Daftar berita terlampir:
* Disesalkan, Izin Masuk Limbah Singapura ke Bintan (2001-05-01)
* Pabrik Kertas Indah Kiat masih Gunakan Chlorine (2001-04-30)
* Konsesi Pengelolaan Telur Penyu Dihentikan (2001-04-30)
* Menhut akan Cabut Izin Penambangan di Hutan Lindung (2001-04-30)
* Soal Protokol Kyoto, Pemerintah RI Sesalkan Bush  (2001-04-28)
* Strategi Pembangunan Agribisnis Tepat untuk Indonesia (2001-04-20)
* Negara Kepulauan Tanpa Tata Ruang Kelautan (2001-04-20)

TerraNet: Portal Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
http://www.terranet.or.id
================================================================



Disesalkan, Izin Masuk Limbah Singapura ke Bintan
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0105/01/IPTEK/dise09.htm
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Provinsi Riau menyesalkan sikap 
Kantor Karantina Jakarta yang telah memberi izin kepada perusahaan dari Singapura 
untuk memasukkan limbah ke Pulau Bintan, Kabupaten Kepulauan Riau (Kepri).

"Kami tidak habis pikir, apa alasan dan hak Karantina Jakarta membuat kebijakan 
seperti itu," kata Kepala Bapedalda Riau Said Abdurrachman di Pekanbaru, Senin (30/4).
(Kompas, 2001-05-01)



Pabrik Kertas Indah Kiat masih Gunakan Chlorine
http://www.mediaindo.co.id/cetak/news.asp?id=2001043001441152
PT Indah Kiat Pulp & Paper, anak perusahaan Grup Sinar Mas yang beroperasi di 
Perawang, Riau masih menggunakan chlorine untuk bahan pemutih produksi kertas mereka. 

Demikian diungkapkan pengamat lingkungan dari Universitas Riau (Unri), Prof Dr Adnan 
Kasry kepada wartawan, Sabtu (28/4). Disebutkan, penggunaan chlorine telah banyak 
ditinggalkan oleh industri pulp dan kertas, karena dinilai sangat berbahaya bagi 
lingkungan dan pekerjanya. 

"Seharusnya Bapedalda (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah, Red) Riau 
bertindak tegas untuk melarang perusahaan tersebut menggunakan chlorine," tukasnya 
seraya menambahkan hanya lembaga inilah yang berhak memaksa PT Indah Kiat. 
(Media Indonesia, 2001-04-30)



Konsesi Pengelolaan Telur Penyu Dihentikan
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0104/30/DAERAH/kons20.htm
Pemerintah daerah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, setuju untuk menghentikan 
penjualan konsesi hak pengelolaan telur penyu di Kepulauan Derawan. Selama ini, 
pendapatan dari hak pengelolaan itu digunakan untuk melakukan pengawasan konservasi 
penyu, sementara masyarakat juga mendapatkan manfaat dari usaha telur penyu. Karena 
sejalan dengan kebijakan itu, maka kini perlu dicari dana kompensasinya.

Hal ini dikemukakan Wakil Bupati Berau Makmur, ketika mengunjungi Pulau Derawan di 
Kepulauan Derawan, 180 kilometer dari Tanjung Redeb, Jumat (27/4) lalu. Dalam 
kunjungan selama tiga hari di kepulauan itu, Makmur memantau aktivitas penangkaran 
penyu hijau dan penyu sisik di Derawan.
(Kompas, 2001-04-30)



Menhut akan Cabut Izin Penambangan di Hutan Lindung
http://www.republika.co.id/cetak_detail.asp?id=26396&kat_id=13
Menteri Kehutanan Marzuki Usman akan meninjau ulang keberadaan penambangan yang 
berlokasi di kawasan hutan lindung, hutan suaka, hutan penyangga, termasuk taman hutan 
raya (tahura). Bahkan, katanya akhir pekan kemarin, besar kemungkinan izinnya akan 
dicabut.

