http://kompas.com/kompas-cetak/0104/17/DAERAH/madu19.htm >Selasa, 17 April 2001 Madura, Contoh Kehancuran Hutan Kompas/baldi fauzi PULAU Madura dulu dikenal subur dengan pohon jati-nya. Masyarakat setempat telah menjadikan sumber daya hutan itu untuk kehidupan sosial ekonomi. Namun, menjelang abad ke-19 turunlah maklumat Pemerintah Belanda yang membolehkan kayu jati itu ditebang dan dalam waktu sekitar 20 tahun sumber daya hutan itu habis. Pulau Madura kemudian berubah menjadi padang pasir yang gersang dan masyarakat tani kembali menjadi miskin.Perkembangan selanjutnya, warga Madura merantau mencari nafkah sebagai buruh perkebunan Belanda di daerah pantai utara Jatim yang dikenal sebagai daerah tapal kuda Jatim seperti Probolinggo, Bondowoso dan lainnya. Selanjutnya mereka meneruskan minatnya merantau ke mana-mana termasuk ke Kalimantan yang kini sedang bermasalah dengan warga lokal. "Pengalaman yang ditunjukkan Pulau Madura berupa kerusakan sumber daya hutan itu mengakibatkan lingkungan hidup rusak, banjir dan longsor terjadi setiap musim hujan serta kehidupan sosial ekonomi pun hancur. Ini fakta, pengalaman pahit yang seharusnya menjadi pelajaran," kata Transtoto Handadhari, pengamat ekonomi kehutanan/lingkungan yang tinggal di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Transtoto H http://kompas.com/kompas-cetak/0104/17/DAERAH/keru20.htm >Selasa, 17 April 2001 Kerusakan Lingkungan Makin Parah Kompas/baldi fauzi LINGKUNGAN hidup menjadi isu sentral di abad ini. Bukan hanya di Tanah Air, di berbagai belahan dunia isu lingkungan semakin menonjol. Pembangunan yang semakin meningkat akan berisiko besar terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan lantaran fungsi dasar ekosistem yang menunjang kehidupan juga semakin rusak.Guna mencegah - setidaknya bisa mengurangi tingkat pencemaran lingkungan tersebut, pemerintah mengeluarkan PP (peraturan pemerintah) Nomor 54 Tahun 2000 tentang lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan - atau alternative dispute resolution (ADR). "PP ini sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya Pasal 30 dan 33, bukan tanpa dasar," kata Sudharto P Hadi, Deputi III Menneg LH (Menteri Negara Lingkungan Hidup) saat mensosialisasikan PP itu di Banjarmasin beberapa waktu lalu. Keberadaan ADR tersebut sebetulnya merupakan respons masyarakat sendiri terhadap keterbatasan penanganan lingkungan oleh pengadilan. Dalam banyak kasus menurut Sudharto - sengketa lingkungan yang ditangani melalui jalur pengadilan acap kali tidak memuaskan bagi pihak-pihak yang bersengketa (masyarakat dan perusahaan misalnya). Pihak warga selalu berada di posisi yang lemah lantaran kesulitan memperlihatkan barang bukti. Dan menumpuknya berbagai perkara di pengadilan juga menjadi pendorong diberlakukannya ADR. Selain itu ADR juga sejalan dengan budaya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi asas musyawarah dan mufakat. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui jalur perundingan secara teoritis jauh lebih efisien (tenaga dan waktu) serta bisa menjanjikan untuk bisa melahirkan kesepakatan yang win-win. "Jika kesepakatan ini tercapai tetap akan menjamin keberlanjutan hubungan di antara para pihak - bukan semakin gontok-gontokan," ujarnya. Selain itu ADR juga diharapkan mampu mengakomodasikan daya kritis masyarakat yang semenjak reformasi digaungkan terus menonjol. Masyarakat tak lagi segan menyampaikan gagasan, kritik tajam dan protes ke arah penguasa bila mengenai sesuatu hal yang menurut mereka tidak sesuai. http://kompas.com/kompas-cetak/0104/17/METRO/kepa17.htm >Selasa, 17 April 2001 Kepala Polda Metro Jaya Menjadi Irjen Dephut Jakarta, Kompas Kepala Polda Metro Jaya Irjen (Pol) Mulyono Sulaiman menurut rencana hari Selasa (17/4) pagi ini dilantik sebagai Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan (Irjen Dephut) oleh Men-teri Kehutanan Marzuki Usman. "Betul, saya menurut rencana akan dilantik Selasa pagi," kata Mulyono ketika dikonfirmasi mengenai pelantikannya itu, Senin malam. http://kompas.com/kompas-cetak/0104/17/NAPER/arti12.htm >Selasa, 17 April 2001 Arti Orangutan bagi Adi Susilo Kompas/m syaifullah Adi Susilo BERBICARA soal penyelamatan kawanan orangutan bagi Adi Susilo lebih merupakan panggilan hati nurani. Mantan Manajer Proyek Rehabilitasi Orangutan Wanariset Samboja, Kutai, Kalimantan Timur, ini dengan antusias menuturkan kepada Kompas, bagaimana pelepasan orangutan di Hutan Lindung Gunung Meratus, Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu. Padahal, pria kelahiran Solo (Jateng) yang kini menjadi mahasiswa program doktor di Universitas Michigan, AS, sejak Januari 2000 ini tidak pernah bercita-cita ikut terjun langsung secara operasional menyelamatkan primata Kalimantan tersebut. "Saya ini tadinya hanyalah seorang peneliti untuk bidang konservasi dan bekerja di Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Samarinda tahun 1985. Jadi, bukan praktisi yang ikut langsung menangani penyelamatan satwa. Keadaanlah yang membuat saya terpanggil ikut menyelamatkan orangutan itu," ucapnya. Setelah terjun, kata Adi, cita-citanya adalah "menghancurkan kandang orangutan terakhir di proyek ini". Artinya, proyek peliaran orangutan dapat dihentikan dan dana yang ada bisa digunakan untuk konservasi lainnya. "Tetapi, cita-cita itu sulit diwujudkan. Bahkan, sekarang terbalik justru menambahkan kandang. Sebab, faktanya, kawanan orangutan yang perlu diselamatkan terus meningkat," ucapnya. http://kompas.com/kompas-cetak/0104/17/JATIM/inci19.htm >Selasa, 17 April 2001 "Incinerator" Mini, Jangan Jadi Hiasan DI tengah tidak berfungsinya incinerator (mesin pembakar sampah) yang dibangun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Keputih, Sukolilo, Dinas Kebersihan Kota Surabaya justru melakukan uji coba dua unit incinerator mini di dua Tempat Penampungan Sementara (TPS) Bratang dan Legundi. Pemakaian mesin pembakar sampah mini sangat mendesak karena TPA Keputih harus ditutup paling lambat akhir tahun. Mesin buatan luar negeri itu, kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan, Kusno Wiharjo, sangat tepat untuk mengolah sampah di Surabaya, yang rata-rata produksinya mencapai 9.000 meter kubik per hari. "Sulitnya mendapatkan tanah untuk lahan pembuangan akhir, tidak ada pilihan lain kecuali mengolah sampah di TPS," katanya. Mesin tersebut akan dibeli sebanyak 223 unit dengan harga masing-masing Rp 50 juta per unit dengan kemampuan olah antara 20-25 meter kubik per hari. Maka, total anggarannya sekitar Rp 11,1 milyar. http://kompas.com/kompas-cetak/0104/17/JATIM/warg20.htm >Selasa, 17 April 2001 Warga Jatipurwo, Keluhkan Sampah Kali Surabaya, Kompas Kendati pekan pertama bulan April sampah yang menumpuk di Kali Jatipurwo, Kecamatan Semampir, sudah dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Keputih, namun sepekan terakhir ini, sampah yang dibuang sembarangan ke kali-kali kecil yang bermuara di Kali Jatipurwo, kembali menumpuk dan mengganggu warga setempat. Pemantauan Kompas hari Senin (16/4), Kali Jatipurwo ini sudah dijadikan sebagai TPA oleh penduduk yang tidak sadar lingkungan. Padahal, penduduk Jatipurwo sendiri tidak pernah mengotori Kali Jatipurwo. http://kompas.com/kompas-cetak/0104/17/JATIM/kota19.htm >Selasa, 17 April 2001 Kota Surabaya Masih Penuh Sampah Surabaya, Kompas Meski Pemerintah Kota Surabaya sudah berusaha keras mengatasi masalah sampah, namun Kota Pahlawan ini tetap penuh dengan sampah. Pemantauan Kompas hari Senin (16/4) pada sejumlah pasar tradisional seperti Pasar Wonokromo, Pasar Keputran, Pasar Pegirian, Pasar Kembang, maupun Pasar Pendegiling, sampah yang menumpuk di tempat penampungan sementara maupun peti-peti kemas belum seluruhnya terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Keputih. Di Pasar Wonokromo, sampah basah yang menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), sebagian sudah dibuang. Namun, sebagian sampah yang berada di truk pengangkut sampah tidak segera dibuang ke TPA karena harus menunggu jadwal pembuangan ke TPA Keputih. "Sampah yang ada di truk itu baru akan dibuang ke TPA Keputih, nanti malam sekitar pukul 19.00," ujar Sarudji (45), kuli angkut barang di Pasar Wonokromo, Surabaya. Menurut Sarudji, sampah dari pedagang Pasar Wonokromo ini beberapa waktu lalu sempat menjadi persoalan besar, karena ketidaklancaran armada truk pengangkut sampah. Namun, setelah dua truk besar beroperasi setiap hari dari pukul 06.00 dan pukul 22.00, sampah yang menumpuk di TPS bisa tertanggulangi. http://www.suaramerdeka.com/harian/0104/17/nas13.htm Selasa, 17 April 2001 Berita Utama Polri Siap Tangkap Mafia Kayu JAKARTA-Polri secara intensif akan menangani masalah kayu ilegal bertepatan dengan pernyataan IMF yang menunda bantuannya, sehubungan dengan Indonesia kurang gi- gih menangani BUMN bidang kehutanan."Masalah kayu bukan hanya menyangkut masalah nasional, melainkan juga menyangkut masalah ekologi dunia,'' jelas Kapuspen Polri Irjen Pol Didi Widayadi, kemarin (16/4).Menurut Didi, selama Maret sampai Januari 2001 polisi telah menangkap 41 tersangka. Berkas acara pemeriksaannya telah dilimpahkan ke kejaksaan tinggi setempat. "Tercatat 14 berkas sudah di-P21-kan atau sudah lengkap,'' jelasnya.Para tersangka tersebut terlibat dalam beberapa kasus, antara lain mengangkut, menguasai, memiliki kayu tanpa dokumen, menduduki, merusak, dan menebang kayu tanpa izin, serta melakukan penjarahan kayu dan pemalsuan dokumen.Dari 41 tersangka tersebut, mereka melakukan perbuatannya di 14 lokasi. Antara lain Jawa Tengah, Pelabuhan Sunda Kelapa, Perairan Jakarta, Indragiri Hilir, Sumut, Kutai, Sorong, Karang Hantu (Serang), dan Surabaya.Rp 68 MiliarDirektur Tipiter (Tindak Pidana Tertentu) Polri Brigjen Pol Arianto Sutardji mengatakan, saat in http://www.indomedia.com/bpost/042001/17/index.htm Polda Panggil Pihak Dephut Banjarmasin, BPost Untuk menindaklanjuti kasus skandal Trisakti I dan II berkaitan hasil dengar pendapat dengan DPRD Kalsel, Polda Kalsel dalam akan melakukan pemanggilan terhadap pihak Dinas Kehutanan serta Departemen Kehutanan. "Pemanggilan terhadap mereka dari pihak kehutanan tersebut berkapasitas sebagai saksi ahli," kata Kadispen Polda Kalsel Komisaris Polisi Drs Taufiq Sugiyono kepada BPost, Senin (16/4) di ruang kerjanya. Menurut Taufik, langkah itu dimaksudkan jika memang ada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sifatnya instansional dapat diketahui pihak kepolisian sebagai pihak penyidik. "Begitu juga mengenai prosedur-prosedur yang belum jelas. Jadi diharapkan dengan keterangan dari mereka semua yang berkaitan dengan prosedural dalam instansi kehutanan akan dapat diketahui oleh Polda," papar Kadispen.