http://kompas.com/kompas-cetak/0108/23/NASIONAL/pera06.htm
>Kamis, 23 Agustus 2001

Dalam Tatanan Kehidupan Politik 
Peran Negara Hanya Sekunder

Jakarta, Kompas 
Dalam tatanan kehidupan politik berbangsa dan bernegara saat ini, telah terjadi proses 
menurunnya kepentingan pusat (decentralized). Generasi baru percaya, peran negara 
hanyalah bersifat subsidair dan sekunder terhadap kemampuan masyarakat untuk 
mengorganisasikan dirinya sendiri. Negara dibutuhkan sejauh masyarakat memang 
membutuhkan bantuannya. Namun, sepanjang bisa melakukan hal-ihwalnya sendiri, negara 
tidak perlu ikut campur dalam urusan masyarakat.

Hal itu dikemukakan sosiolog Ignas Kleden yang membacakan orasinya berjudul 
Nasionalisme Tradisional dan Masyarakat Baru, pada perayaan HUT ke-30 Lembaga 
Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Senin (20/8) malam, 
di Jakarta. Sebagai contoh, ia menunjuk "kevakuman" setelah Megawati Soekarnoputri 
dilantik sebagai Presiden RI, di mana selama 17 hari belum juga terbentuk kabinet 
baru. Ketika roda pemerintahan yang efektif tidak ada, kata Kleden, ternyata 
masyarakat telah berhasil menjalankan kesehariannya seperti biasa. 

"Tidak ada keluh-kesah bahwa tidak ada garis kebijakan politik yang mengatur kehidupan 
publik selama 17 hari tanpa kabinet itu. Inilah contoh sederhana yang bisa membuktikan 
betapa governance semakin hari bisa semakin efektif, hanya apabila demokratisasi telah 
berjalan secara terbuka dan apabila civil society telah semakin diperkuat oleh 
kekuatan-kekuatan progresif dalam masyarakat kita," katanya.

Generasi baru

Menurut Kleden, sebuah generasi baru ikut terlahirkan begitu rezim Orde Baru dengan 
Presiden Soeharto dipaksa harus lengser untuk kemudian muncul masa reformasi di bulan 
Mei 1998 silam. Fenomena ini tampak paling menonjol di kalangan mahasiswa yang dalam 
memperjuangkan gerakan politiknya tidak lagi bisa dipahami berdasarkan 
kebiasaan-kebiasaan yang dikenal dalam teori modernisasi. 

Cara kerja mahasiswa generasi baru itu lebih banyak terinspirasi secara langsung dan 
tak langsung oleh gerakan intelektual dan pemikiran filsafat post-modernisme. Sebuah 
aliran pemikiran filsafat yang diketahui mulai masuk ke Indonesia sejak akhir tahun 
1980-an dan kemudian lagi di awal tahun 1990-an. 

Ciri paling menonjol pada post-modernisme adalah menurunnya kepentingan pusat, 
pentingnya keberagaman dan perbedaan, diabaikannya struktur dan organisasi, suburnya 
inisiatif yang menuntut pengakuan, dan hak hidup sebagai bagian dari cultural 
production dan hidupnya dekonstruksi sebagai bentuk kritik baru.

Kelompok ini, lanjut Kleden, lebih tertarik berbicara soal governance daripada 
government atau pemerintahan.

"Pemerintah lahir dari delegasi kekuasaan oleh rakyat, sedangkan governance 
menunjukkan kemampuan dan spontanitas setiap kelompok sosial untuk mengatur dirinya 
sendiri. Kalau modernisasi menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai syarat bagi suatu 
kehidupan sosial dan politik yang berkelanjutan, maka generasi baru ini lebih tertarik 
mengembangkan minatnya bicara soal kualitas hidup," ungkap Kleden. (ryi) 


---------------------------------------------------------------------
Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id

Kirim email ke