Pengantar:

Ini tulisan dari seorang kawan, yang sekarang sedang studi di Urbana, IL, untuk 
memberi dukungan pada kawan yang sekarang maju sebagai Calon Walikota Surabaya, 
dari Jalur Perseorangan (Independen). Kawan itu adalah Fitrajaya, aktivis 
90-an, yang dulu tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAMI).

————-

Surat Terbuka Untuk Fitrajaya *

By Andi Irawan 


‘Tra, selamat yo! Awak gak kaget, wis kudune, wis wayahe!

Sebagian mungkin sedang mengelu-elukanmu sebagai “from zero to hero”. Tanpa 
mengurangi rasa hormat terhadap mereka yang tulus memberikan penghargaan itu 
padamu, menurutku atribut itu (dapat) menyesatkan. Aku punya dua alasan.

Pertama, jalan yang pernah kita tempuh telah menancapkan suatu anti-hero 
attitude di benak kita sebagai suatu kesadaran. Satu-satunya lakon atau hero 
dalam gerakan pro-demokrasi dan reformasi adalah rakyat! Masih ingat prinsip 
ini ‘kan? Kita sering mendiskusikannya di warkop pinggir jalan,di kantin, 
lorong, dan parkiran berbagai kampus di Surabaya dan kota-kota lainnya, di 
rumah Bratang, serta di rumah Klampis. Kita juga mempercayainya sebagai 
pendekatan dalam pendampingan dan advokasi. Kita memupuknya sebagai suatu 
metode anti elitisme, menolak tunduk pada oligarki politik, mendorong 
inklusifitas dan partisipasi, serta menjaga akal sehat. Aku percaya, kamu masih 
menghayatinya. Bukankah kamu saat ini bisa menjadi Cawali tanpa perlu menghiba 
tiket dari parpol karena didukung ratusan elemen dan komunitas masyarakat yang 
tergabung dalam Konsolidasi Arek Suroboyo (KAS)? Aku yakin, bagimu, atribut di 
atas lebih tepat dialamatkan ke mereka.

Kedua, jika personifikasi kepahlawanan kolektif warga itu dilekatkan padamu, 
istilah “from zero to hero” tetap kurang presisi. Bagi semua yang pernah 
berinteraksi dengan kamu atau kamu dampingi- kawan lama, masyarakat daerah 
kasus, musibah, dan sengketa, kelompok-kelompok yang pernah teraniya rejim Orde 
Baru (termasuk didalamnya mereka yang saat ini jadi petinggi-petinggi parpol), 
komunitas-komunitas pencerahan melalui media keilmuan, kewirausahaan, 
kebudayaan, dan keagamaan – saya kira akan menyebutmu a long time hero. Warga 
biasa, bekas mahasiswa yang kumus-kumus, namun tidak takut berpikir besar dan 
memberinya kaki supaya bisa berjalan, melakukan ketidaklaziman, melawan 
kemustahilan, bahkan siap ‘membayar’ mahal dalam memperjuangkan gagasan. Those 
are traits of a hero! Jadi, istilah yang lebih pas untuk kamu adalah “from a 
hero to a greater hero”.

Setelah resmi tercatat sebagai Cawali dari calon independen, tantangan dan 
godaannya nya tentu lebih besar. Kalau kamu bisa mengatasinya dengan baik, 
bagiku, kamu sudah menjadi a greater hero, meski mungkin nanti kalah. Aku 
pikir, godaan pertama yang mungkin akan segera kamu hadapi adalah usaha untuk 
membelimu: dengan tunai atau dengan menghembuskan angin surga untuk nanti 
mendapat konsesi-konsesi proyek-proyek pasca Pilwali!

Sudah jamak, sebuah usaha kecil dengan gagasan besar ala hi-tech start-up yang 
berprospek, sudah pasti akan dilirik oleh perusahaan besar. Jika kamu berhenti 
sekarang sebelum berjuang mati-matian sampai peluit panjang dibunyikan, apalagi 
kalau hanya karena memilih untuk “mengijonkan sawah”, menggadaikan prospek dan 
potensi karena jerih pada ketidakpastian, tentu ini akan mengecewakan banyak 
ketulusan dukungan. Tapi aku percaya, kamu mampu mengamankan dirimu dan 
lingkaran sukarelawan yang saat ini bertarung di gelanggang pertempuran (Salam 
kangen dan respek untuk Muhaji, Gunardi, Sefdin, Wawan Kemplo, dan yang 
lain-lain).

Kalau nanti benar-benar jadi Walikota, harapan masyarakat tentu juga akan lebih 
besar. Apalah artinya sebutan Walikota dari jalur independen kalau kualitas 
penabdirannya, orientasi pembangunannya, dan moral kepemimpinan politiknya 
tidak lebih bagus? Jika kamu bisa, atribut a greater hero tentu juga akan 
dialamatkan ke kamu (meski aku tahu, kamu tidak peduli soal ini). Di tangan 
walikota independen, dinamika ekonomi dan kualitas multi dimensi hidup warga, 
harus lebih baik.

Kriwul, ente memang bonek! Ngluruk tanpo bondo!

Sebagian lagi mungkin saat ini sedang mencibirmu sebagai Don Quixote! Tenang 
saja, tidak perlu marah, tidak perlu sakit hati. Sarkasme semacam itu hanya 
muncul dari mereka yang merasa terganggu hegemoninya. Karena pongahnya, tidak 
sadar bahwa rakyat tidak buta, lantas kaget ketika otoritasnya digoyang oleh 
gerakan warga. Buruk rupa, dicermin dibelah. Karena cerminnya buram, kamulah 
yang di-Don Quixote-kan! :)

Bagiku jelas kamu beda dengan Don Quixote. Dia mencari glory dan grand 
adventure, sedangkan kamu adalah aktor yang dipilih untuk meneruskan pencapaian 
cita-cita kolektif. Ingat bukan, sejak 1992, saat Suharto masih ngangkangin 
Indonesia, mahasiswa Surabaya secara terbuka telah menyatakan menolak budaya 
calon tunggal pada pemilihan presiden. Dalam skala kota, saat ini, KAS mampu 
menjaganya dan memberi pemaknaan baru pada aspirasi itu. Tidak seperti laiknya 
parpol yang meminta uang mahar, kamu lolos mekanisme fit and proper test KAS 
tanpa sepeser uang pun. Tidak seperti Don Quixote yang ganjen petualangan, KAS 
adalah harapan baru bagi kegelapan, kepengapan, dan keputus-asaan rakyat 
terhadap peran dan kinerja partai politik.

Mungkin saja yang men di-Don Quixote-kan kamu itu tidak pernah baca atau 
sengaja memungkiri kisah-kisah para Nabi yang harus diteladani: memperjuangkan 
perubahan! Mungkin saja mereka tidak pernah mengenal pemikiran besar Schumpeter 
tentang “creative destruction”.

Imitasi dan hinaan merupakan bentuk termurni dari sebuah pujian. Dengan 
dikatakan sebagai orang yang berusaha “melukis di air”, anggap saja itu sebagai 
pernyataan “Fitrajaya adalah Muhammad Yunus tanpa PhD, tanpa Nobel”. Hahaha, 
keren bukan?

Dalam satu ceramahnya yang sempat kuhadiri langsung, dia berbagi resep rahasia 
sukses Grameen Bank: “Ketika hendak mendirikan Grameen Bank, saya mengamati 
bagaimana bank-bank konvensional beroperasi. Setelah paham bagaimana mereka 
bekerja, yang saya lakukan untuk Grameen Bank adalah kebalikan dari semua yang 
dilakukan oleh bank-bank konvensional itu!” Yang KAS lakukan adalah kebalikan 
dari parpol. Suatu pendekatan yang sama seperti yang dilakukan Muhammad Yunus.

Maju terus kawan! Semoga yang dilangit memilihmu, dan yang dibumi mendukungmu!

Best,

Andi Irawan

University of Illinois at Urbana-Champaign

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

------------------------------------

=====================================================
Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] :

1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS

2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://cetak.kompas.com/ , 
http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/

3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke 
anggota

4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id

5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com

KOMPAS LINTAS GENERASI
=====================================================
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com 
    forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke