----- Original Message -----
From: <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, March 09, 2001 4:40 PM
Subject: Fw: AWAL KERUSUHAN SAMPIT..


>
> ----- Forwarded by Herni Restuningsih/JKT/ID/RoyalSun on 03/09/01 12:46 PM
> -----
>
>                     Novera
>                     Anellita             To:     Herni
>
Restuningsih/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt, Latifah
>                     03/09/01
Budiarti/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt
>                     12:18 PM             cc:
>                                          Subject:     Fw: AWAL KERUSUHAN
SAMPIT..
>
>
>
>
>
> (Embedded image moved to file: pic13956.pcx)
> ----- Forwarded by Novera Anellita/JKT/ID/RoyalSun on 09/03/2001 11:21 AM
> -----
>
>                     Wiwied
>                     Widarnarni           To:     Novera
>
Anellita/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt, David
>                     09/03/2001
Silaen/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt, Masri
>                     04:53 AM
Abdulgani/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt, Swastika
>
Ridayatma/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt, Zefilia
>
Saiman/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt, Susie
>
Tanudjaja/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt, Richard
>
Tutupoly/JKT/ID/RoyalSun@RoyalSunInt
>                                          cc:
>                                          Subject:     Fw: AWAL KERUSUHAN
SAMPIT..
>
>
>
>
>
> ----- Forwarded by Wiwied Widarnarni/JKT/ID/RoyalSun on 09/03/2001 11:55
> -----
>
>                     "Ananta"
>                     <ananta@timor        To:     "Ibu Agung"
>                     .co.id>
<[EMAIL PROTECTED]>, "Anna"
>                                          <[EMAIL PROTECTED]>
>                     09/03/2001           cc:
>                     10:43                Subject:     Fw: AWAL KERUSUHAN
SAMPIT..
>
>
>
>
>
>
> "THIS MESSAGE ORIGINATED ON THE INTERNET - Please read the detailed
> disclaimer below"
>
> ----------------------------------------------------------------------
>
>
> -----Original Message-----
> From: Sigit Susanto <[EMAIL PROTECTED]>
> To: Ananta <[EMAIL PROTECTED]>
> Date: 09 Maret 2001 23:19
> Subject: Fw: AWAL KERUSUHAN SAMPIT..
>
>
> >
> >-----Original Message-----
> >From: sandra <[EMAIL PROTECTED]>
> >To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>; Sigit Susanto
> <[EMAIL PROTECTED]>
> >Date: 09 Maret 2001 22:33
> >Subject: Fw: AWAL KERUSUHAN SAMPIT..
> >
> >
> >>
> >>Sent: Friday, March 09, 2001 7:24 AM
> >>Subject: AWAL KERUSUHAN SAMPIT..
> >>
> >>
> >>>
> >>> Kamis, 08/03/2001 - 22:11 WIB
> >>> Mengungkap Akar Kerusuhan Sampit (1)
> >>>
> >>> Madura Sempat Dua Hari Kuasai Kota
> >>>
> >>>
> >>>
> >>> Bahari, Sampit
> >>> Kerusuhan Sampit dengan korban ratusan jiwa ternyata hanya bermula
dari
> >>> perkelahian siswa SMK di Baamang. Perkelahian itu melibatkan anak
warga
> >>> Dayak dan Madura. Perkelahian siswa itulah,
> >>> yang kemudian memicu konflik antarkeluarga, antaretnis, hingga
> >pembantaian
> >>> sampai pengusiran puluhan ribu warga Madura.
> >>>
> >>> Anak polah, bapa kepradah. Pepatah Jawa yang berarti anak berbuat,
> orang
> >>tua
> >>> ikut terlibat ini terjadi atas diri keluarga Matayo. Warga asal Madura
> >>yang
> >>> sudah lama tinggal di Baamang, Sampit, ini tak terima
> >>> anaknya berkelahi dengan anak warga Dayak. Tapi, keterlibatan Matayo
> atas
> >>> perkelahian anaknya ini malah memicu kegeraman warga dayak. Lalu,
> >>dibuatlah
> >>> perhitungan. Minggu dini hari sekitar pukul 03.00 (18 Februari)
> >sekelompok
> >>> pemuda Dayak menyerang dan membunuh Matayo. Tiga orang anggota
> >keluarganya
> >>> ikut tewas.
> >>> Itu versi warga Madura. Versi warga Dayak agak berbeda lagi. Mereka
> >>bilang,
> >>> eksekusi terhadap Matayo dan keluarganya terjadi karena yang
> bersangkutan
> >>> sering melakukan tindak kriminal. Warga setempat pun jengkel karena
> >sering
> >>> dirugikan. Hanya empat jam, eksekusi Dayak terhadap Matayo ini
> menyebar.
