Saya menangkap ada tiga potensi masalah besar dari rencana (ambisi) pengembangan biofuel/agrofuel: kedaulatan pangan, kelestarian lingkungan dan sistem pertanian. Masalah pertama lebih terasa oleh konsumen di perkotaan dan masalah lingkungan sudah dibahas cukup banyak oleh pembaca lainnya. Namun bertambah kacaunya sistem pertanian nampaknya kurang mendapat perhatian. Tina sudah membahas dampak lingkungan dari sistem pertanian intensif yang menggunakan banyak bahan kimia buatan sebagai pupuk maupun pestisida. Masalah lain yang merisaukan adalah tanah/lahan bagi petani.
Pengembangan besar2an agrofuel/biofuel membutuhkan lahan yang sangat luas. Apakah ada lahan luas yang layak untuk pengembangan ini tetapi sudah bebas "konflik" atas hak-hak tenurialnya? Apakah layak kita mengembangkan sistem perkebunan besar-besarna manakala banyak petani kita yang masih belum memiliki luasan tanah yang memadai untuk kebutuhan pangan dan produksinya, serta banyak petani yang hak-hak atas tanahnya dirampas atau diabaikan? Beberapa penelitian dan pengaduan2 masyarakat sudah dapat mengungkap betapa tingginya tingkat pelanggaran HAM terhadap petani-petani dalam pengembangan kelapa sawit, antara lain, di Kalimantan Barat, Papua dan Sumatera. Pengembangan tanaman jarak juga berpotensi pada ketidakjelasan nasib petani penanam dengan tidak jelasnya harga jual buah jarak serta sistem produksi yang akan dibangun. Ketika pelanggaran-pelanggaran HAM di "sektor" pertanahan, yang sudah terjadi dan masih berlangsung, belum diselesaikan, mestinya pemerintah maupun penanam modal tidak memperkeruh masalah dengan mengembangkan perkebunan besar2an lagi. Masalah kelangkaan energi mestinya tidak diatasi secara sederhana dengan menyediakan sumber energi alternatif semata tetapi juga perlu dibarengi dengan kejelasan atas sumber dan proses produksi dari energi alternatif dan yang lebih penting melakukan penghematan konsumsi energi. Kita semua tahu tingginya tingkat konsumsi energi perkapita di negara2 utara serta sebagian kecil masyarakat di negara selatan/berkembang. Manusia memang perlu terus berkembang tetapi berkembang secara cerdas dan bijak. Kita pernah diingatkan oleh salah seorang environmentalist: There is a limit to growth. salam, sandra moniaga ----- Original Message ----- From: Tina Napitupulu To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Sent: Friday, July 27, 2007 9:50 AM Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Rakyat Indonesia dikorbankan untuk bahan bakar mobil Eropa (kasus mi Saya malah meyakini bahwa agrofuel/biofuel tidak juga ramah lingkungan. Setahu saya, biofuel ini naik daun karena issue pamanasan global dan ditambah lagi cadangan fossil fuel yang tidak lagi mencukupi. Karena agrofuel/biofuel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan industri dan harga jualnya lebih mahal, sudah dapat diyakini bahwa penanamannya akan benar-benar intensif. Pertanian intensif yang menggunakan pupuk kimia, melepas nitrogen oksida di udara. Dan menurut Emil Salim (di Kompas 23 Juni) butuh 114 tahun untuk melerai satu kilogram nitrogen oksida. Outputnya mungkin ramah lingkungan tetapi prosesnya, benar-benar tidak. Tina