(sebar-luaskanlah ke 'Sabang-Merauke')

 

Surat Terbuka untuk                                                          
1-2-2010.

PROF. Boediono dan DR Sri Mulyani.

 

                                      <Semua boleh hilang, tapi harga dirimu

                                                sekali-kali tidak boleh hilang.>

 

Sulit sekali membedakan emas imitasi dari emas tulen, tapi lebih sulit lagi 
membedakan mana badut imitasi dan mana yang asli. Badut asli mengaku secara 
jujur bahwa lawaknyalah profesi dan sumber pendapatannya, sedang badut imitasi 
dan palsu tidak jujur mengakui badut sebagai profesinya; padahal badutnya 
itulah yang menjadi sumber utama dari pendapatannya

 

Dari tontonan di TV yang disandiwarakan pelawak tulen mirip profesional dari 
'Republik_Mimpi', banyak yang kita ambil menjadi pelajaran tentang pimpinan 
negara kita dalam soal-soal ketatanegaraan. Sangkin lucunya para pelawak tsb 
membuat kita sering tertawa  terpingkal-pingkal.

Berbeda halnya  dengan para pelawak tulen tadi, badut-badut-gadungan dalam 
pimpinan negara ini, khususnya Boediono dan Sri Mulyani, memperagakan 
adegan-adegan yang sangat memuakkan; dan kita tidak bisa mengambil  pelajaran 
sedikitpun dari sandiwara yang mereka mainkan selama duduk dalam pemerintahan 
SBY.

 

Karena jauh dari kejujuran-ilmiah murni dan asli, Boediono dan Sri Mulyani 
memperlihatkan kesaksian-kesaksian non-ilmiah melulu dengan maksud meng-kibuli 
rakyat, lebih-lebih Pansus DPR Angket Bank Century (Pansus).

            

            a. Hingga detik ini, tidak pernah dikemukakan dalam ilmu moneter, 
bahwa -apapun alasannya- sebuah bank swasta seperti Bank Century (BC) yang 
sudah nyata-nyata sebuah bank gagal, sama sekali tidak boleh di-bail out. 
Berdasarkan peraturan baru (FPJP) yang ditukang-tukangi Boediono, Bank 
Indonesia (BI) justru sebaliknya menyerahkan bail out modal pendahuluan pada BC 
sebanyak Rp 821.33 miliar pada 14-18 November 2008. 

Pasti ada terselubung motif lain, mengapa Boediono, sebagai Gubernur BI, 
memberi bantuan ke BC, sekalipun bail out tadi nyata-nyata melanggar 
dasar-dasar ilmu moneter ke-Bank Sentral -an.

Bank Sentral -sesuai ilmu moneter- memberi bantuan kredit jangka pendek saja 
pada bank swasta. Itupun dilakukan hanya melalui instrumen-moneter yang lazim 
dikenal sebagai "Discount Rate Policy". Kredit tsb (discounts) diberikan dalam 
keadaan bank swasta yang kepepet pada waktu tertentu, karena tidak sanggup 
memenuhi permintaan cash dari para nasabahnya. Discount Rate Policy tsb 
dilaksanakan Bank Sentral dalam fungsinya sebagai pengatur kestabilan peredaran 
uang dan harga. Menurut fungsi pengaturan tadi, peredaran uang tidak 
diperbolehkan diganggu atau dirusak oleh bail out modal, lebih-lebih karena 
Boediono bersandiwara merumuskan peraturan baru akal-akalan belaka yang 
dipakainya menjadi dasar bagi pengesahan bail out yang dilakukannya tsb tadi. 
Boediono tolol sekali mengeluarkan peraturan baru tsb, karena peraturannya tsb 
telah melanggar dan mem-veto berlakunya ilmu moneter yang seyogianya harus 
dipakai Gubernur BI menjadi landasan bagi setiap perumusan peraturan baru dari 
BI. 

                                Sama halnya dengan peraturan yang kita sebut 
Konstitusi RI yang

                                selalu dan harus dirumuskan dan didasarkan pada 
ilmu hukumTata Negara.

Dalam prakteknya selama bertahun-tahun, BI mengeluarkan berjilid-jilid buku 
yang memuat peraturan-peraturan aneh -di luar ilmu moneter- untuk mengawasi 
perbankan. Padahal, pengaturan perbankan dan lembaga finansial non-bank adalah 
tugas Menteri Keuangan tersendiri sebagai otoritas moneter bersama Gubernur BI. 
Jadi, suatu kekeliruan di luar ilmu moneter perbankan, bila dikatakan, bahwa 
skandal BC muncul karena BI lalai melakukan pengawasannya atas bank BC tsb. 
Yang lalai hanya Departemen Keuangan. Kelalaian tsb timbul karena Boediono dan 
Sri Mulyani sama-sama tidak memahami bahwa baik pengawasan lembaga perbankan 
dan non-bank maupun sektor moneter tidak dirumuskan dalam Undang-Undang palsu 
BI, 1999.

Selama pejabat Gubernur BI, Boediono melakukan aneka ragam blunder-blunder 
fatal yang merugikan BI dan Negara.                        

            

            b. Boediono membuktikan dirinya sebagai kokokbeluk belaka menerima 
begitu saja ajakan Sri Mulyani untuk duduk sebagai anggota KSSK (Komite 
Stabilisasi Sektor Keuangan). 

Boediono tidak mengerti dan memahfumi bahwa stabilisasi sektor keuangan 
(baca:sector moneter) dalam peraturan baru KSSK tadi telah melanggar 
prinsip-prinsip dan teori ilmu moneter ke-Bank Sentral-an di mana BI sendiri 
seyogianya merupakan satu-satunya lembaga substantif yang bertanggung jawab 
atas stabilisasi sektor keuangan.

            

            c. Tentu saja, Boediono tidak mengerti pula rumusan 
penyakit-systemic yang disebut Sri Mulyani -dalam peraturan KSSK tadi. 

Penyakit systemic sendiri sama sekali tidak dikenal dalam ilmu moneter, tapi 
merupakan hasil dari kecemerlangan ilmu moneter Sri Mulyani sendiri saja, 
seolah-olah dia berhasil melakukan temuan teori baru dalam ilmu moneter. 

Sri Mulyani bersikukuh, bahwa sekalipun BC sudah lumpuh loyo dirampok Robert 
Tantular, yang sementara itu sudah dipenjarakan, namun demikian, katanya- setan 
siluman systemic tadi disaksikan Sri Mulyani dengan kuping dan kasat matanya 
pribadi, masih tersembunyi melekat di BC dan diyakininya merupakan bahaya luar 
biasa dengan effek-dominonya merontokkan perbankan nasional, bila tidak dibasmi 
hilang sampai ke akar-akarnya. 

Namun sampai hari ini, Sri Mulyani tidak pernah mengutarakan secara 
ilmiah-moneter apa bentuk penyakit systemic tsb dan bagaimana bentuk kerontokan 
yang akan dialami bank-bank sebagai akibat dari mengamuknya systemic tsb. 
nasabah bank-bankkah yang tiba-tiba rush mencairkan deposito mereka, 
gedung-gedung banknya yang rata ke tanah atau para CEO perbankan yang terbius 
mati? 

            

            d. Begitu canggihnya keahlian moneter Sri Mulyani hingga membuat 
sebagian terbesar tokoh-tokoh cendekiawan Indonesia kagum ternganga-nganga, 
tapi turut bodoh. Para tokoh tsb dukumpulkan Sri Mulyani dalam sebuah 
opera-rapat akbar di Departemen Keuangan bulan November 2008, bukan untuk 
membicarakan apa setan systemic itu, tapi supaya para tokoh tadi mendukung dan 
mensyahkan gagasannya untuk mem-bail out BC yang dianggapnya sebagai cara 
satu-satunya untuk membasmi setan systemic dan bisa dihilangkan tanpa 
dirontokkannya perbankan di Indonesia.

            Sebuah ilmu baru  memiliki kebenaran tersendiri  yang objektif dan 
universal tanpa

                     memerlukan adanya usaha dukung-mendukung dari fihak 
ilmuwan manapun. 

Semua tokoh yang dikumpulkan Sri Mulyani tadi melenceng dan melupakan saja 
keharusan pembahasan pembasmian setan systemic itu sendiri. Semua tokoh merasa 
bangga dan memuji keahlian moneter-bohong dari Sri Mulyani yang membanggakan 
bail out BC pasti berhasil mencegah krisis 1998 yang -sesuai dengan instruksi 
SBY -tidak boleh terulang kembali di Indonesia. Krisis tsb -menurut sandiwara 
Sri Mulyani- sedang gila-gilanya mengancam perekonomian Indonesia pada akhir 
tahun 2008. Ancaman setan systemic secara licik diubah dan diganti Sri Mulyani 
menjadi setan krisis 1998. Padahal, Indonesia sama sekali tidak menghadapi 
ancaman terulangnya krisis seperti itu. Menurut ilmu moneter, tidak pernah 
mungkin sebuah krisis -apapun- yang timbul pada suatu periode bisa terulang 
kembali pada periode berikutnya, justru karena keadaan ekonomi pada periode 
pertama tadi tidak mungkin dapat kembali dalam keadaan yang sama seperti pada 
periode kedua.

