Pak Herman, Pemerintahan SBY jelas punya andil besar dari kehancuran ekspor rotan. Kehancuran diawali dari kebijakan menteri perdagangan Mar'i Pangestu yang mengeluarkan kebijakan yang bernuansa NEOLIB (contoh nyata Neoliberalisme pemerintahan SBY). Berbekal bahan baku murah dari Indonesia, perajin-perajin rotan di China, Taiwan, Vietnam, dan Filipina bisa menjual produk rotan sekitar 30-40 persen lebih murah dibandingkan dengan harga yang dijual perajin Indonesia. Hal ini dampak langsung dari kebijakan pemerintah melalui Keputusan Menteri (kepmen) 355/MPP/Kep/5/ 2004 yang memperbolehkan ekspor bahan baku rotan.
Lebih lengkap opini saya tentang isu rotan dari aspek kebijakan, silakan klik link berikut: http://muslimindaenglalo.blogspot.com/2009/05/kebijakan-memajukan-eksport-non-migas.html, Bagi anda yang setuju maupun tidak setuju dengan opini saya, silakan tinggalkan komentarnya. Trims Salam, Muslimin B. Putra Center for Policy Analysis (CEPSIS) --- Pada Sab, 11/7/09, herman_huang <herman_huang2...@yahoo.com> menulis: Dari: herman_huang <herman_huang2...@yahoo.com> Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Usul, Susunan Kabinet Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Tanggal: Sabtu, 11 Juli, 2009, 8:33 AM Bung Nizar, Hancurnya di mana ya ? Ada dua kepentingan berbeda dalam industri rotan Indonesia yaitu hulu dan hilir. Hulu sebagai penghasil bahan baku rotan ingin menjual dengan harga tinggi Hilir sebagai pengelola bahan baku rotan tadi ingin membeli bahan baku dengan harga murah supaya margin jual mereka lebih baik. Pelarangan ekspor rotan sendiri bertujuan agar bahan baku rotan bisa disuplai ke industri pengelolaan rotan dan sekaligus membantu industri pengolah rotan di Indonesia ( mebel dsb ). Tentu saja penghasil rotan agak dirugikan karena harga jualnya tidak setinggi dibandingkan bila diekspor ke LN. Sebagai menteri saya rasa Bu Marie berada dalam posisi sulit : maju kena dan mundur kena. Salam,