> >>> Warga Madura tak bisa menerima. Sejumlah warga pendatang ini lantas
> >>> menyatroni ++++++++ Ketua Lembaga Musyawarah  Masyarakat Dayak,
Seruyan
> >>> Tengah, untuk membalas dendam.
> >>> Lengkap dengan berbagai senjata, warga Madura ini minta +++++Iniel
> >>> menyerahkan pembunuh Matayo yang bersembunyi di rumahnya.  Mereka
> >>mengancam
> >>> akan membakar kalau pelaku tidak diserahkan.
> >>> Tapi, 39 orang di dalam rumah Iniel tidak keluar. Warga Madura mulai
> >tidak
> >>> sabar. Mereka melemparkan apa saja ke pagar dan kaca rumah. Bahkan,
ada
> >>yang
> >>> berusaha membakar rumah. Mendengar ribut-ribut, polisi datang, lalu
> >>> mengamankan 39 orang yang ada di rumah Iniel. Sebagian memang mengaku
> >>> membunuh Matayo. Tapi, warga Madura tidak puas dan mengarahkan
> amarahnya
> >>ke
> >>> warga Dayak yang lain.  Beberapa rumah warga Dayak dibakar. Nasib
> tragis
> >>> dialami Jihan atau  Seyan, seorang purnawirawan TNI AD. Seyan beserta
> >>+++++
> >>> ketujuh anak dan cucunya yang kabarnya masih kerabat Iniel dibakar
> >>> hidup-hidup dalam rumahnya.  Sejak hari itu, warga Madura menguasai
> >>Sampit.
> >>> Dengan  mengacung-acungkan senjata, puluhan warga Madura pawai
keliling
> >>> kota. Mereka menggunakan berbagai kendaraan, mulai roda dua sampai
roda
> >>> empat.
> >>> Mereka tak hanya berpawai. Setiap bertemu warga Dayak, mereka mengejar
> >dan
> >>> membunuhnya. Sedikitnya, sepuluh rumah dibakar. ++++++ Tujuh orang
> tewas
> >>> saat warga Madura menguasai Sampit.
> >>> Bahkan, seorang ibu muda hamil tujuh bulan ikut dibunuh dengan dirobek
> >>> perutnya. "Itu fakta," kata Bambang Sakti, tokoh muda Dayak asal
Sungai
> >>> Samba.
> >>> Situasi itu membuat Sampit Minggu malam mencekam. Listrik padam total.
> >>> Pembakaran di perkampungan warga di Jalan Baamang berlangsung
sporadis.
> >>> Pengungsi mulai membanjiri gedung pertemuan di depan rumah jabatan
> bupati
> >>> sampit. Tapi, kemudian dialihkan ke kantor bupati.
> >>> Yang mengungsi bukan hanya warga Madura. Juga Dayak dan Cina. Mereka
> >>> berdesak-desakan mengungsi. Ini terjadi karena mereka belum tahu betul
> >>siapa
> >>> yang menguasai jalanan di Sampit malam itu:
> >>> Madura atau Dayak.  Di pengungsian, Madura dan Dayak malah rukun.
"Saya
> >>saat
> >>> itu ikut mengungsi,&rsquo; ujar seorang wartawan lokal. Untuk
> menghadang
> >>> orang Dayak keluar-masuk Sampit, warga Madura melakukan penjagaan di
> >>> pertigaan Desa Bajarum yang mengarah kota Kecamatan Kota Besi.
> Penjagaan
> >>> juga terjadi di Perenggean, Kecamatan Kuala Kuayan, dan desa-desa
> >>pedalaman
> >>> Hilir Mentayan. Selama berpawai itu, warga Madura terus
> berteriak-teriak
> >>> mencari tokoh Dayak. "Mana Panglima Burung? Mana tokoh Dayak?" tantang
> >>> mereka. Tak hanya itu, seorang tokoh Madura melakukan orasi lewat
> >pengeras
> >>> suara, "Sampit akan jadi Sampang kedua, Sampit jadi Sampang Kedua".
> >>> Mereka juga memasang spanduk: Selamat datang orang Dayak di kota
> Sampang,
> >>> Serambi Mekkah. "Spanduk itu yang kami cari sekarang," kata Bambang
> >Sakti.
