Dear Mbak Gadis Arivia,
In fact pada tgl 4 Jul 2009 kemarin saya sebagai salah seorang aktivis Gerakan 
menutup lumpur Lapindo telah mengirimkan bahan-bahan terkini kepada POLDA 
Jatim, KEJATI JATIM, PANGDAM BRAWIJAYA DAN GUBERNUR JAWA TIMUR; serta para 
Rektor Perguruan Tinggi Negeri Se Jawa TImur. Bahan-bahan tsb membuktikan bahwa 
Semburan Lumpur Lapindo disebabkan oleh "HUMAN ERROR". Yakni sebuah Underground 
Blow Out yang disebabkan karena kesalahan didalam pengeboran. bahan-bahan 
tersebut antara lain adalah telaah dari Neil Adams  Konsultan Pengeboran Medco 
dan telaah dari Simon Wilson juga konsultannya Medco. Hasil telaah dua 
konsultan tersebut sebanarnya sudah kita cari selama tiga tahun tetapi tidak 
bisa kami dapatkan karena sifatnya yang "Sangat RAHASIA!" dan diprotek 
habis-habisan secara elok dan efektip oleh Pihak Bakrie, Pihak Medco (Arifin 
Panigoro) dan Pihak Santos (Australia). Yang terang atas jasa kedua konsultan 
pengeboran kelas dunia yang disewa Medco itu maka
 ketiga Pemegang saham utama Lapindo ini "telah mengambil kesepakatan" bahwa 
"HANYA LAPINDO BRANTAS YANG AKAN TERLIBAT!"  Dua pihak yang lain boleh 
melenggang dan pura-pura tidak tahu bahwa telah terjadi Semburan Lumpur Lapindo 
yang membawa malapetaka dan nestapa kepada lebih dari seratus ribu penduduk 
yang yang menjadi korban dan telah merusak lingkungn alam dan kehidupan. Bahan 
dari Neil Adams dan Simon Wilson itu secara serempak baru muncul di dunia maya. 
Lewat Taufik Basari SH LLM mungkin dari sumber TV ALJAZEERA sekitar dua bulan 
yang lalu. Hasil analisa kedua pakar ini ternyata "SAMA PERSIS" dengan hasil 
analisa dari Dr. Ir Rudi Rubiandini ITB. Saya dan kawan-kawan dari GMLL dan The 
Drilling Engineers Club ( Rudi R cs) berpengharapan mulia bahwa dengan tambahan 
bahan informasi yang sudah ditangan POLDA JATIM dan KEJATI JATIM tersebut 
semestinya proses hukum terhadap Lapindo Brantas Inc, akan dilanjutkan dan 
akanmemenuhi katregori P 21. Justru yang
 terjadi adalah kebalikannya. POLDA JATIM menerbitkan SP3 untuk Lapindo Brantas 
Inc. Pertanyaan kita masihkah ada Penegakkan Hukum dan Kebenaran di Indonesia? 
Lalu Kalau Kebenaran selalu  dikalahkan oleh Korporasi yang didukung oleh 
kekuasaan politik / pemerintah dan kekuasaan uang . QUO VADIS BANGSA DAN NEGARA 
INI? Salam keprihatinan Tjuk KS

--- Pada Ming, 9/8/09, Gadis Arivia <gadis.ari...@yahoo.com> menulis:

Dari: Gadis Arivia <gadis.ari...@yahoo.com>
Judul: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Kasus Lapindo Akhirnya Dibekukan
Kepada: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, jurnalperemp...@yahoogroups.com
Tanggal: Minggu, 9 Agustus, 2009, 8:16 PM






 





                  Hello Mr. Mudflow Minister...



Saya terus terang tidak habis pikir dengan keputusan SP3 kasus Lapindo.  Kasus 
ini telah banyak dibicarakan di forum ilmiah internasional mulai dari analisa 
kesalahan drilling hingga pelanggaran etika lingkungan.  Di jurnal Earth and 
Planetary Science Letters misalnya sangat jelas dari pemaparan profesor Richard 
Davies dari Durham University, UK, menjelaskan lumpur berasal dari pengeboran 
yang tidak bertanggung jawab bukan dari bencana alam.  Ia menyatakan bahwa 
gempa bumi di Jogya terlalu kecil untuk bisa mengakibatkan luapan lumpur.  
Luapan lumpur yang terjadi pada tanggal 29 May 2006 ini diakibatkan oleh 
drilling.



Laporan ini ditulis secara gamblang bukan saja oleh Prof. Davies tapi juga oleh 
insinyur petroleum  Rudi Rubiandini dari ITB, Bandung, Indonesia, Richard 
Swarbrick dari Geopressure Technology Ltd. Science Labs di Durham, dan Mark 
Tingay dari School of Earth & Environmental Sciences di University of Adelaide, 
Australia.



Selain mereka, UC, Berkeley, juga telah menguji coba tesis bencana alam dan 
sampai pada kesimpulan bahwa luapan lumpur tidak mungkin terjadi karena bencana 
alam tapi kesalahan manusia.  Selain UC Berkeley juga telah diadakan simposium 
internasional mengenai hal ini di Afrika Selatan dimana lebih dari 70 ahli 
menyatakan bahwa luapan lumpur terjadi karena keretakan permukaan atau drilling.



Saya tidak tahu bagaimana bukti-bukti yang telah ditulis di berbagai jurnal 
internasional dan diadakan penelitiannya oleh berbagai universitas bisa 
diabaikan dan dibiarkan perusahaan untuk tidak bertanggung jawab, dimana letak 
corporate responsibility?  Dan mengapa pemerintah impoten untuk melindungi 
warganya?



Yang paling mengenaskan adalah konklusi para ahli yang mengatakan: "Recent 
research showed that the dome of the mud volcano and the surrounding area are 
collapsing by up to three meters - nearly 10 feet - daily and could subside to 
depths of more than 140 meters (530 feet), having a significant environmental 
impact on the surrounding area for years to come".



Mengapa ketidakadilan terus dibiarkan?  Mengapa mereka yang bertanggung jawab 
terus melenggang bebas?  Tidakkah mereka ingat nasib para korban dari paling 
tidak 5 desa yang terbenam lumpur?



Saya ingat 1 tahun yang lalu seorang diplomat asal Norwegia menyebut nama salah 
seorang menteri kita dengan sebutan, Mr. Mudflow Minister. Dia menyebut 
demikian karena lupa nama sebenarnya menteri itu tapi yang hinggap di kepala 
sang diplomat adalah Mr. Mudflow..



Gadis Arivia.

Reply via email to