http://kompas.com/kompas-cetak/0104/04/IPTEK/bape10.htm
>Rabu, 4 April 2001

Bapedalda Kalbar Hidupkan Budaya Lokal 
* Untuk Cegah Kebakaran Hutan

Pontianak, Kompas 
Untuk mencegah kebakaran hutan, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah 
(Bapedalda) Kalimantan Barat (Kalbar) kini mulai menginventarisasi tradisi dan budaya 
lokal untuk dihidupkan kembali. Dengan cara ini diharapkan pembakaran dapat 
dilokalisasi dan timbul rasa jera di kalangan perusahaan. Apalagi sanksi adat tidak 
mengenal adanya kompromi dan kolusi dengan pelanggar atau pelaku. 

Demikian dikemukakan Kepala Seksi Pengkajian dan Pembinaan Analisa Dampak Lingkungan 
(Amdal) Bapedalda Kalbar Dra Herkulana Makarryani MSi di Pontianak, Selasa (3/4). 

http://kompas.com/kompas-cetak/0104/04/IPTEK/spes10.htm
>Rabu, 4 April 2001

3.000 Spesies Anggrek Khas Irja Belum Dikenal Masyarakat

Jayapura, Kompas 
Sekitar 3.000 spesies anggrek khas Irian Jaya (Irja) belum dikenal masyarakat Irja, 
sehingga belum memberi nilai ekonomis. Bahkan anggrek-anggrek itu tidak mendapat 
perhatian sama sekali dari penduduk. Anggrek unik ini terancam punah jika pembangunan 
otonomi tidak memperhatikan kelestarian anggrek. 

Demikian dikatakan Ketua Perhimpunan Anggrek Provinsi Irja Ny Regina Karma di 
Jayapura, Selasa (3/4). "Banyak warga Irja tidak mengenal, tidak memahami dan tidak 
tahu fungsi anggrek. Banyak anggrek yang dirusak masyarakat saat mereka membuka ladang 
baru, menebang pohon (merusak anggrek yang bertengger di pohon), membuka perkebunan 
dan jalan baru," katanya. 

Anggrek khas Irja yang sudah teridentifikasi sebanyak 3.000 spesies, tetapi 
diperkirakan masih banyak jenis lain yang belum teridentifikasi. "Kondisi geografis 
Irja yang terdiri dari gunung-gunung, bukit, jurang terjal, dan rawa-rawa sulit 
dijangkaui para pencinta anggrek," demikian Ny Karma. Hampir semua kabupaten praktis 
memiliki kekhasan anggreknya sendiri-sendiri tetapi anggrek-anggrek itu belum 
teridentifikasi. 

http://kompas.com/kompas-cetak/0104/04/IPTEK/diti10.htm
>Rabu, 4 April 2001

Ditingkatkan, Kompensasi Hak Ulayat Pemegang HPH di Irja

Jayapura, Kompas 
Kompensasi hak ulayat bagi pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) di Irian Jaya (Irja) 
ditingkatkan menjadi 500 sampai 1000 persen mulai 1 Mei 2001. Pembinaan masyarakat di 
sekitar hutan (PMDH) yang dihargai Rp 1.000/meter kubik pun dibatalkan, dan semua 
persoalan mengenai hak ulayat selesai dipersoalkan. Jika masyarakat terus 
mempersoalkannya akan diproses di pengadilan.Ketua Masyarakat Perhutanan Indonesia 
cabang Irja, Bosco Fernandez di ruang kerjanya di Jayapura, Selasa (3/4) mengatakan, 
Surat Keputusan Gubernur Irja nomor 13 Tahun 2000 tentang kompensasi hak ulayat telah 
ditinjau kembali. Ini atas kesepakatan Gubernur Irja, Kanwil Kehutanan, Dinas 
Kehutanan dan para pemegang HPH di Irja. Semua pihak sepakat agar kompensasi hak 
ulayat di tingkatkan menjadi 500 persen sampai 1000 persen. 

"Semua pemegang HPH sepakat untuk menaikkan nilai kompensasi hak ulayat terdiri dari 
kayu merbau dari Rp 3.000 menjadi Rp 25.000/m3, kayu non merbau dari Rp 1.000 menjadi 
Rp 10.000/m3, kayu indah dari Rp 10.000 menjadi Rp 50.000/m3 dan bakau dari Rp 100 
menjadi Rp 1.000/m3. Nilai kompensasi ini sudah mencakup retribusi daerah, penggunaan 
tanah, jalan, log pond, perairan, tanaman, pohon dan PMDH," tutur Fernandez. 

http://kompas.com/kompas-cetak/0104/04/IPTEK/dite10.htm
>Rabu, 4 April 2001

Diteliti, Kerusakan Terumbu Karang di Kepulauan Togean

Palu, Antara 
Lembaga penelitian Jerman bekerja sama dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN) 
Indonesia akan melakukan penelitian kelestarian lingkungan di wilayah perairan 
Kepulauan Togean, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pertengahan tahun ini. Salah satu 
obyek penelitian yang dijadikan sasaran adalah pemantauan kerusakan sebaran terumbu 
karang. 

Demikian Kepala Dinas Perikanan Poso Ir Tulus sebagaimana dikutip Antara, Selasa 
(3/4). Penelitian yang didanai lembaga penelitian Jerman itu juga diarahkan untuk 
menginventarisasi keragaman hayati laut, terutama beberapa jenis ikan yang populasinya 
berada di ambang kepunahan di kawasan itu. 
"Mereka juga ingin mengetahui tentang seberapa lestarinya populasi ikan langka jenis 
napoleoen wrasse (Chelinus undulatus snell) yang hidup di sebaran karang kepulauan 
Togean," katanya. 
Tulus mengatakan, sedianya proyek penelitian ini dilakukan tahun lalu, tetapi karena 
keadaan keamanan di wilayah Poso dan sekitarnya tidak memungkinkan maka baru bisa 
dilaksanakan tahun ini. "Akibat gencarnya pemberitaan kerusuhan Poso melalui media 
elektronik dan media cetak ketika itu, maka baru tahun ini kegiatan tersebut dapat 
dilaksanakan," ujarnya. 

http://kompas.com/kompas-cetak/0104/04/IPTEK/bada10.htm
>Rabu, 4 April 2001

Badak Ujung Kulon Diduga Alami Penurunan Genetik

Pandeglang, Antara 
Badak jawa di Taman Nasional (TN) Ujung Kulon diduga mengalami penurunan genetik 
akibat inbreeding atau kawin antar-keluarga dekat. Dugaan ini muncul karena jumlah 
populasi mereka tidak bertambah secara signifikan. Jika tahun 1967 tercatat 25 ekor 
kini menjadi cenderung tetap sekitar sekitar 50-60 ekor sejak tahun 1980-an. 

"Diduga terjadi inbreeding yang salah satu dampaknya adalah penurunan genetik sehingga 
tidak berkembang pesat di alam bebas," kata Kepala Balai TN Ujung Kulon Ir Tri Wibowo 
di hadapan Tim Kunjungan Kerja Komisi III yang dipimpin Ketua Komisi III Ir Awal 
Kusumah MM di Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, Selasa (3/4). 

http://kompas.com/kompas-cetak/0104/04/EKONOMI/meng14.htm
>Rabu, 4 April 2001

Mengkhawatirkan, Swasta Masuk Perhutani

jpe
Djamaludin Suryohadikusumo 
Jakarta, Kompas 
Masuknya perusahaan swasta ke dalam manajemen Perhutani menyusul pengubahan status 
perusahaan umum (perum) itu menjadi perusahaan persero mengkhawatirkan berbagai 
kalangan. Masuknya swasta akan mengubah misi Perhutani yang sarat dengan tugas 
pelestarian hutan dan fungsi sosial. 

Demikian mantan Menteri Kehutanan (1993-1998) Djamaludin Suryohadikusumo, di Jakarta, 
Selasa (3/4), menanggapi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14/2001 tentang 
Pengalihan Bentuk Perum Perhutani Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). PP tersebut 
ditandatangani Presiden Abdurrahman Wahid tanggal 23 Maret 2001. 

http://www.suarapembaruan.com/News/2001/04/03/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY 

Kapolda Sumut Tetap Dukung Aspirasi Rakyat Soal PT IIU
Medan, 3 April 
Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Utara (Sumut) Irjen Pol Hotman Siagian menegaskan, 
pihaknya tetap akan mendukung aspirasi dan suara rakyat jika memang menginginkan PT 
Inti Indorayon Utama (IIU) ditutup total. 

Selain itu, tidak akan mengamankan beroperasinya PT IIU jika ternyata sosialisasi 
belum berhasil. 
Hal itu ditegaskan Kapolda Hotman Siagian ketika menerima delegasi dari Partungkuon 
Batak Toba (Parbato) dan anggota DPR dari Komisi VIII, Prof Dr Tunggul K Sirait, Senin 
(2/4) di Mapolda Sumut, yang memberikan bahan-bahan tentang permasalahan PT IIU. 

http://www.suarapembaruan.com/News/2001/04/03/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY 

DPRD Jambi Minta Pusat Kembalikan Dana Reboisasi Rp 7 Triliun

Jambi, 3 April 
DPRD Provinsi Jambi meminta pemerintah pusat segera mengembalikan sekitar Rp 7 triliun 
dana reboisasi (DR). Dana dari hasil eksploitasi hutan itu perlu segera dikucurkan 
karena pemerintah setempat mengalami krisis keuangan untuk mengatasi kerusakan hutan 
di daerahnya. 

Kalau hutan di daerah ini rusak, pemerintah pusat menuduh daerah tidak mempu 
mengamankan hutan di wilayahnya. Sementara bila ada bantuan luar negeri untuk 
pengamanan dan pelestarian hutan, uangnya lebih banyak mengendap di pemerintahan 
pusat. Bahkan hak daerah dari hasil eksploitasi hutan di wilayahnya sulit dikembalikan 
pemerintah pusat ke daerah, kata Ketua DPRD Provinsi Jambi, Ir Nasrun Arbain MSi, 
dalam pertemuan Pemda Provinsi Jambi dengan Komisi VII (bidang kesehatan dan 
kesejahteraan sosial) DPR di kantor Bappeda, Senin (2/4). 

http://www.suarapembaruan.com/News/2001/04/03/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY 

Produsen Furnitur Keluhkan Biaya Sertifikasi Ekolabel
Semarang, 3 April 
Produsen dan distributor furnitur kayu jati di Jawa Tengah mengeluhkan mahalnya biaya 
untuk memperoleh sertifikat ekolabel SmartWood, yang selama ini dikeluarkan oleh 
Rainforest Alliance (RA), LSM yang berdomisili di AS. Mahal dan sulitnya mendapatkan 
sertifikat ekolabel itu membuat produsen kelas kecil tak mampu melakukan ekspor dan 
memicu persaingan tidak sehat antarprodusen. 

Keluhan itu disampaikan sedikitnya 100 wakil produsen dan distributor furnitur kayu 
jati, yang didampingi aktivis Help Indonesia, saat berunjuk rasa di Kantor Perum 
Perhutani Unit I Jateng, Senin (2/4), di Semarang. Mereka diterima Kepala Biro 
Pemasaran Ir Priyatna, Kepala Biro Industri Ir Bambang Wahyono SS, dan Kepala Biro 
Tamagra Ir Sigit Indartono. 


Kirim email ke