Menurut Marzuki, kebijakan tersebut harus diambil untuk melindungi makin meluasnya 
kerusakan hutan yang bukan hutan tanaman industri (HTI). Dan juga untuk melindungi 
keberadaan plasma nutfah di hutan tersebut. Dia mencontohkan, di satu kawasan di 
daerah Puncak Pass, Bogor, tak boleh ada penambangan untuk melindungi umbi lembu.
(Republika, 2001-04-30)



Soal Protokol Kyoto, Pemerintah RI Sesalkan Bush 
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0104/28/IPTEK/peme10.htm
Secara resmi Pemerintah Indonesia melalui Menteri Negara Lingkungan Hidup Sonny Keraf 
menyatakan penyesalan yang mendalam terhadap sikap Presiden George Bush yang menentang 
Protokol Kyoto, seperti tertulis dalam surat tertanggal 13 Maret 2001 yang ditujukan 
kepada para Senator AS.

Keraf juga mengemukakan, tidak dapat menerima anggapan Bush bahwa 80 persen penduduk 
dunia tidak ikut menanggung beban yang harus dipikul negara-negara maju. "Presiden 
Bush sepertinya tidak peka terhadap akibat dari berbagai malapetaka besar yang terjadi 
di banyak tempat akhir-akhir ini," ucap Keraf dalam jumpa pers yang berlangsung Rabu 
(25/4) lalu.
(Kompas, 2001-04-28)



Strategi Pembangunan Agribisnis Tepat untuk Indonesia
http://www.suarapembaruan.com/News/2001/04/20/Ekonomi/ek04/ek04.html
Di antara strategi pembangunan ekonomi yang ada, strategi pembangunan agribisnis 
(Agribusiness Led Development) yang paling tepat untuk Indonesia.

Strategi pembangunan agribisnis adalah suatu pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan 
pembangunan pertanian( termasuk perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan) dengan 
pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektor jasa yang terkait di 
dalamnya.

Menteri Pertanian RI, Bungaran Saragih, mengungkapkan hal itu dalam makalah 
tertulisnya yang dibawakan Staf Ahli Menteri Rachmat Pambudi pada Seminar Nasional, 
Peran Public Relations dalam Pembangunan Pertanian Efektif dan Berkelanjutan, di 
Bogor, Kamis (19/4).
(Suara Pembaruan, 2001-04-20)



Negara Kepulauan Tanpa Tata Ruang Kelautan
http://www.suarapembaruan.com/News/2001/04/20/Editor/ed03/ed03.html
Oleh JB GERUNGAN

** missed drop char ** Di masa Orde Baru muncul berbagai tulisan di media cetak yang 
pada dasarnya memperingatkan agar pembangunan nasional jangan mengabaikan faktor 
kelautan. Antara lain tulisan di Suara Pembaruan, 18 September 1997, menyatakan bahwa 
"strategi dasar spasial (tata ruang) dalam pembangunan nasional terpadu hingga kini 
kurang konsisten dilaksanakan, atau tidak jelas arahnya, terutama karena semakin 
tersisihnya faktor kelautan ke luar fokusnya''. Selain itu, beberapa pakar kelautan 
membunyikan lonceng tanda bahaya, namun semua itu kurang mendapat tanggapan positif 
pada waktu itu.

Setelah pada awal pemerintahannya Presiden Gus Dur mencanangkan urgensi pembangunan 
kelautan, maka serta-merta banyak elite politik merasa terpanggil untuk ikut 
menyanyikan lagu pujian tentang bahari Indonesia dengan kekayaan dan keindahannya yang 
telah terabaikan selama ini. Yang ironis, ucapan Gus Dur, ''Di manakah kau waktu 
itu?'' menjadi relevan juga dalam konteks ini.
(Suara Pembaruan, 2001-04-20)




---------------------------------------------------------------------
Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id

Kirim email ke