Kalau "demo bayaran" mah udah dari jaman baheula dimulai. Waktu tahun 2002 aja sudah banyak banget demo bayaran. Sewaktu jaman Suharto mau diturunkan, banyak pihak asing yang juga memberikan uang untuk para pendemo. Tergantung apa kepentingan mereka pada masa itu.. Nah demo yang sudah mulai diperhalus cara-caranya, agar tidak "kentara" banget, ya mulainya sewaktu Partai Demokrat memulai kiprahnya dalam PEMILU dan PILPRES. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa demo bayaran bukanlah suatu hal yang baru saja terjadi. Sudah dimuali cukup lama. Salam, Yuli
--- On Thu, 1/28/10, liman PAP <liman_...@yahoo.com> wrote: � Uangnya Nanti Dikasih Setelah Selesai Demo Kamis, 28 Januari 2010 | 14:59 WIB KOMPAS.COM/KRISTIAN TO PURNOMO Massa dari berbagai elemen melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara JAKARTA, KOMPAS.com — Anda ingin menggelar unjuk rasa tapi tidak punya massa? Jangan khawatir, datang saja ke wilayah pinggiran di Jakarta Utara. Masyarakat di sana siap meramaikan aksi Anda. Siapkan saja atribut, isu aksi, dan tentu saja uang. Yang terakhir ini adalah syarat utama agar aksi yang Anda rancang berjalan meriah. Jadi setiap pendemo dapat Rp 35.000 tanpa makan. Kalau dikasih makan, uang yang diberi cuma Rp 30.000. Kompas.com menyusuri perkampungan di wilayah Warakas, Jakarta Utara, Kamis (28/1/2010). Hari ini di Ibu Kota digelar aksi unjuk rasa menyambut 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Mereka yang turun ke jalan tidak hanya massa anti-SBY yang besuara kritis, tetapi juga massa pro-SBY yang menyatakan dukungan penuh kepada pemerintah. Gegap gempita ekspresi demokrasi dalam wujud unjuk rasa sudah bergaung di kawasan Warakas sejak seminggu lalu. Sejumlah orang dari dua organisasi massa datang mengajak masyarakat untuk ikut demonstrasi. Hasilnya, 13 metromini pagi tadi beranjak dari Warakas mengangkut sekitar 500 orang. Entah, mereka berada di barisan mana di tengah ribuan demonstran yang turun pada siang ini. Bule (34), warga kolong tol RT 10 RW 8 Kelurahan Papangggo, Kecamatan Tanjung Priok, menceritakan, ia sering kali diminta oleh pengurus dua organisasi itu untuk menjadi koordinator massa di sekitar tempatnya tinggal. Ia terus diiming-imingi keuntungan yang besar dalam sekali aksi. "Saya sering diminta jadi koordinator, tapi saya enggak pernah mau," ucap pengurus salah satu organisasi kepemudaan itu ketika ditemui Kompas.com di sekitar Warakas, Kamis. Bule menceritakan, setiap organisasi memberikan uang Rp 50.000 kepada koordinator untuk satu orang pendemo. Namun, uang itu disunat oleh koordinator sekitar Rp 15.000 sebelum diberikan kepada pendemo. "Aksinya sampai sore sekitar jam 16.00. Kalau sampai malam, biasanya sunatnya dikurangi jadi Rp 10.000," jelas dia. "Jadi setiap pendemo dapat Rp 35.000 tanpa makan. Kalau dikasih makan, uang yang diberi cuma Rp 30.000. Uangnya nanti dikasih setelah selesai demo. Mereka kumpul lagi di lokasi awal berangkat baru dibagiin uangnya," papar Bule. Setiap koordinator, kata dia, mendapat keuntungan yang lumayan. "Setiap koordinator bisa kumpulin minimal 100 orang. Bayangin aja Rp 15.000 kalau dikali 100, dia bisa dapat minimal Rp 1,5 juta," tambah dia. [Non-text portions of this message have been removed]