Yang muncul menjelang akhir 2008 hanyalah krisis finansial global yang 
berkecamuk di seluruh dunia. Padahal, baik SBY maupun Sri Mulyani tidak 
mengerti, bahwa krisis global tsb tidak ada sangkut pautnya atau dampaknya 
terhadap  sektor-moneter (keuangan) atau perbankan di Indonesia, apalagi khusus 
mengenai soal perlunya mem-bail out BC. Sudah sandiwara konyol saja dari Sri 
Mulyani mempertontonkan scenario BC yang sudah mati bisa dihidupkannya kembali 
untuk mencegah kerontokan perbankan nasional.

            

            e. Namun, bail out memang dilaksanakan Sri Mulyani, tapi bukan lagi 
demi keselamatan BC sendiri seperti yang juga dikonsepkan semula oleh Boediono 
sewaktu mem-bail out BC sebelumnya. Sri Mulyani justru memunculkan dirinya jauh 
lebih ganas lagi dari harimau liar, karena secara membabi-buta, bail out yang 
disandiwarakannya untuk BC diubahnya dalam satu menit menjadi bail out bantuan 
modal gratis raksasa Rp 6.7 triliun yang dilaksanakan -melalui LPS- pada Bank 
Mutiara yang disulap secara licik oleh Sri Mulyani menjadi pengganti BC tanpa 
melibatkan pemilik sebelumnya dari BC.

 

            f. BC dimatikan  Sri Mulyani sambil menyiksa para deposan BC, yang 
ditinggalkannya terlantar. Bahkan ada 3 orang deposan BC, termasuk seorang 
Profesor di Univ. Atma Jaya di Yogyakarta yang bunuh diri karena kehilangan 
depositonya. Mengapa Sri Mulyani -sebagai ibu rumah tangga yang sangat baik- 
masih tega benar tanpa peri kemanusiaan membiarkan keluarga-keluarga para 
deposan BC terlantar dan menderita pedih sampai ada yang bunuh diri? Sungguh 
sandiwara luar binasa.

 

            g. Boediono, lebih-lebih Sri Mulyani sudah dirusak dan dirasuk 
motif untuk memenanangkan Partai Demokrat saja, sama seperti Syahril Sabirin 
-Gubernur BI dan Subiyanto, Menteri Keuangan yang terobsesi untuk memenangkan 
Golkar dalam Pemilu 1997. Sedemikian itulah motif sandiwara berbakti pada 
negara, masing-masing dalam kursi Gubernur BI dan Menteri Keuangan yang 
disandiwarakan Boediono dan Sri Mulyani mem-bail out BC . permainan jitu dari 
Mafia Moneter Partai Demokrat (???).

 

            h. Sangat wajar sekali berbagai demonstrasi berkecamuk diseluruh 
penjuru tanah air -bukan lagi terbatas pada para deposan BC, tapi sudah meluas 
meliputi mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat, yang merasakan dan meyakini 
bahwa kejahatan-moneter Boediono dan Sri Mulyani sudah menyengsarakan rakyat 
kecil di Indonesia. Demonstrasi marak,walaupun rakyat tidak dan belum sampai 
menyadari bahwa kejahatan-moneter Sri Mulyani dan Boediono jauh lebih kejam 
dari kejahatan seorang 

pembunuh. Rakyat belum bisa menyadari bahwa korban kejahatan moneter tadi jauh 
lebih luas -berskala skandal nasional- dibandingkan dengan 1-3 orang saja 
korban si pembunuh biasa. Boediono dan Sri Mulyani tahu bahwa kejahatan-moneter 
mereka tidak mungkin dijerat Pansus melalui "KUHP". SBY sendiri mentolerir 
kejahatan mereka dan sebaliknya menuduh Pansus yang hendak meng-kriminalisasi 
kedua kesayangan utama dari SBY tsb. Pernyataan retorika melulu dan bukan hati 
nuraninya yang bicara, bila Boediono berkata minggu lalu bahwa dia tidak takut 
dipecat SBY. 

 

Andi Mallarangeng -penyanyi-latihan dari lagu-lagu ciptaan SBY, yang oleh 
karenanya dipromosikan menjadi Menteri, mengajak Boediono, Sri Mulyani supaya 
tidak perlu mempedulikan demonstrasi apapun yang marak belakangan ini. 
Jumlahnya sangat kecil sekali, menurutnya -katakanlah 500 ribu warga Negara- 
yang sama sekali tidak berarti dalam hitungan ratusan juta penduduk yang sangat 
mengagumi pimpinan SBY yang dalam 100 hari saja justru berhasil membentuk 
pemerintahannya menjadi raksasa luar biasa, sambil mengangkat yang tidak ahli 
menjadi ahli luar biasa -seperti Ir. Hatta Rajasa dan Ir. Tifatul- dengan 
maksud menyejahterahkan luar biasa para pimpinan luar biasa Indonesia supaya 
mahir menari-nari luar biasa diatas bangkai kemiskinan dan kemelaratan luar 
biasa dari rakyat kecil dewasa ini. Yah, zaman SBY serba luar biasa sekarang 
ini.

 

Muncul pula suara-suara menghangat di kalangan Pansus sendiri untuk memakzulkan 
Sri Mulyani, Boediono   . dan Presiden SBY sendiri. Oleh karena pemakzulan 
ketiga pimpinan tsb dianggap akan mempermalukan Partai Demokrat khususnya, maka 
pasti sekali gerakan-kontra akan dicetuskan untuk memakzulkan Pansus sendiri. 
Gerakan-kontra tsb dipimpin oleh algojo Partai Demokrat, yaitu "Si-Mulut- Kotor 
Ruhut Sitompul" yang memang pilihan ahli untuk menteror dan men-torpedo setiap 
langkah Pansus yang dianggap mencederai Partai Demokrat.

            *Pemakzulan harus diartikan lebih tepat sebagai gebrakan 
mengembalikan jati diri dan martabat                Negara dan pimpinannya. 

                

                -Dalam hubungan ini, Gorbachev memakzulkan USSR dan jajahannya 
di Jerman dan Eropa        Timur yang dikuasai kediktatoran Stalinisme dan 
menegakkan kembali jatidiri dan martabat              Negara Russia sambil 
memerdekakan kembali semua jajahannya.

                -Presiden Soekarno dimakzulkan oleh gebrakan Kami-Kappi untuk 
menegakkan kembali jatidiri                 Republik ini, terlepas dari 
megalomania Soekarno yang mengangkat dirinya sebagai Pemimpin           Besar 
Revolusi Indonesia seumur hidup.

                -Presiden Soeharto dimakzulkan gebrakan darah patriot mahasiswa 
yang gugur dalam peristiwa   Trisakti, Semanggi I & II untuk membebaskan 
Republik ini dari segala bentuk kediktatoran.

                -Dewasa ini marak demonstrasi  yang hendak memakzulkan Sri 
Mulyani, Boediono dan Presiden                SBY untuk mengembalikan jatidiri 
dan martabat Negara ini bebas dari segala bentuk           sandiwara yang 
dimainkan para pimpinan Pemerintah sekarang ini.

 

Kesimpulan: Sandiwara Sri Mulyani dan Boediono bukan saja sudah kelewat batas 
ilmu-moneter, bahkan lebih parah lagi karena sudah melewati batas-batas moral 
dan peri kemanusiaan. Kejahatan-moneter mereka berdua merupakan biang keladi 
utama dan penanggung jawab utama dari skandal Bank Century. Skandal penyalah 
-gunaan aliran dana raksasa bail out ke dan dari Bank Century-Bank Mutiara 
sekalipun sangat perlu untuk ditelusuri dengan seksama, hanyalah detail saja 
dari kejahatan-moneter raksasa tadi. Semoga Sri Mulyani dan Boediono menjadi 
mas tulen dan bukan mas imitasi dan palsu.

                                                                                
                hmt oppusunggu.

 

CC disampaikan dengan hormat kepada Presiden SBY dengan permohonan supaya cout 
que coute mempertahankan Boediono dan Sri Mulyani, agar 'kemenangan-landslide' 
PilPres SBY jangan ternoda. Penderitaan rakyat supaya dipersetankan saja.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke