Satwaku mati...
satwaku diburu..ditembak..diusir...
satwa khas sulawesi...diambang kepunahan

(Semuanya penuh kemunafikan)...Dont Crying...
In the middlle off difficulty lies opportunity..


tak ada yang bisa membantu...aku cuman duduk termenung
tiba..tiba...ohhh. harus kunyalakan lilin..kunyalakan
lampu minyak...
Satwakoe...satwakoee...petanikoe..petanikoe...


"lebih baik kau nyalakan sebatang lilin dari pada kau
salahi kegelapan".

Siapa yang bisa bantu kami dengan memberikan
gambar/poster satwa khas sulaweasi sebagai bahan
kampanye kami yang saat ini sedang dilaksanakan.
Saat ini kami cuma mengandalkan biaya fotokopian.

Salam..sedih.
Oewin 



--- Djuni Pristiyanto <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
http://kompas.com/kompas-cetak/0105/03/METRO/kawa17.htm
> >Kamis, 3 Mei 2001
> 
> Kawasan Puncak, Jongko, dan "Shorin Zukuri"... 
> 
> SEBANDINGKAH untung dan rugi yang didapat dari
> penggunaan lahan untuk kepentingan ekonomi, padahal
> kawasan Puncak, Bogor, semestinya harus
> dipertahankan sebagai areal dengan fungsi ekologi?
> Bahwa setiap akhir pekan, lalu lintas harian (LHR)
> di jalur Puncak meningkat drastis-dari hanya 10.000
> menjadi 60.000-100.000 kendaraan-memang dapat
> membawa berkah bagi para penjaja makanan dan minuman
> serta buah-buahan sepanjang jalur itu. 
> 
> Bahwa setiap akhir pekan, penduduk kawasan Puncak
> bertambah, dari hanya 190.000 jiwa warga tetap
> bertambah dengan sekitar 10.000 jiwa wisatawan yang
> adalah warga Jakarta, juga bisa membawa berkah.
> Berkah karena warga setempat bisa mencari
> penghasilan tambahan dengan menyediakan jasa dan
> keperluan sehari-hari wisatawan. 
> 
> Manusia sebanyak itu pasti akan membelanjakan
> uangnya. Lalu, karena alasan itu, ada memang yang
> menilai hal itu merupakan keuntungan dari
> menjamurnya bangunan vila dan perumahan mewah di
> kawasan Puncak. Suatu proses yang sudah berlangsung
> sejak 1970-an. 
> 
> Tapi, pengamat lingkungan justru prihatin. Kawasan
> Puncak seluas 15.500 hektar-terdiri dari 21 desa di
> Kecamatan Cisarua (Kabupaten Bogor) dan 10 desa di
> Kecamatan Ciawi (Kabupaten Cianjur)-harus
> dipertahankan sebagai daerah resapan air. Kawasan
> Puncak merupakan hulu sejumlah sungai, di antaranya
> Ciliwung, Citeureup, dan Citarum. Kerusakan
> lingkungan di kawasan Puncak pasti berakibat pada
> masalah pengadaan air bersih, terlebih untuk warga
> Jakarta yang berpenduduk sekitar sembilan juta jiwa
> sekarang ini.
> 
> 
> ***
> ATAS dasar itu pulalah, kawasan Puncak secara khusus
> telah dilindungi pemerintah lewat berbagai
> peraturan. Semisal Keputusan Presiden (Keppres)
> Nomor 48 Tahun 1983 dan Keppres Nomor 79 Tahun 1985.
> Masih ada sejumlah Peraturan Daerah yang dibuat
> Pemda Kabupaten Bogor dan Pemda Kabupaten Cianjur.
> 
> Tetapi, semua peraturan perundang-undangan itu
> agaknya tak mempan menghadapi pembangunan vila dan
> rumah mewah. Lahan-lahan basah, subur, serta
> tanah-tanah miring juga sudah ikut dijadikan areal
> perumahan dan vila. Longsor terjadi di mana-mana
> akibat lahan basah petani yang dijual kepada
> pengembang atau orang-orang kaya. 
> 
> Banjir semakin sering terjadi. Kalau hingga akhir
> abad ke-20, banjir kiriman hanya menggenangi
> Jakarta, menjelang pertengahan 2001 sudah pula
> merambah jalan tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi).
> Belum pernah dalam sejarah Jagorawi terjadi genangan
> di penggalan jalan tol itu, tepatnya di pintu tol
> Taman Mini. Hari Rabu (25/4), penggalan itu terendam
> dengan ketinggian air sekitar setengah meter yang
> mengakibatkan kemacetan.
> 
> Soal lain, tentu saja kemacetan yang merupakan
> persoalan terparah. 
> 
> 
> ***
