Itu dia! Jadi yang anti pluralisme dan punya sikap ekstrim itu adalah
si orang yang bom bunuh diri itu. Bukan saya. Bung Anton punya analisa
bagus tapi obyek yang dijadikan target lagi-lagi kebalik. KEdua, pluralisme
itu tidak mentolerir kejahatan. Membunuh orang jelas kejahatan. Itu
sudah jadi konsensus hasil silang peradaban. Ketiga membaca buku tidak
menjamin seseorang menjadi tidak ekstrim. Kadang buku bisa jadi
agitasi bagi pembacanya. Intinya, dalam literaturpun Anda tidak bisa
lepas dari kepentingan kekuasaan hegemoni tertentu. Belum lagi bahasa yang
dibentuk. Dalam bahasa kekerasan simbolik itu merajalela. Begitupula
media televisi, koran, internet, dll. Jadi bicara soal pluralisme,
multikulturalisme itu tidak sesimplistik yang kita kira hanya karena
kata "plural" dan "multi" saja lalu definisinya jadi terlalu
artifisial.

Salam keren,
Mariana


Thursday, January 3, 2008, 1:02:45 PM, you wrote:

> Pertama,saya dari kecil mendidik diri saya untuk membaca banyak hal 
> termasuk banyak jenis buku, dengan membaca banyak hal maka saya bisa 
> menghindarkan diri dari sikap ekstrim dan dari itulah saya tidak 
> pernah terjebak pada suatu kegiatan politik atau gerakan yang 
> ekstrim atau tidak masuk akal.

> Setiap pandangan politik memiliki rasio masing-masing, hanya saja 
> pandangan itu harus dirubah oleh kebenaran umum, apakah kebenaran 
> umum. Kebenaran umum adalah peradaban itu sendiri yang diterima oleh 
> masyarakat luas. Dan selama ini Indonesia adalah silang peradaban.

> Rasio sendiri bisa melampaui pengalaman, karena di dalam rasio sudah 
> terhimpun rangkaian pengalaman baik itu teruji oleh personal maupun 
> rasio yang membaca  pengalaman orang lain dalam hal ini sejarah dari 
> sesuatu.

> Memang kelompok radikal selalu menginginkan perubahan dan salah satu 
> syarat dari perubahan itu adalah anti pluralisme, ini juga seperti 
> Hegemoni Anglo yang secara tidak langsung membuat sistem yang anti 
> pluralisme namun dengan cara elegan. Intinya semua pertarungan 
> budaya dan idealisme menghendaki adanya hegemoni yang cenderung anti 
> pluralisme. 

> Namun sebagai bagian dari intelektual yang terdidik dan terlatih 
> untuk menerima pemahaman pluralisme, multikultural dan sebagainya, 
> kita wajib untuk tidak ketularan latah anti plural, termasuk dengan 
> lawan pluralisme itu, dengan oposan pluralisme itu. Bila kita ikut-
> ikutan anti pluralisme dengan meniadakan mereka, maka sikap itu 
> adalah 'Contradictio in terminis' sejak awal mulanya.....

> ANTON

Kirim email ke