> >>> Bambang juga bilang telah menemukan sejumlah bom di rumah-rumah warga
> >>> Madura. "Ini bukan isapan jempol," tuturnya. Sedikitnya, pasukan Dayak
> >>sudah
> >>> menyerahkan 300 bom yang ditemukan di
> >>> rumah warga Madura. Begitu juga beberapa pucuk pistol. "Tidak tahu
> >>bagaimana
> >>> tindak lanjutnya," jelasnya. Kabarnya, bom-bom itu dirakit di Jawa,
> lalu
> >>> dikirimkan ke Sampit. Tapi, sumber Jawa Pos menyebutkan, bom rakitan
> >>dibuat
> >>> di Sampit. Lalu, didistribusikan ke berbagai warga Madura di
kecamatan.
> >>> Mereka bilang bom itu untuk mempertahankan diri jika sewaktu-waktu
> >>diserang
> >>> warga Dayak. Tapi, karena bom itu pula, 112 warga Madura di Kecamatann
> >>> Perenggean dibantai di lapangan kecamatan. Ini setelah warga Dayak
> >>menemukan
> >>> bom di rumah seorang warga Madura.
> >>> Melihat aksi penguasaan warga pendatang itu, warga Dayak tak tinggal
> >diam.
> >>> Mereka lantas membawa bala bantuan pasukan dari Dayak pedalaman. Warga
> >>Dayak
> >>> yang tiba lebih dulu melakukan perlawanan sporadis.
> >>> Selasa malam (20 Februari), peta kekuatan mulai berbalik. Warga Dayak
> >>> pedalaman dari berbagai lokasi daerah aliran sungai (DAS) Mentaya,
> >seperti
> >>> Seruyan, Ratua Pulut, Perenggean, Katingan Hilir, bahkan Barito
> >>berdatangan
> >>> ke kota Sampit melalui hilir Sungai Mentaya dekat pelabuhan.  Pasukan
> >>Dayak
> >>> pedalaman yang rata-rata berusia muda tak lebih 25 tahun membekali
diri
> >>> dengan berbagai ilmu kebal. Jumlahnya sekitar sekitar 320 orang.
> Pasukan
> >>itu
> >>> lalu menyusup ke daerah Baamang dan sekitarnya, pusat permukiman warga
> >>> Madura.  Meski dalam jumlah kecil, kemampuan bertempur pasukan khusus
> >>Dayak
> >>> sangat teruji. Buktinya, mereka mampu memukul balik warga Madura yang
> >>> terkosentrasi di berbagai sudut jalan Sampit. Dengan ilmu kebal,
mereka
> >>> melawan ribuan warga Madura. Bahkan, mereka sanggup menghadapi bom
yang
> >>> banyak digunakan warga Madura.  Dalam bentrok terbuka, seorang warga
> >>Madura
> >>> melemparkan bom ke arah pasukan Dayak. Tapi, bom dapat ditangkap dan
> >>> dilemparkan kembali ke arah kerumunan Madura. Meledak. Puluhan warga
> >>Madura
> >>> tewas seketika.
> >>> Selain kebal senjata, pasukan Dayak pedalaman tidak mempan ditembak.
> >>Mereka
> >>> justru memunguti peluru untuk dikantongi. Karena itu, polisi juga
> keder.
> >>> Sejak itu, mental Madura pun langsung down.
> >>> Strategi yang diterapkan warga Dayak dalam serangan balik cukup jitu.
> >>Selain
> >>> masuk lewat Baamang, sekitar empat perahu penuh pasukan dayak tidak
> >>langsung
> >>> merapat ke bibir sungai.
> >>> Mereka berhenti di seberang sungai Mentaya. Baru berenang menuju kota
> >>> pinggir sungai di tepian kota Sampit. Strategi ini untuk menghindari
> >>> pengawasan orang Madura. Lantas, secara tiba-tiba, mereka muncul dan
> >>> menyerang permukiman Madura.
> >>> Madura pun dibuat kocar-kacir. Pasukan Dayak pedalaman terus bergerak
> ke
> >>> kantong-kantong tokoh Madura. Seperti, Jalan Baamang III, Simpong atau
> >>> dikenal Jalan Gatot Subroto, dan S. Parman. Rumah tokoh Ikatan
Keluarga
> >>> Madura (Ikama) Haji Marlinggi yang cukup megah di Jalan DI Panjaitan
> tak
> >>> luput dari sasaran. Banyak pengawal penguasa Pelabuhan Sampit itu yang
> >>> terbunuh. Sebagian lari. Sejumlah becak bekas dibakar berserakan di
> >>halaman
> >>> rumah yang hancur.
> >>> Rumah tokoh Madura lain seperti Haji Satiman dan Haji Ismail juga
> >>> dihancurkan. Tidak terkecuali rumah Mat Nabi yang dikenal sebagai
> jagonya
> >>> Sampit. Padahal, rumah tokoh-tokoh Madura yang berada di Sampit,
> Samuda,
> >>> maupun Palangkaraya tergolong cukup mewah. Serangan pasukan inti Dayak
> >>> kemudian diikuti warga Dayak lain. Mereka mencari rumah dan warga di
> >>> sepanjang kota Sampit. Ratusan warga Madura dibunuh secara
mengenaskan,
> >>lalu
> >>> dipenggal kepalanya.
> >>> Hari-hari berikutnya gelombang serangan suku Dayak terus berdatangan.
> >>> Bahkan, sebelum menyerang, seorang tokoh atau panglima Dayak lebih
dulu
> >>> membekali ilmu kebal kepada pasukannya.  Karena itu, saat melakukan
> >>> serangan, biasanya mereka berada dalam alam bawah sadar.
> >>> Uniknya, mereka juga dibekali indera penciuman tajam untuk membedakan
> >>orang
> >>> Madura dan non-Madura. "Dari jarak sekitar 200 meter, baunya sudah
> >>tercium,"
> >>> ++++ ujar
> >>> Itu tak berlebihan. Saat ada evakuasi, di tengah jalan seorang warga
> >>Madura
> >>> disusupkan. Dia dikelilingi warga non-Madura. Sebelum masuk ke loksi
> >>> penampungan, mereka kena sweeping Dayak. Meski orang itu
> >>> ada di tengah pengungsi, masih juga tercium dan disuruh turun. Tanpa
> >>ampun,
> >>> laki-laki tadi dibantai.
> >>> Agar serangan ke perkampungan Madura terkendali, para komando warga
> Dayak
> >>> menggunakan Hotel Rama sebagai pusat komando penyerangan. Bahkan, di
> >hotel
> >>> itulah pasukan diberi ramuan ilmu kekebalan oleh para panglima.  Saat
> >>> digerebek, aparat menemukan beberapa kepala manusia. Tapi, para
> tokohnya
> >>> sempat meloloskan diri. Kini, di depan hotel bertingkat dua itu
> >>dibentangkan
> >>> police line.
> >>> Berada di atas angin, pasukan Dayak lalu melebarkan serangan ke
> berbagai
> >>> kota Kecamatan Kotawaringin Timur. Sasaran pertama, Samuda, ibu kota
> >>> Kecamatann Mentaya Hilir Selatan, dan Parebok yang banyak dihuni warga
> >>> Madura. Samuda dan Parebok jadi sasaran setelah Sampit karena banyak
> >tokoh
> >>> Madura tinggal di daerah itu. Di Parebok juga ada Ponpes Libasu Taqwa.
> >>> Ponpes yang diasuh Haji Mat Lurah ini juga dijadikan tempat berlindung
> >>> banyak warga Madura.
> >>> Warga Madura di kecamatan lain pun tidak lepas dari buruan. Misalnya,
> >>Kuala
> >>> Kuayan. Ratusan korban jatuh dengan kepala terpenggal. Kini, warga
> Dayak
> >>> praktis menguasai hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Kecuali
> >>> Pangkalan Bun. Kota ini aman karena hampir tak ada warga Madura yang
> >>tingga
> >>> di semua kota kecamatan.  Penghuninya, saat itu, banyak yang lari
> >>> menyelamatkan diri ke hutan, +++++ baik Palangkaraya, Sampit, maupun
> >>Samuda.
> >>> ..........
> >>>
> >>> (sampai di sini dulu, lanjutnya besok)
> >>>
> >>> +++++++++++++++++++
> >>> Sebenarnya, jauh sebelum kasus Sampit mencuat, sekitar 118 kilometer
ke
> >>arah
> >>> Palangkaraya, tepatnya di Desa Kerengpangi, Kecamatan Katingan Hilir
> >>terjadi
> >>> pembantaian tokoh pemuda Dayak setempat. Namanya, Sendung. Tepatnya,
di
> >>> lokalisasi WTS Kerengpangi.
> >>> Pada dini hari, sekitar pukul 01.00 WIB (16 Desember 2000). Sendung
> >datang
> >>> ke lokasi perjudian. Saat itu ,ada tiga warga Madura Mat Sura, Kacung
> dan
> >>> Mat Suki sedang main judi dadu gurak.
> >>> Sebenarnya, antara Sendung dan ketiga warga Madura itu sudah saling
> >kenal.
> >>> Sendung dikenal sebagai tokoh pemuda Dayak yang disegani. Sedangkan
> tiga
> >>> Madura tadi dikenal sebagai penguasa lokalisasi.
> >>> Tiba-tiba, tangan Sendung menyenggol badan Mat Sura. Entah dipengaruhi
> >>> minuman atau balas dendam, Mat Sura tidak terima. Cekcok lantas tak
> bisa
> >>> dihindari. Emil, pemuda Dayak, saat itu berusaha melerai. Tapi, tak
> >>> dihiraukan. Mereka tetap saja cek cok. Kacung, salah satu teman Mat
> Sura
> >>> pulang ke rumah sekitar 75 meter dari lokasi semula untuk mengambil
> >>celurit.
> >>> Begitu sampai, tanpa ba bi bu lagi, Kacung membacokan ke tubuh
Sendung.
> >>> Sendung yang juga dikenal jagoan berusaha melawan. Tapi, karena
> >>> dikoroyok, Sendung pun tersungkur dengan tiga luka bacok. Dada, leher
> dan
> >>> perut. Sedangkan warga sekitarnya takut melerai. Versi keluarga
Sendung
> >>> berbeda. Kepada Jawa Pos, diceritakan bahwa saat itu, Sendung dijemput
> >>> beberapa orang ke lokalisasi. Kabarnya, ada judi. Sendung yang selama
> ini
> >>> getol melarang perjudian dadu gurak di wilayahnya datang. Tapi, Dewi,
> >>istri
> >>> Sendung sudah membaca sepertinya ada rekayasa penciptaan suasana agar
> ada
> >>> bentrokan. "Makanya, begitu warga Madura tersenggol langsung cek cok,"
> >>jelas
> >>> salah satu keluarga Sendung.
> >>> Esoknya, warga Dayak geger. Mereka pun ramai-ramai mencari tiga warga
> >>Madura
> >>> yang membunuh Sendung. Tapi, ketiganya sudah lolos. Untuk melampiaskan
> >>> kekesalnya, warga dayak membakari rumah karaoke, tempat perjudian,
> warung
> >>> makan dan rumah.   Saat itu, ada sekitar 16 rumah ludes dilalap api.
> >>> Lokalisasi itu sebetulnya milik Akong. Namun, pengelolaannya
> sehari-hari
> >>> dipercayakan kepada tiga warga Madura tesebut. Kini, Akong melarikan
> diri
> >>> setelah terjadi insiden itu.  Warga makin dongkol karena polisi
> >sepertinya
> >>> membiarkan pelakunya lolos. Bahkan, mereka mendengar kabar kalau sudah
> >>kabur
> >>> ke Pulau Madura. Kedongkolan warga Dayak makin memuncak karena itu
> bukan
> >>> kasus yang pertama.
> >>> Setiap kali, ada warga Madura membunuh warga Dayak selalu lolos dan
> lari
> >>ke
> >>> Madura. Kalau pun masuk bui tidak lama. Kawan atau keluarganya bisa
> >>menebus.
> >>> "Makanya, kekesalan warga Dayak sudah memuncak," kata tokoh Dayak
> Sabran
> >>> Akhmad kepada Jawa Pos.
> >>> Kerengpanggi sebenarnya hanya dusun kecil di tepi jalan raya Tjilik
> >Riwut,
> >>> Palangkaraya Sampit. Tepatnya, di kilometer 99 jalan Cilik Riwut.
Tapi,
> >>> setelah ditemukan tambang emas sekitar tahun 1980-an,
> >>> dusun yang sepi mulai menggeliat.  Warga luar berdatangan mendulang
> emas.
> >>> Tidak terkecuali warga
> >>> Madura. Apalagi, sekitar tahun 1996 Sjamsul Nursalim lewat PT Ampahit
> Mas
> >>> Perdana membuka pendulangan emas secara besar-besran.
> >>> Dusun yang semula tenang menjadi ramai dengan hadirnya pasar, toko,
> >>karaoke,
> >>> mini market, bar, yang dilengkapi lokalisasi WTS. Seiring bertambahnya
> >>warga
> >>> yang mendulung emas, angka kriminalitas makin meningkat.  Tiada hari
> >tanpa
> >>> perkelahian. Umumnya melibatkan warga Dayak dan Madura. Bahkan,
> >>Perengpangi
> >>> biasa disebut Texas-nya Kalteng. Pencurian, perkelahian, perampokan,
> >>> perebutan tanah adalah hal bisa di Krengpangi.
> >>> Terhadap kenyataan itu, aparat keamanan seakan tak berdaya. Jarang
> warga
> >>> Madura yang ditangkap akibat tindak kriminalnya. "Kekesalan itu
menjadi
> >>> terakumulasi hingga menimbulkan dendam kesumat bagi warga Dayak,"
> tandas
> >>> Sabran.
> >>> Prof H.K.M.A Usop, mantan Rektor Universitas Palangkaraya yang kini
> >>sebagai
> >>> Ketua Presedium Lembaga Musyawarah Dayak Daerah Kalimantan Tengah
> >>> (KPLMDDKT), mengakui kalau banyak pelanggaran, tindakan kriminal yang
> >>> merugikan harta dan nyawa orang Dayak.
> >>> Sebetulnya, setiap kali terjadi bentrok selalu diakhiri perdamaian.
> Tapi,
> >>> setiap kali pula warga Madura melanggarnya. Begitu seterusnya. "Paling
> >>tidak
> >>> sudah ada 15 kali perdamaian. Tapi, hasilnya sama
> >>> selalu dilanggar warga Madura," kata Usop saat pertemuan tokoh
> masyarakat
> >>> Dayak dengan DPRD Kalteng.  Bahkan, saat pembuatan jalan
> >>> Palangkaraya-Kasongan terjadi bentrok Dayak-Madura, tepatnya di Bukit
> >Batu
> >>> tahun 1983. Setelah bentrokan reda, dibuatlah perdamaian antara tokoh
> >>Dayak
> >>> dengan tokoh Madura.   Ada satu poin penting dalam perjanjian itu.
> Yakni,
> >>> Warga Madura dengan sukarela akan meninggalkan Kalimantan Tengah jika
> >>> melakukan pertumpahan darah terhadap warga dayak. Tapi, berkali-kali
> ada
> >>> pertumpahan darah warga Madura jangankan pergi tapi makin banyak
> >>berdatangan
> >>> ke Kalimantan. "Dokumen itu yanh kini sedang kami cari," tambha Usop.
> >>> Tragedi pertumpahan darah di Kalimantan terjadi tahun 1967, pasca G 30
> >>> S/PKI. Tragedi itu tak lepas dari ekor G 30 SPKI. Saat itu
pemerintahan
> >>> Soeharto menuduh Cina di Kalimantan Barat adalah komunis.
> >>> Untuk mengenyahkan Cina komunis, Soeharto menggunakan salah satu etnis
> >>Dayak
> >>> untuk membunuh Cina yang komunis dan pendukung Pasukan Gerilyawan
> Serawak
> >>> (PGRS). Korban pun berjatuhan sebanyak 300 orang. Selebihnya, ratusan
> >ribu
> >>> Cina diungsikan. Setelah itu, bentrokan Dayak tidak dengan Cina, tapi
> >>dengan
> >>> Madura. Dayak menuding perilaku warga Madura tak terpuji. Suka
> kekerasan,
> >>> dan sering melakukan tindakan kriminal yang banyak merugikan warga
> Dayak.
> >>> Bentrokan kecil dan besar antara dayak dan Madura di Kalimantan Tengah
> >>sejak
> >>> 1983 sudah terhitung 15 kali. Tapi, selalu berakhir perdamaian.
Sebelum
> >>> kasus Kerengpangi dan Sampit, bentrokan besar terjadi tahun 1996 dan
> 1997
> >>di
> >>> Sangauleudo di Kalbar maupun Sambas. Dimana dua warga dayak ditusuk
> >>sam,pai
> >>> tewas oarang Madura. Kerusuhan pun pecah, sedikitnya 1000 korban
tewas.
> >>Dan
> >>> sebnayka 2000 warga Madura diungsikan. (bh)
> >>>
> >>>
> >>>
> >>> 'Kuluk,... Kuluk,... Kuluk...',
> >>> Esoknya Semua Tanpa Kepala
> >>>
> >>>
> >>>
> >>> BOHONG, kalau Gubernur Kalteng Asnawi Agani mengatakan orang Madura
> yang
> >>> tewas 200 orang, meskipun itu informasi yang datang dari Posko Sampit.
> >Hal
> >>> ini dikatakan sejumlah orang Madura yang ikut naik KRI Teluk Ende 517.
> >>Dalam
> >>> pelayaran menyusuri Sungai Mentaya (70 km), ABK dan pengungsi bisa
> >melihat
> >>> puluhan mayat yang mengapung di sepanjang sungai, dan sejumlah
bangunan
> >>> rumah warga Madura dan Pasar Sampit/Pasar Ganal yang tinggal temboknya
> >>yang
> >>> hangus.
> >>> Dikatakan seorang pengungsi yang bekerja di penggergajian kayu, PT
> >>Sempagan
> >>> Raya Sampit, Abdul Sari (30), bahwa yang tampak di sungai saja ada
> >puluhan
> >>> yang mengapung dan tersangkut di pinggir. Sementara yang hanyut dan
> >>> tenggelam lebih dari 200 warga etnis Madura. "Ini baru yang di sungai,
> >>belum
> >>> yang terserak di pinggir sepanjang Jl. Masjid Nur Agung saja tidak
> kurang
> >>> dari 200 mayat," katanya.
> >>> Sementara di Jl. Sampit Pangkalan Bun, saat ini masih banyak mayat
yang
> >>> bergelimpangan di tepi jalan. Mayat-mayat itu hanya ditutupi dengan
> batu
> >>> koral yang dibungkus karung sak. Tidak ada yang menolong untuk
> >dimakamkan,
> >>> kami tidak mungkin untuk melakukan itu. Sedang untuk bisa lolos dari
> >>kejaran
> >>> dan tebasan mandau Dayak saja sudah bersyukur.
> >>> Abdul Sari juga mengatakan, sekarang pasukan Dayak tidak lagi
> membedakan
> >>> siapa yang akan dibunuh. Awalnya yang diserang hanya etnis Madura,
tapi
> >>kini
> >>> semua pendatang, termasuk orang Jawa, dan Cina. Mereka bukan hanya
> >ditebas
> >>> lehernya saja, tapi juga dipenggal jadi beberapa potong.
> >>> Di mata etnis Madura, polisi setempat sudah kehilangan kepercayaannya
> >>lagi.
> >>> Mereka (warga etnis Madura) mengaku, siangnya di sweeping dan
> senjatanya
> >>> disita petugas, dan mereka (petugas) mengatakan, semua sudah aman dan
> >>tidak
> >>> ada apa-apa lagi. Maka warga etnis Madura di Jl. Sampit Pangkalan Bun
> >>> tenang-tenang saja dan percaya pada petugas. Ternyata malamnya diawali
> >>> dengan suara kuluk,... kuluk,... kuluk,... sebentar kemudian pasukan
> >Dayak
> >>> muncul dan membunuhi warga Madura.
> >>> Tidak ada yang tersisa, mereka yang menyerah maupun yang lari dibunuh.
> >>> Umumnya mereka diserang pada malam hari, ratusan Dayak dengan suara
> >>> kuluk..., kuluk..., sambung-menyambung muncul dari segala penjuru.
> >Esoknya
> >>> warga etnis Madura mati mengenaskan dengan badan tanpa kepala lagi.
> >>> Parebuk
> >>> Menurut warga etnis Madura yang ikut KRI Teluk Ende, Sopian (56),
warga
> >>yang
> >>> banyak mati dari daerah Parebuk, Semuda. Karena warga Madura yang ada
> di
> >>> sini tidak menghindar tapi melakukan perlawanan sengit. "Saat ini di
> sana
> >>> yang tersisa tinggal wanita dan anak-anak," kata Sopian.
> >>> Sopian yang datang ke pengungsian dengan jalan menyusuri sungai
> >>mengatakan,
> >>> dia berjalan sambil sembunyi-sembunyi di antara pohon hutan yang cukup
> >>> lebat. Ternyata setelah 7 hari di pengungsian ia hanya melihat
beberapa
> >>> warga Madura dari Semuda. Berarti ada sedikitnya 500 orang Madura yang
> >>tewas
> >>> melawan Dayak di Semuda. "Kalau masih hidup seharusnya perjalanan
> mereka
> >>> tidak lebih dari satu atau dua hari saja," kata Sopian.
> >>> Sopian bersama pengungsi lain yang ada di pengungsian pun mengaku
masih
> >>> dibayang-bayangi pasukan suku Dayak. Bahkan ada isu bahwa kamp
> >pengungsian
> >>> di halaman Pemda Sampit akan diserbu oleh Dayak. Hal ini membuat warga
> >>> Madura yang ada di pengungsian menjadi resah, di samping mereka sudah
> >>> ketakutan, juga mereka sudah tidak memiliki senjata lagi.
> >>> Menurut Kilan, sejumlah orang Dayak membawa mayat orang Madura dengan
> >>> geledekan keliling kota. Tidak sampai di situ, geledekan yang berisi
> >orang
> >>> Madura ditinggal begitu saja di depan Polres Sampit, Jl. Sudirman.
> >>> Kekesalan warga Madura terhadap oknum polisi di Polsek Jl. Ba Amang
> >Tengah
> >>> semakin menjadi, seperti yang diungkapkan oleh Somad yang mendatangi
> >>kantor
> >>> Polsek. Ia minta perlindungan setelah dikejar-kejar oleh sekitar 50
> >Dayak,
> >>> Somad minta diantar ke tempat pengungsian. Kapolsek bukannya menolong
> >tapi
> >>> justru memanggil Dayak yang ada di sekitar situ.
> >>> Somad mengaku lari ke belakang, dengan melompat lewat pintu belakang
> >>Polsek
> >>> ia akhirnya lolos lari ke semak-semak. Ia sempat merangkak sejauh 300
m
> >>> sebelum lepas dari kejaran Dayak dan lari ke hutan. Dari hutan ini ia
> >>> menyusuri tepian hutan dan akhirnya sampai ke tempat pengungsian. Ia
> pun
> >>> bersyukur karena bisa ketemu dengan anak istrinya.
> >>> Seorang pengungsi, Choiri (40), dari Pasuruan mengatakan, ada
peristiwa
> >>yang
> >>> sangat mengenaskan dari daerah Belanti Tanjung Katung, Sampit.
Sebanyak
> 4
> >>> truk pengungsi Parengkuan yang dibawa oleh orang yang mengaku petugas
> >>dengan
> >>> mengatakan akan dibawa ke tempat penampungan pengungsi di SMP 2,
> akhirnya
> >>> dibantai habis. Ternyata mereka yang mengaku petugas adalah pasukan
> >Dayak,
> >>> orang Madura disuruh turun dan dibantai. "Jika tiap truk berisi 50
> >>pengungsi
> >>> berarti ada 200 pengungsi yang tewas dibantai," kata Choiri.
> >>> Choiri mengatakan, yang dibantai itu semuanya wanita dan anak-anak.
> >Begitu
> >>> jemputan yang kedua tiba, yang diangkut adalah orang laki-laki dewasa,
> >>> justru mereka selamat tidak di tempat pengungsian karena dikawal oleh
> >>Brimob
> >>> dari Jakarta.
> >>> Liar
> >>> Pengakuan seorang pengungsi, Titin (19), asli Lumajang, yang tinggal
di
> >>Jl.
> >>> Pinang 20 Sampit mengatakan, suaminya yang asli Dayak Kapuas yang kini
> >>ikut
> >>> pasukan Dayak. Ia menceritakan, suaminya pernah bercerita padanya,
> >mengapa
> >>> orang Dayak menjadi pandai berkelahi dan larinya cepat bagai kijang.
> >>> Awalnya suaminya enggan menjadi pasukan Dayak untuk membunuhi orang
> >>Madura.
> >>> Tapi karena dihadapkan pada satu di antara dua pilihan, jadi pasukan
> atau
> >>> mati, terpaksa suaminya memilih jadi pasukan Dayak. Saat itu ia
disuruh
> >>> minum cairan yang membuatnya ia menjadi berani, kemudian alisnya
> diolesi
> >>> dengan minyak yang membuat ia melihat bahwa orang Madura itu berwujud
> >>anjing
> >>> dan akhirnya harus diburu dan dibunuh.
> >>> Makanya orang Dayak tidak punya takut, tidak punya rasa kasihan, ini
> >>menurut
> >>> Titin karena sudah diberi minuman dan olesan minyak tertentu. Sehingga
> >>> mereka mirip dengan jaran kepang yang sedang kesurupan, mungkin mereka
> >>> kerasukan roh nenek moyangnya dan membunuh sesuai dengan perintah
> >panglima
> >>> perang suku Dayak. (R Dewanto Nusantoro)
> >>>
> >>>
> >>
> >>
> >
> >
>
>
>
>
> ----------------------------------------------------------------------
> The following message has been automatically added by the mail gateway
> to comply with a Royal & Sun Alliance IT Security requirement:
>
> "As this email arrived via the Internet you should be cautious about
> its origin and content. Replies which contain sensitive
> information or legal/contractual obligations are particularly
> vulnerable. In these cases you should not reply unless you are
> authorised to do so, and adequate encryption is employed.
>
> If you have any questions, please speak to your local desktop
> support team or IT security contact".
> ----------------------------------------------------------------------
>
>
>

---------------------------------------------------------------------
Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id

Kirim email ke