga
> mendapat keuntungan setiap tahun.
>
> Banyak orang berkata bahwa jika BUMN
> diprivatisasi jadi perusahaan Swasta, maka akan lebih baik. Karena
> Swasta menggunakan dananya sendiri, maka mereka jadi lebih hati-hati.
> Begitu alasannya.
> Namun pendapat tersebut tidak
> sepenuhnya benar. Karena kalau perusahaan tersebut menengah kecil,
> mungkin masih murni memakai uang sendiri. Tapi umumnya perusahaan
> swasta menengah atas, apalagi asetnya sudah sampai trilyunan rupiah
> lebih, hanya sebagian kecil yang menggunakan uang pribadi. Umumnya
> menggunakan dana pihak lain atau uang rakyat mulai dari sekedar
> pinjaman Bank, atau pun dengan menarik dana masyarakat dengan melempar
> saham di Bursa Saham.
> Bahkan jika perusahaan tersebut berupa
> Bank Swasta atau pun Pialang Saham Swasta, mereka dengan mudah menarik
> dana masyarakat yang menjadi nasabahnya sampai ratusan trilyun lebih.
> Apakah perusahaan Swasta tersebut jadi bagus dan tidak rugi?
> Kita lihat betapa banyak perusahaan
> swasta yang merugi. BHS Bank bangkrut dan pemiliknya kabur dengan
> trilyunan uang nasabah. Lehman Brothers juga bangkrut dengan kerugian
> 300 milyar dollar AS. Sarijaya Securities bangkrut dengan menghilangkan
> Rp 245 milyar uang nasabahnya. Enron yang sudah Go Public dan Chrysler
> bangkrut, sementara AIG harus “dinasionalisasi” dengan dana US$ 85
> milyar dari uang rakyat AS.
> Pada Krisis Moneter di tahun 1998,
> pemerintah harus menalangi Bank-bank Swasta seperti BCA, Danamon,
> Lippo, dan sebagainya dengan uang rakyat sebesar Rp 600 trilyun melalui
> KLBI/BLBI. Itu adalah jumlah yang sangat besar karena melampaui jumlah
> APBN Indonesia saat itu. Bank-bank Swasta tersebut merugi dan
> diambil-alih pihak lain.
> Banyak perusahaan swasta yang
> kreditnya macet. Meski perusahaan merugi, namun pemilik perusahaan
> tetap bebas menikmati kekayaannya yang mungkin berasal dari kredit
> tersebut (misalnya berupa deviden/gaji sebagai komisaris/direktur)
> karena sebagai PT, tanggung-jawabnya hanya sebatas PT (Perseroan
> Terbatas). Harta pribadinya tidak bisa diganggu-gugat.
> Perusahaan yang Go Public pun yang
> katanya akan jadi bagus dan sulit bangkrut karena dimiliki publik
> sehingga lebih transparan dan terawasi, tetap saja bangkrut. Contohnya
> adalah Enron, Daya Guna Samudera (DGSA), Bintuni Minaraya (BMRA), Super
> Mitory (SUMI), dan sebagainya.
> Perusahaan Inggris Thames yang
> mengambil alih PAM Jaya jadi TPJ (Thames Pam Jaya), ternyata merugi dan
> diambil-alih oleh AETRA. Padahal seluruh infrastruktur PAM dari
> jaringan pipa di Jakarta atau pun fasilitas penyaringan air sudah
> dibangun oleh BUMD PAM Jaya. Namun TPJ tetap merugi padahal perbaikan
> untuk meningkatkan mutu air PAM nyaris tidak ada.
>
> http://infoindonesia.wordpress.com/2009/08/26/siapa-bilang-swasta-tidak-bisa-rugi-atau-bangkrut/
> http://infoindonesia.wordpress.com/2009/05/25/apa-itu-neoliberalisme/
>
> http://infoindonesia.wordpress.com/2009/07/30/siapa-bilang-bumn-selalu-rugi-dan-harus-diprivatisasi/
>
> ===
> Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
> http://media-islam.or.id
> Milis Ekonomi Nasional: 
> ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com<ekonomi-nasional-subscribe%40yahoogroups.com>
>
> ----- Pesan Asli ----
> > Dari: Harlizon MBAu <harli...@gmail.com <harlizon%40gmail.com>>
> > Kepada: ekonomi-nasional@yahoogroups.com<ekonomi-nasional%40yahoogroups.com>
> > Cc: indone...@nextbetter.net <indonesia%40nextbetter.net>
> > Terkirim: Jum, 12 Februari, 2010 14:42:15
> > Judul: Re: [ekonomi-nasional] Tantangan BUMN 2010: Tranparansi: teori
> khayalan dari mana?
> >
> > Om infobank,
> >
> > Semoga pembenahannya akan baik buat BUMN ybs dan rakyat Indonesia...
> > Saya juga ex-bumn, barangkali bisa dibilang ex bumn terbaik di
> Indonesia...
> > Juga banyak menghabiskan waktu kerja di pengembangan bisnis Internasional
> > (dan lokal)...
> > Yang saya mau tanyakan, darimana dapat doktrin "privatisasi" akan lebih
> > transparant?
> > Juga, darimana dapat teori khayalan bahwa "transparansi" adalah selalu
> lebih
> > baik?
> > Coba kita lihat BUMN-BUMN atau perusahaan publik yang menyimpan dananya
> di
> > Bank Century...
> > Pertanyaannya, atas dasar pertimbangan benefit bisnis apa mereka dulu
> > menyimpan dananya disana?
> >
> > Kenapa anda tidak membandingkannya dengan BUMN Singapore yang sebahagian
> > besarnya dikuasai negara?
> > Bukankan agenda privatisasi justru memperlihatkan "ketidak mampuan
> > pemerintah" mengatur ?
> > Kalau banar-benar anda pelajari, dalam berdiri dan beroperasinya BUMN
> > mendapat begitu banyak "priviledge" dari negara (yang notabene adalah
> > pemberian asset-asset milik masyarakat banyak)...
> > Apalagi jika banyak daiantara asset-asset ini yang tidak ikut dihitung
> dalam
> > proses penjualannya...
> > Atas dasar apa asset-asset milik bersama ini kemudian di berikan kepada
> > "pribadi-pribadi"?
> >
> > Bagaimana kalau transparansi ditawarkan dimulai dari perbankan dahulu?
> > Misalnya membuka rekening-rekening pejabat atau para penyedot kekayaan
> > negara ini?
> > Atau setidaknya, mengumumkan grafik distibusi rekening para nasabah
> > berdasarkan segmennya?
> >
> > Sudahlah, tipu-tipu seperti ini sudah banyak orang yang tahu...
> > Saya khawatir, orang banyak yang ketipu bisa lebih ganas lagi..
> >
> > Jika menterinya betul-betul menginginkan bumn bagi kesejahteraan rakyat
> > Indonesia,
> > barangkali strateginya banyak yang perlu di perbaiki...
> > Banyak teman-teman dari BUMN yang cukup piawai untuk bisa membantu
> beliau...
> > Dan lebih lama pengalamannya di BUMN dibanding sang menterinya sendiri...
> >
> > Salam Z
> >
> > 2010/2/11 Infobank infobanknews.com
> >
> > > http://www.infobanknews.com/index.php?mib=mib_news.detail&id=1593
> > > Tanggal: 11 Februari 2010 - 14:49 WIB
> > > Sumber: infobanknews.com
> > >
> > > Suka tidak suka, kita perlu menyadari bahwa BUMN kita jauh tertinggal.
> > > Bahkan, dibandingkan dengan BUMN negara lain, khususnya BUMN negeri
> jiran
> > > yang dulu belajar dari kita. Riant Nugroho
> > >
> > > Mustafa Abubakar, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memulai
> > > pekerjaannya dengan prinsip yang patut diapresiasi: transparansi.
> Sebuah
> > > konferensi awal tahun Kementerian BUMN dengan tema “Refleksi 2009 dan
> > > Proyeksi 2010” dihelat pada awal Januari 2010.
> > >
> > > Dipaparkan bahwa target BUMN 2010, laba bersih Rp90 triliun, naik dari
> laba
> > > (prognosis) 2009 senilai Rp74 triliun, sedangkan pendapatan usaha naik
> 13%
> > > dibandingkan dengan 2009 (prognosis) senilai Rp930 triliun menjadi
> Rp1.050
> > > triliun.
> > >
> > > Menarik pendekatan yang ditawarkan Menneg BUMN, yakni mengurangi jumlah
> > > BUMN yang merugi, dari 20 BUMN menjadi 10 BUMN (separuhnya). Strategi
> yang
> > > ditawarkan, antara lain rightsizing, merger, hingga penyuntikan modal
> > > antar-BUMN.
> > >
> > > Sebelum menilik strategi yang ditawarkan Menneg BUMN tersebut, ada
> baiknya
> > > kita menilik BUMN milik negara tetangga. Salah satu yang hendak kita
> jadikan
> > > perbandingan adalah Petronas, perusahaan pertambangan minyak bumi dan
> gas
> > > alam milik Malaysia, perusahaan yang didirikan dengan belajar dari
> > > Indonesia.
> > >
> > > Fortune edisi Juli 2009 menampilkan 500 perusahaan terbesar dunia.
> Petronas
> > > berada pada ranking 80 dengan total revenue dalam rupiah sekitar Rp750
> > > triliun dan laba sekitar Rp150 triliun.
> > >
> > > Dalam hal pendapatan usaha, Petronas “seorang diri” saja sudah 75% dari
> > > total pendapatan BUMN yang ditargetkan pada 2010. Laba bersih Petronas
> pun
> > > lebih besar daripada laba seluruh BUMN yang ditargetkan pada 2010.
> > >
> > > Belum lagi dibandingkan dengan Sinopec, “Pertamina”-nya Cina yang pada
> 2009
> > > dilaporkan memiliki pendapatan usaha US$207 miliar (setara dengan
> Rp2.000
> > > triliun), mendekati aset total BUMN 2009, yaitu Rp2.150 triliun.
> > >
> > > Ada tiga pelajaran yang dapat kita petik. Satu, suka atau tidak, kita
> perlu
> > > menyadari bahwa BUMN kita jauh tertinggal. Bahkan, dibandingkan dengan
> BUMN
> > > negara lain, khususnya BUMN negeri jiran yang dahulu belajar dari kita.
> > >
> > > Saya teringat, pada pertemuan chief executive officer (CEO) BUMN di
> Bali
> > > pada 2003, seorang pejabat tinggi Petronas diundang sebagai pembicara
> untuk
> > > menceritakan kisah suksesnya.
> > >
> > > Dengan suara merendah, ia berkata, “Bagaimana saya harus bercerita,
> karena
> > > kami dulu diajari oleh Indonesia.” Saya percaya, beliau tidak bermaksud
> > > menyinggung, apalagi menyakiti. Tapi, di situ saya tetap terpukul malu.
> > >
> > > Dua, korporasi tetap korporasi. Jadi, untuk maju tetap relevan
> melakukan
> > > benchmarking kepada korporasi lain. Pernah seorang pejabat tinggi BUMN
> > > berkata, “BUMN Indonesia itu berbeda dengan BUMN di negara lain mana
> pun.
> > > Jadi, jangan pernah membuat perbandingan. Tidak ada gunanya.” Mungkin
> ada
> > > benarnya.
> > >
> > > Namun, tampaknya pelajaran terbaik untuk maju adalah belajar kepada
> yang
> > > lebih baik. Benchmarking mencegah kita terbelenggu tempurung keyakinan
> semu.
> > >
> > > Tiga, strategi yang dikemukakan di atas adalah baik. Namun,
> sesungguhnya
> > > kita memerlukan lebih dari sekadar strategi tersebut untuk membuat BUMN
> > > benar-benar menjadi korporasi yang dapat dibanggakan.
> > >
> > > Untuk itu, ditawarkan empat strategi. Pertama, reorientasi, yaitu
> > > sungguh-sungguh mengubah cara pandang tentang BUMN. BUMN adalah
> korporasi
> > > atau entitas bisnis, terlepas dari apa pun amanat kebangsaan yang
> dilekatkan
> > > kepadanya.
> > >
> > > Inti dari reorientasi adalah korporatisasi BUMN. Konsekuensinya, BUMN
> tidak
> > > boleh secara sewenang-wenang diintervensi oleh politik dan birokrasi.
> > >
> > > Penetapan direksi tidak lagi menjadi mandat tunggal dari kekuasaan
> politik
> > > dan birokrasi. Direksi tidak lagi boleh dengan sewenang-wenang
> dipanggil ke
> > > Senayan.
> > >
> > > Untuk melakukan aksi korporasi, BUMN tidak lagi harus “sowan-sowan” ke
> > > birokrasi dan menunggu “kebaikan hati” dari birokrasi untuk mengizinkan
> BUMN
> > > bersangkutan melakukan aksi korporasinya.
> > >
> > > Selama BUMN dianggap sebagai bagian dari politik dan birokrasi, BUMN
> tetap
> > > merupakan kepanjangan dari badan usaha milik naon wae. Badan usaha
> milik
> > > siapa saja, deh.
> > >
> > > Kedua, restrukturisasi, yang dimulai dengan memisahkan BUMN yang profit
> > > oriented (PO) dan non for profit oriented (NfPO). BUMN PO diarahkan ke
> > > strategi holdingisasi ke dalam 10-12 superholding.
> > >
> > > Teori bisnis klasik: size matter. Baik dalam mencari akses permodalan
> > > maupun aksi korporasi yang lain. Holding adalah sinergi, dalam hal ini
> satu
> > > tambah satu hasilnya lebih dari dua. BUMN yang siap membentuk
> superholding
> > > adalah perkebunan dan pupuk.
> > >
> > > Ketiga, profitisasi, yaitu menjadikan setiap superholding menjadi
> entitas
> > > bisnis yang memberikan laba luar biasa. Jika BUMN sudah menjadi badan
> usaha
> > > yang sehat dan memiliki laba yang besar, ia akan memberikan hasil yang
> > > optimal kepada pemegang saham pada saat diprivatisasi.
> > >
> > > Privatisasi adalah langkah keempat yang perlu dilakukan agar BUMN
> dipaksa
> > > transparan. Seperti kata pepatah, “transparency is the best
> disinfectant”.
> > > Tanpa transparansi, BUMN berpotensi terjebak ke dalam korupsi, kolusi,
> dan
> > > nepotisme (KKN).
> > >
> > > Privatisasi juga mencegah BUMN untuk dengan sewenang-wenang
> diintervensi
> > > politik dan birokrasi karena ada pemegang saham publik yang menjadi
> > > instrumen pencegahnya.
> > >
> > > Pada 2010 Kementerian BUMN dihadapkan pada agenda mempersiapkan suatu
> > > roadmap berupa strategi pemberdayaan dan pendayagunaan BUMN yang tepat,
> yang
> > > lebih dari upaya membangun BUMN, tetapi—dan ini untuk ke sekian
> > > kalinya—melakukan turn around.
> > >
> > > Tahun ini adalah pertaruhan apakah lima tahun ke depan kita akan
> memiliki
> > > BUMN yang world class corporation atau sekadar BUMN yang mampu
> memberikan
> > > pendapatan, laba, dan dividen yang lebih banyak dari tahun-tahun
> sebelumnya.
> > >
> > >
> > > Penulis adalah Direktur Institute for Policy Reform, pekerja pada BUMN
> > > Executive Club. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
>


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke