http://www.suarapembaruan.com/News/2001/04/04/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY 

Masalah Lingkungan Bagian Tak Terpisahkan dari Pembangunan
Saat Ini Kelembagaan Lingkungan Hidup Terkesan Terisolasi 
Jakarta, 4 April 
Masalah lingkungan merupakan bagian tak terpisah-kan dari upaya pembangun-an oleh 
semua pelakunya mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, monitoring sampai 
evaluasi agar maknanya dinikmati semua pihak secara adil dan proporsional. 
Demikian dikatakan Guru Besar Emiritus Ilmu Ekologi dan Lingkungan Hidup Universitas 
Indonesia, Prof Dr Mohammad Soeryani kepada Pembaruan di Jakarta, Selasa (3/4). 
Soeryani yang juga anggota Dewan Riset Nasional mengemukakan, secara drastis perlu ada 
pembauran tanggung-jawab dalam pembangunan. 
Mereka yang komitmenya pada masalah lingkungan membaur dalam kelembagaan atau 
institusi pembangunan, baik Bappe-nas maupun Bappeda, sedang mereka yang ada di 
kelembagaan atau institusi pembangunan berbaur atau membina kemitraan dengan 
kelembagaan lingkungan hidup baik Bapedal, Bapedalda, maupun Lembaga Swadaya 
Masyarakat (LSM) lingkungan hidup. 
Sejak pemerintah menaruh perhatian pada ma-salah lingkungan pada tahun 1972 hingga 
saat ini, integrasi atau panetrasi masalah lingkungan lebih ditekankan pada pengawasan 
dan enforcement masalah lingkungan oleh lembaga atau institusi yang berpredikat 
lingkungan hidup mulai dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup sampai LSM. 
Akibat kondisi ini terus dibiarkan terjadi, setiap ada permasalahan lingkungan seperti 
pencemaran air atau kerusakan lahan, kerusakan hutan dan sebagainya yang harus 
menyuarakan, mempersoalkan atau menangani permasalahan "seolah-olah" lembaga atau 
institusi berpredikat lingkungan. Sementara institusi lain tidak bergeming. 
Padahal, menurut Soeryani, kerugian atau kesengsaraan yang timbul karena perusakan 
lingkungan tersebut menimpa semua pihak termasuk para pelakuknya sendiri. Jadi, 
diperlukan perubahan strategi untuk tidak terlalu menyebarkan isu lingkungan secara 
terpisah dengan pembangunan. 
Terisolasi 
Dengan demikian akan terjadi integrasi atau penetrasi pembauran kepedulian yang tidak 
terpisahkan antara masalah lingkungan hidup ke dalam upaya pelaksanaan pembangunan. 
''Atas dasar pertimbangan bahwa perguruan tinggi adalah think thank dari masyarakat 
dan negara yang membangun, saya menyarankan sebagai kelanjutan dari pendapat saya itu 
sebaiknya masalah lingkungan berintegrasi dalam pembangunan. Saya menganjurkan agar 
PTS/PTN mengembangkan Pusat Studi Pembangunan atau lebih tegas lagi saya sarankan agar 
membangun Pusat Studi Lingkungan Hidup,'' paparnya. 
Dikatakan, pada saat ini kelembagaan lingkungan hidup justru terkesan terisolasi. 
Setiap muncul masalah lingkungan, yang harus mengurusnya pada tingkat pertama adalah 
menteri atau Bapedal. 
Bahkan secara jujur ha-rus diakui setiap kali muncul masalah lingkungan, lebih sering 
terjadi semacam "kucing-kucingan" antara pelaku penyebab masalah lingkungan dengan 
penguasa yang me-rasa peraturan atau wewenangnya tidak dipatuhi atau dilanggar. 
Disebutkan bahwa pemerintah Orde Baru sesungguhnya telah banyak menaruh perhatian 
terhadap rencana aksi bagi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dan 
komitmen tersebut bukan sekedar lips service, Indonesia tampil sebagai kelompok negara 
pertama yang menandatangani konvensi penting tentang keragaman hayati pada tahun 1992. 
Pada acara yang dihadiri hampir seluruh kepala negara dunia itu, Presiden Soeharto di 
hadapan pemuka dan negarawan dunia dalam pidatonya berjudul "Menuju Suatu Kemitraan 
Global Baru" bersedia untuk mendorong serta mengusulkan secara kuat pembentukan komisi 
tingkat tinggi untuk pembangunan berkelanjutan. 
Komisi tingkat tinggi du-nia untuk pembangunan atau High Level Global Commission For 
Sustainable Development berfungsi untuk melakukan tugas koordinasi, pemantauan dan 
menjamin pelaksanaan serta persetujuan-persetujuan lainnya yang dicapai dalam KTT 
Bumi. 
Sesunguhnya, pembangunan berkelanjutan sebelum dibicarakan pada KTT Bumi telah menjadi 
komitmen bangsa Indonesia sejak dicantumkannya dalam Garis-garis Besar Haluan Ne-gara 
(1973 - 1978). Sejak itu, konsep pembangunan berkelanjutan secara terus menerus 
dicantumkan dalam GBHN berikutnya sebagai arah pembangunan nasional. 
Jauh dari Harapan 
Ironisnya, implementasi, langkah konkret dan bentuk aksi yang seharusnya dilakukan 
oleh penguasa sangat kurang berwujud dan berbentuk. Masih timbul kesan, pembangunan 
yang dijalankan masih kurang memperhatikan masa depan bumi dan umat manusia. 
''Gagasan serta keinginan presiden pada tingkat global tersebut, hendaknya diwujudkan 
serta diaktualisasikan di tingkat nasional. Perhatian pembangunan yang dilakukan 
pemerintah, harus peduli terhadap masa depan bumi dan umat manusia,'' ujar Direktur 
Eksekutip Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia, Mas Achmad Santosa, SH, LLM 
kepada Pembaruan belum lama ini. 
Diakui oleh Mas Achmad Santosa, pembangunan berkelanjutan yang sudah menjadi komitmen 
dan perintah GBHN, pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Proses pengambilan 
keputusan diberbagai bidang pembangunan masih menunjukkan bahwa pembangunan 
berkelanjutan yang dikonsepkan pemerintah kurang visi. 
Visi keberlanjutan yang berwawasan lingkungan belum terintegrasi dalam sektor-sektor 
pembangunan. Salah satu penyebab pokok belum terlaksananya pembangunan berkelanjutan 
saat ini adalah kesenjangan persepsi di kalangan birokrasi tingkat atas tentang 
bagaimana seharusnya pembangunan berkelanjutan dilaksanakan atau 
diimplementasikan.(E-5) 

Last modified: 8/28/56 

Kirim email ke