> UDARA sejuk, sekitar 16 derajat Celcius, agaknya
> cuma itulah lagi yang bisa diberikan oleh obyek
> pariwisata kawasan Puncak. Panorama alam, termasuk
> panorama hutan lindung Mega Mendung, sudah ditutupi
> hutan-hutan beton. Gunung Pangrango, Gunung Gede,
> maupun Gunung Kasur tidak lagi bisa dinikmati karena
> sebab-sebab yang sama.
> 
> Panorama jalur Puncak yang di tahun 1960-an sangat
> dibanggakan kini tak lagi menarik wisatawan. 
> 
> Belum lagi sepanjang jalur menuju Puncak, mulai dari
> Ciawi, Cipayung, dan seterusnya mata dibuat rusak
> dengan bentangan-bentangan spanduk tanpa aturan yang
> menawarkan berbagai produk rumah atau vila di
> kawasan itu. Hilang sudah pemandangan alam yang
> dirindukan karena mata terhalang ratusan-mungkin
> ribuan-spanduk itu.
> 
> Memang, itulah yang terjadi. Perubahan penggunaan
> lahan di kawasan Puncak berkaitan dengan peralihan
> penguasaan tanah oleh warga pendatang, terutama oleh
> warga Jakarta.
> 
> Luas lahan persawahan merosot drastis. Menurut
> catatan Kompas, produksi padi terus saja merosot.
> Kalau pada 1983, misalnya, nilai produksi padi masih
> Rp 21,2 milyar, maka akhir 1990 hanya Rp 18,7
> milyar. Agaknya nilai itu merosot tajam di awal abad
> ke-21 karena proses perubahan penggunaan lahan masih
> saja berlangsung. 
> 
> Soalnya, selama tiga hari berkeliling kawasan Puncak
> minggu kedua April, pembangunan-pembangunan fisik
> bangunan vila oleh perorangan atau oleh
> perusahaan-perusahaan real estat tampak masih
> berlangsung. Lahan-lahan basah-lahan pertanian yang
> memiliki sistem pengairan dan dilarang diubah
> peruntukannya-masih saja berpindah tangan. Baik
> kepada perorangan maupun kepada
> perusahaan-perusahaan real estat.
> 
> Ketika negeri ini disibukkan oleh kekalutan politik
> dan perebutan kekuasaan yang belum juga berujung
> pangkal, pengawasan atas kawasan Puncak sepertinya
> terabaikan. Padahal, tanda-tanda zaman sudah tampak.
> Perbedaan debit air berubah drastis. Perbandingan
> normal, musim hujan dan kemarau adalah 1:23 atau
> 1:129. Tetapi, saat ini telah menjadi 1:540. 
> 
> Tahun 1994, R Nuriana, yang masa itu menjabat
> Gubernur Jawa Barat, sudah menginstruksikan
> penghentian pembangunan baru di kawasan Puncak.
> Instruksi itu diperkuat lagi oleh Kantor Menteri
> Lingkungan Hidup pada tahun 1995, yang menyarankan
> kawasan Puncak jangan lagi diganggu pembangunan
> baru.
> 
> Tapi, instruksi dan saran itu tak jalan, karena
> pembangunan baru terus saja berlangsung, bahkan
> lebih deras. Perusahaan-perusahaan real estat
> berlomba-lomba menawarkan produknya. 
> 
> Maka, hadirlah tipe country, tipe mediteranian, atau
> tipe jepang dengan gaya "Shorin Zukuri", lengkap
> dengan arena permainan dan mini zoo. Tapi, warga
> setempat, akibat penguasaan lahan oleh pendatang
> itu, terpental, semakin menjadi tidak utuh. Mereka
> hanya bisa menjadi penjaja makanan, minuman, rujak,
> satpam, dan penjaga vila milik warga Jakarta. 
> 
> Vila-vila simbol prestise juga merupakan sumber
> penghasilan warga Jakarta karena disewakan dengan
> harga lumayan, Rp 350.000 per malam di hari-hari
> libur. (lom) 
> 
> 
>
---------------------------------------------------------------------
> Mulai langganan: kirim e-mail ke
> [EMAIL PROTECTED]
> Stop langganan: kirim e-mail ke
> [EMAIL PROTECTED]
> Archive ada di
> http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id
> 


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Yahoo! Auctions - buy the things you want at great prices
http://auctions.yahoo.com/

---------------------------------------------------------------------
Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id

Kirim email ke