Tindakan pimpinan PT PINDAD sangat tidak pantas. Kecelakaan itu akibat PT PINDAD tidak cermat dalam melakukan ujicoba sehingga mencelakakan masyarakat tidak bersalah. Bagaimana kalau dibalik, yaitu kaki Pimpinan PT Pindad di amputasi dan mendapatkan tunjangan yang 3 kali lebih besar yaitu sekitar Rp. 1 juta/bulan selama 2 tahun. Pasti akan banyak donatur yang bersedia untuk membiayai proses amputasi pimpinan PT PINDAD yang ceroboh ini, biar bisa merasakan bagaimana menderitanya seseorang yang kakinya telah diamputasi akibat kecerobohan yang dia lakukan. Salam, Adyanto Aditomo --- Pada Ming, 7/2/10, suryo pratomo <suryo_prat...@yahoo.com> menulis:
Dari: suryo pratomo <suryo_prat...@yahoo.com> Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Harga Kaki Amputasi Rp 7,2 juta? Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Cc: ipb_l...@yahoogroups.com Tanggal: Minggu, 7 Februari, 2010, 7:37 AM Hilangnya Rasa Kemanusiaan Jumat, 5 Februari 2010 21:36 WIB Pekan lalu di depan Menteri Riset dan Teknonologi Suharna Suryapranata, PT Pindad melakukan uji coba peluncuran roket di Lumajang, Jawa Timur. Sebagai bagian ada keinginan untuk bersiap membangun industri pertahanan yang bisa diandalkan, kita mendukung pengembangan teknologi roket di Tanah Air.. Kita tidak boleh menjadi bangsa yang tertinggal. Kita harus masuk dalam kelompok negara-negara terdepan dalam membangun industri pertahanan berbasis roket. Kalau bangsa Tiongkok bisa, kalau bangsa India bisa, kenapa kita tidak bisa. Itulah bahasa yang dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika berbicara di depan National Summit, akhir tahun lalu. Presiden mencoba memacu kemampuan dari bangsa ini untuk mencapai prestasi tertinggi. Dari serangkaian uji coba yang dilakukan, ada dua roket yang tidak berjalan seperti seharusnya. Roket itu bergerak tidak terkendali dan tragisnya satu roket bahkan menimpa sebuah rumah penduduk. Dua warga yang sudah berumur kebetulan sedang tinggal di dalam rumahnya yang sederhana. Mereka tidak menyadari adanya bahaya yang mengancam jiwa sampai roket itu menembus rumah dan meledak di dekat mereka. Ledakan roket beruntung tidak merenggut jiwa mereka. Namun kedua orang tua itu harus menerima kenyataan bahwa ledakan roket membuat penghuni laki-laki berumur 80 tahun mengalami luka bakar hebat, sementara perempuan berumur 50 tahun mengalami luka parah di bagian kaki membuat kakinya harus diamputasi. Sebuah kecelakaan yang sungguh tidak disengaja. Pihak Pindad memang segera membawa kedua korban ke rumah sakit. Pihak Pindad pun menanggung biaya pengobatan bagi kedua orang tua yang malang tersebut. Pertanyaan lebih lanjut, setelah kedua korban kelak sembuh, kompensasi apa yang diberikan negara kepada keduanya? Di luar dugaan, Pindad menawarkan untuk memberi santunan sebesar Rp 300.000 per bulan kepada korban selama dua tahun. Artinya selama dua tahun, korban menerima santunan sebesar Rp 7,2 juta. Pantaskah seorang yang menjadi korban dari sebuah uji coba teknologi canggih dihargai sebegitu rendahnya? Tidakkah dibayangkan bahwa dengan kaki yang diamputasi pada usia yang begitu tua, praktis tidak ada yang bisa mereka kerjakan lagi di sisa hidupnya. Tidak mudah bagi seorang tua untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Bahkan orang muda yang tiba-tiba harus kehilangan kaki pun sulit untuk bisa beradaptasi. Bahkan untuk bisa bekerja seperti biasa, mereka membutuhkan masa penyesuaian yang panjang. Tidak terbayang di negeri yang memiliki falsafah yang begitu mulia seperti tertuang dalam sila-sila dalam Pancasila ternyata tidak memiliki hati sama sekali. Tidak ada kepedulian dari pimpinan tertinggi Kementerian Riset dan Teknologi untuk datang menjenguk kedua korban dan memberikan kompensasi yang lebih masuk akal. Kalau saja pemimpin itu punya hati seharusnya tidak perlu ragu menjadikan kedua korban itu sebagai pahlawan teknologi. Mereka telah "berkorban" demi cita-cita dari bangsa ini mencapai prestasi tinggi di bidang teknologi. Untuk itu tidak ada salahnya negara memberikan tunjangan seumur hidup kepada kedua korban tersebut. Negara tidak akan merugi dengan memberikan tunjangan seumur hidup kepada mereka. Sebaliknya negara akan dihormati oleh rakyatnya karena menunjukkan kepedulian yang tinggi dan bertanggung jawab kepada rakyatnya. Bupati Lumajang sepantasnya marah dengan perlakuan tidak manusiawi kepada warganya. Pemberian santunan yang hanya Rp 300.000 untuk waktu dua tahun sangat tidak pantas bagi orang yang harus menjadi korban dari tindakan sebuah lembaga negara. Kejadian di Lumajang memang tidak boleh menyurutkan niatan kita untuk terus menggapai cita-cita tinggi mengembangkan teknologi roket. Peristiwa nahas itu justru harus menjadi pemicu untuk bekerja lebih giat dan menyempurnakan teknologi yang ada. Namun yang lebih penting, perlunya kita mengasah nilai kemanusiaan kita. Bangsa yang katanya menempatkan manusia dalam posisi yang begitu tinggi. Bangsa yang berani menyebutkan prinsip bangsanya tentang sebuah "kemanusiaan yang adil dan beradab". Namun dalam praktiknya sama sekali tidak menunjukkan keadaban itu. Tidak sepantasnya kita menunjukkan sikap yang sama sekali tidak menghormati arti sebuah kehidupan, arti sebuah kemanusiaan. Kita tidak ubahnya seperti monster apabila sekadar pintar tetapi tidak memiliki hati seperti ini. Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]