Yakin tuh tanda contreng bisa diaplikasikan ke seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai jenis latar belakang budaya dan pendidikan????
2008/9/16 Agus Hamonangan <[EMAIL PROTECTED]> > > http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/16/00150798/tanda.contreng.masih.diperdebatkan > > Jakarta, Kompas - Sebagian anggota Komisi II DPR masih mempertanyakan > tanda contreng (V) yang dipilih Komisi Pemilihan Umum atau KPU sebagai > tanda pemberian suara. KPU diharapkan segera memutuskan tanda apa yang > dikategorikan sebagai suara sah dan suara tidak sah untuk segera > disosialisasikan. > > Berbagai pertanyaan mengenai tanda contreng atau centang, bagaimana > suara yang sah dan tidak sah, serta desain surat suara muncul dalam > rapat dengar pendapat antara DPR dan KPU, Senin (15/9). > > Anggota Komisi II, Andi Yuliani Paris (Fraksi Partai Amanat Nasional, > Sulawesi Selatan II), mengatakan, KPU perlu memikirkan nama yang cocok > untuk tanda contreng karena tidak semua orang di dalam masyarakat > mengetahui arti tanda contreng. > > "Bagaimana kalau masyarakat mengilustrasikan tanda contreng itu > seperti tanda silang atau titik? Apakah suaranya sah? Kata contreng > tidak dikenal seluruh masyarakat, termasuk konstituen kami di Sulsel," > kata Andi. > > Bila KPU memutuskan menggunakan tanda contreng dalam surat suara, > lanjut dia, sebaiknya dicari cara yang tepat bagaimana mengubah > kebiasaan pemilih dari mencoblos menjadi memberi tanda contreng. > "Banyak yang bertanya kepada kami, termasuk dari kaum tunanetra. > Bagaimana memastikan kaum tunanetra memilih pada tempat yang tepat? > Ini penting supaya mereka juga bisa berpartisipasi dalam pemilu," ujarnya. > > Anggota Komisi II, Eddy Mihati (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia > Perjuangan/PDI-P, Yogyakarta), menambahkan sangat sulit memberikan > pemahaman kepada masyarakat mengenai tanda contreng sebagai tanda yang > sah. > > "Konstituen PDI-P sebagian besar ada di pedesaan, sulit untuk > memberikan pengertian bahwa pemilu sekarang tidak lagi mencoblos. > Karena itu, KPU harus menyosialisasikan sungguh- sungguh," katanya. > > Menanggapi hal itu, anggota KPU, Andi Nurpati, mengatakan, desain > surat suara dan tanda contreng akan diputuskan setelah simulasi > pemungutan suara dilakukan dan konsultasi resmi antara KPU dengan > pemerintah dan DPR. > > "Itu masih bisa didiskusikan. Tanda apa yang digunakan memang tak > secara eksplisit disebutkan bentuknya, dan kami sudah melalui diskusi > yang panjang untuk tanda contreng ini. Kami memilih satu tanda dan > membolehkan tanda lain, tetapi terbatas. Tidak semua tanda bisa > menjadi suara yang sah," ujarnya. > > Format suara > > Anggota Panitia Khusus RUU Pemilu, Agun Gunandjar Sudarsa (Fraksi > Partai Golkar ), di Jakarta, kemarin, mengingatkan, format surat suara > sangat menentukan konfigurasi pemberian suara. Jika benar KPU sebagai > penyelenggara pemilu ingin mendorong rakyat memilih langsung calon > wakilnya, desain surat suara pun mesti memperhitungkan berbagai > kemungkinan. Jika tanda gambar partai politik terlalu dominan di surat > suara, bukan tidak mungkin pemilih akan cenderung memilih gambar > parpol saja. Jika itu yang terjadi, praktis soal nomor urut kembali > sangat menentukan. > > "Semua ini pilihan. KPU maunya mana?" kata Agun. > > Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR Eka Santosa (Fraksi PDI-P) > mengingatkan klausul dalam UU No 10/2008 bahwa prinsip efisiensi juga > harus dipertimbangkan dalam penentuan surat suara. KPU tidak bisa > begitu saja menetapkan tanda centang untuk menandai pilihan. "Kalau > centang atau contreng, bagaimana alat penandanya, apa warnanya, berapa > biayanya? Itu malahan tambah rumit," kata Eka. (dik/SIE)