Menurut rencana, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) pada tanggal 16 s/d 20 Juni 2010 akan menyelenggarakan Munas (Musyawarah Nasional) di Jakarta.
Munas PKS ini mengagendakan pemilihan Presiden baru PKS beserta staf Kabinetnya. Walau, konon menurut kabarnya, sampai dengan saat ini belum jelas siapa saja kandidatnya. “PKS punya tradisi sendiri dalam memilih pemimpin, pemimpin adalah orang yang dimusyawarahkan Majelis Syuro”, kata Yudi Widiana, Sekretaris Panitia Pengarah Munas PKS. Munas bertema ‘PKS untuk Semua‘ yang menurut rencana akan berlangsung selama 5 hari itu, telah ditetapkan tempat penyelenggaraannya, yaitu di The Ritz Carlton Pacific Place. “Kita ingin meningkatkan citra partai”, kata Yudi Widiana, saat memberikan dasar pertimbangan dan alasan pemilihan hotel yang rata-rata tarif kamarnya itu berkisar 300-an USD per malam itu sebagai tempat Munas PKS. “Ruang serba guna hotel ini dipilih karena kapasitasnya yang sanggup menampung 8.000 orang”, kata Yudi Widiana melengkapi dasar pertimbangan dan alasan pemilihan hotel termewah di Jakarta itu. Munas yang menurut kabar akan menelan biaya lebih dari Rp. 10 Miliar itu pembiayaannya akan ditanggung secara gotong royong oleh para kadernya yang duduk sebagai anggota di lembaga legislatif. “Dana ini dibebankan kepada anggota PKS yang menjadi anggota DPR dan DPRD”, kata Yudi Widiana saat menjelaskan sumber pendanaan penyelenggaraan Munas. Berkait dengan itu, maka PKS mencetak sejarah baru menjadi parpol yang pertama kali menyelenggarakan Munasnya di di hotel super mewah, The Ritz Carlton Jakarta. Beberapa saat yang lalu pada bulan Oktober 2009, partai Golkar hanya memanfaatkan The Ritz Carlton ini untuk acara pelantikan pengurus DPP, sedangkan penyelenggaraan acara munasnya bertempat di Pekanbaru. Namun menurut Menkominfo yang berasal dari kader PKS, Tifatul Sembiring, penyelenggaraan Munas PKS yang bertempat di Hotel Ritz-Carlton itu adalah hal yang biasa saja. “Itu murah meriah. Ritz-Carlton habis bom kemarin (17 Juli 2009) paling murah”, kata Tifatul Sembiring yang mantan Presiden PKS. Akhirulkalam, semakin hari memang PKS semakin terlihat semakin sejahtera. Semoga dengan semakin sejahtera itu tidak menjadikan lupa bahwa berdasarkan nama partainya itu kata ‘keadilan’ berada didepannya kata ‘sejahtera’, bukan kata ‘sejahtera’ yang berada didepannya kata ‘keadilan’. Wallahulambishshawab. * Catatan Kaki : * Artikel bertema PKS atau Partai Keadilan Sejahtera , dapat dibaca di “PKS & Perda anti Sedekah” , “PKS atau PSK” , “Istri Pejabat PKS Sakit Ingatan” , ”Apa Kabar pak Tifatul Sembiring ?” ,“Neoliberalisasi Jilbab” , “Pembinaan Militansi kader PKS” . * Artikel bertema lainnya, diantaranya dapat dibaca di “Jatah Preman ala DPR” , “Rakyat Tuyul dan Pemimpin Pencuri” , “Gaji Lokal, Biaya Hidup standar Internasional” , “Sekolah Negeri tak Gratis, Swasta pun tetap Mahal” , “Indonesia disetrum Malaysia” , “Redenominasi dan Sanering” . * PKS makin Sejahtera http://politik.kompasiana.com/2010/05/14/pks-semakin-sejahtera/ * Sudahlah jamak jika di setiap transaksi yang melibatkan calo atau makelar biasanya disisihkan sejumlah dana atau fee bagi jatahnya si makelar atau calo sebagai perantaranya. Disamping itu, dikalangan para pengusaha yang bergelut dalam dunia bisnis juga dikenal istilah jatah preman. Demi keamanan dan kelancaran usahanya dari ulah gangguan kelompok pengganggu, mereka menyediakan sejumlah dana atau fee bagi jatah preman. Fee bagi makelar dan calo ini lain dengan fee bagi jatah preman. Jika fee calo makelar itu biasanya diberikan berdasarkan prosentase tertentu atas sebuah transaksi yang didalamnya melibatkan jasa perantaraan si makelar itu, maka dalam fee jatah preman biasanya diberikan rutin pada suatu kurun waktu tertentu yang besarannya berdasarkan kesepakatan atau bisa juga berdasarkan permintaan si preman itu. Entah apakah berhubungan dengan soal jatah fee makelar atau dengan soal jatah fee preman atau entah soal jatah apa, baru-baru ini Komisi XI DPR RI meminta sejumlah uang tertentu berkaitan dengan soal penerimaan pajak. Dalam soal penerimaan pajak ini memang dikenal adanya pengkhususan besarnya gaji khusus bagi para aparat pegawai pajak berhubungan dengan pekerjaannya yang memungut pajak dari rakyat. Bisa jadi ada kemungkinan berkait dengan logika itulah maka Komisi XI DPR RI juga mengajukan imbalan sejumlah Rp. 2 Trilyun berkait dengan optimalisasi penerimaan pajak yang sebesar Rp. 11 triliun. “Komisi XI kan sudah berhasil melakukan optimalisasi dari Pajak sebesar Rp11 triliun, wajar kalau Komisi XI meminta Rp2 triliun digunakan untuk program atau kegiatan yang dialokasikan di daerah pemilihan masing-masing anggota Komisi XI”, kata Achsanul Qosasih, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI yang berasal dari fraksi partai Demokrat. “Jumlah anggota Komisi XI 53 orang, alokasi untuk dapil anggota Komisi XI, itu sudah kami sepakati dengan pemerintah. Tapi kesepakatan itu tidak diabaikan Badan Anggaran dengan alasan tidak ada dasar hukumnya”, kata politisi dari partai Demokrat ini. “Kalau dibilang tak punya dasar hukum, Komisi Komisi lain mengalokasikan anggaran untuk suatu proyek/program yang dialokasikan untuk satu tempat, apa dasar hukumnya? Itu kan tergantung kesepakatan. Kalau Komisi XI dan Pemerintah sudah sepakat, kenapa Badan Anggaran tidak menyetujuinya”, kata anggota DPR dari partai Demokrat ini. Berkait dengan itu, jika dipikir-pikir secara mendalam maka benar juga bahwa dasar hukum sebuah pengalokasian sesuatu anggaran atau sejumlah fee tertentu atau sebuah pengkhususan renumerasi itu memang pada hakikatnya pada awalnya adalah berdasarkan sebuah kesepakatan. Maka, jatah Rp. 2 Trilyun yang diminta oleh Komisi XI DPR RI itu secara logikanya termasuk di soal jatah fee makelar atau soal jatah fee preman atau soal jatah pengkhususan seperti layaknya para pegawai pajak ?. Wallahualambishswab. * Catatan Kaki : * Artikel dengan tema bahasan yang lainnya antara lain dapat dibaca di “Sri bakal Mutung ?” , dan di “Penangkapan Susno & Peran SBY” , serta di “Sekolah Negri tak Gratis, Swasta pun tetap Mahal” . * Jatah Preman ala DPR http://politik.kompasiana.com/2010/05/13/jatah-preman-ala-dpr/ * [Non-text portions of this message have been removed]