Sent from my BlackBerry� smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung 
Teruuusss...!

-----Original Message-----
From: "Hakim, Lukman " <lukman.ha...@citi.com>

Date: Fri, 13 Mar 2009 16:50:25 
Subject: [sman2bogor_alumni] FW: [sd-islam] FW: hati-hati pada dokter?


 
Billy N. <  <mailto:billy%40konsulsehat.web.id> bi...@konsulsehat.web.id 
<mailto:  <mailto:billy%40konsulsehat.web.id> bi...@konsulsehat.web.id> >
date Sat, Mar 7, 2009 at 10:48 AM
 
Halo rekan-rekan,
 
Ini tulisan yang mungkin 'aneh', saya sebagai seorang dokter justru meminta 
rekan-rekan untuk berhati-hati pada dokter. Ini mengikuti tulisan Pak Irwan 
Julianto di Kompas 4 Maret 2009 lalu, yaitu mengenai 'caveat venditor' 
(produsen/penyedia jasa berhati-hatilah). 
Ceritanya begini, beberapa hari ini saya mengurusi abang saya yang sakit demam 
berdarah (DBD). Saya buatkan surat pengantar untuk dirawat inap di salah satu 
RS swasta yang terkenal cukup baik pelayanannya. Sejak masuk UGD saya temani 
sampai masuk ke kamar perawatan & tiap hari saya tunggui, jadi sangat saya tau 
perkembangan kondisinya. Abang saya paksa dirawat inap karena trombositnya 82 
ribu, agak mengkuatirkan, padahal dia menolak karena merasa diri sudah sehat, 
nggak demam, nggak mual, hanya merasa badannya agak lemas. Mulai di UGD sudah 
'mencurigakan', karena saya nggak menyatakan bahwa saya dokter pada petugas di 
RS, jadi saya bisa dengar berbagai keterangan/penjelasan & pertanyaan dari 
dokter & perawat yang menurut saya 'menggelikan'. Pasien pun diperiksa ulang 
darahnya, ini masih bisa saya terima, hasil trombositnya tetap sama, 82 ribu.
 
Ketika Abang akan di-EKG, dia sudah mulai 'ribut' karena Desember lalu baru tes 
EKG dengan treadmill dengan hasil sangat baik. Lalu saya tenangkan bahwa itu 
prosedur di RS. Yang buat saya heran adalah Abang harus disuntik obat Ranitidin 
(obat untuk penyakit lambung), padahal dia nggak sakit lambung, & nggak 
mengeluh perih sama sekali. Obat ini disuntikkan ketika saya ke mengantarkan 
sampel darah ke lab. Oleh dokter jaga diberi resep untuk dibeli, diresepkan 
untuk 3 hari padahal besok paginya dokter penyakit dalam akan berkunjung & 
biasanya obatnya pasti ganti lagi. Belum lagi resepnya pun isinya nggak tepat 
untuk DBD. Jadi resep nggak saya beli. Dokter penyakit dalamnya setelah saya 
tanya ke teman yang praktik di RS tersebut dipilihkan yang dia rekomendasikan, 
katanya 'bagus & pintar', ditambah lagi dia dokter tetap di RS tersebut, jadi 
pagi-sore selalu ada di RS. Malamnya via telepon dokter penyakit dalam beri 
instruksi periksa lab macam-macam, setelah
saya lihat banyak yang 'nggak nyambung', jadi saya minta Abang untuk hanya 
setujui sebagian yang masih rasional. Besoknya, saya datang agak siang, dokter 
penyakit dalam sudah visit & nggak komentar apapun soal pemeriksaan lab yang 
ditolak. Saya diminta perawat untuk menebus resep ke apotek. Saya lihat 
resepnya, saya langsung bingung, di resep tertulis obat Ondansetron suntik, 
obat mual/muntah untuk orang yang sakit kanker & menjalani kemoterapi. Padahal 
Abang nggak mual apalagi muntah sama sekali. Tertulis juga Ranitidin suntik, 
yang nggak perlu karena Abang nggak sakit lambung. Bahkan parasetamol bermerek 
pun diresepkan lagi padahal Abang sudah ngomong kalau dia sudah punya banyak. 
Saya sampai cek di internet apa ada protokol baru penanganan DBD yang saya 
lewatkan atau kegunaan baru dari Ondansetron, ternyata nggak. Akhirnya saya 
hanya beli suplemen vitamin aja dari resep. Pas saya serahkan obatnya ke 
perawat, dia tanya 'obat suntiknya mana?', saya
jawab bahwa pasien nggak setuju diberi obat-obat itu. Perawatnya malah seperti 
menantang, akhirnya dengan terpaksa saya beritau bahwa saya dokter & saya yang 
merujuk pasien ke RS, Abang menolak obat-obat itu setelah tanya pada saya. 
Malah saya dipanggil ke nurse station & diminta tandatangani surat refusal 
consent (penolakan pengobatan) oleh kepala perawat. 
 
Saya beritau saja bahwa pasien 100% sadar, jadi harus pasien yang tandatangani, 
itu pun setelah dijelaskan oleh dokternya langsung. Sementara dokter saat 
visite nggak jelaskan apapun mengenai obat-obat yang dia berikan. Saya 
tinggalkan kepala perawat tersebut yang 'bengong'. Saat saya tunggu Abang, 
pasien di sebelah ranjangnya ternyata sakit DBD juga. Ternyata dia sudah 
diresepkan 5 botol antibiotik infus yang mahal & sudah 2 dipakai, padahal 
kondisi fisik & hasil lab nggak  mendukung dia ada infeksi bakteri. Pasien 
tersebut ditangani oleh dokter penyakit dalam yang lain. Saat dokter penyakit 
dalam pasien tersebut visite, dia hanya ngomong 'sakit ya?', 'masih panas?', 
'ya sudah lanjutkan saja dulu terapinya', visit nggak sampai 3 menit saya 
hitung. Besoknya dokter penyakit dalam yang tangani Abang visit kembali & nggak 
komentar apapun soal penolakan membeli obat yang dia resepkan. Dia hanya 
ngomong bahwa kalau trombositnya sudah naik maka boleh pulang.
Saya jadi membayangkan nggak heran Ponari dkk laris, karena dokter pun ternyata 
pengobatannya nggak rasional. Kasihan banyak pasien yang terpaksa diracun oleh 
obat-obat yang nggak diperlukan & dibuat 'miskin' untuk membeli obat-obat yang 
mahal tersebut. Ini belum termasuk dokter ahli yang sudah 'dibayar' cukup mahal 
ternyata nggak banyak menjelaskan pada pasien sementara kadang kala keluarga 
sengaja berkumpul & menunggu berjam-jam hanya untuk menunggu dokter visit. 
Abang sampai ngomong bahwa apa semua pasien harus ditunggui oleh saudaranya 
yang dokter supaya nggak dapat pengobatan sembarangan? Abang juga merasa 
bersyukur nggak jadi diberi berbagai macam obat yang nggak dia perlukan & jadi 
racun di tubuhnya.
 
Sebulan lalu pun saya pernah menunggui saudara saya yang lain yang dirawat inap 
di salah satu RS swasta yang katanya terbaik di salah satu kota kecil Jateng 
akibat sakit tifoid. Kejadian serupa terjadi pula, sangat banyak obat yang 
nggak rasional diresepkan oleh dokter penyakit dalamnya. Kalau ini nggak segera 
dibereskan, saya nggak bisa menyalahkan masyarakat kalau mereka lebih memilih 
pengobatan alternatif atau berobat ke LN. Semoga bisa berguna sebagai pelajaran 
berharga untuk rekan-rekan semua agar berhati-hati & kritis pada pengobatan 
dokter.
 
rgds
Billy
Kunjungi  <http://konsulsehat.web.id/> http://KonsulSehat.web.id <  
<http://konsulsehat.web.id/> http://KonsulSehat.web.id> 



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=====================================================
Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] :

1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS
2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://cetak.kompas.com/ dan 
http://kompas.com/
3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke 
anggota
4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id
5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com

KOMPAS LINTAS GENERASI
=====================================================
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke