nambahin uda iwan yang sekampung sama ybs. Pak Fasli yang saya tahu, berperan mensukseskan program pemerintah / depdiknas mengubah balai grafika di berbagai kota menjadi politeknik negeri grafika & penerbitan yang dikelola masing2 pemda. balai grafika yang dulu bernama pusgrafin dinilai menghambur2kan anggaran terlalu banyak tiap tahunnya, dengan menjadi poltek, selain dikelola pemda, salah satu contoh di poltek media kreatif jaksel menjadi pusdiklat bagi Peruri dan perusahaan percetakan, packaging & publishing dari dalam dan luar negeri. kalau dulu menghabiskan anggaran, sekarang malah dapat profit karena satu kali workshop untuk kelas operator misalnya, biayanya sampai 100juta. transformasi pusgrafin menjadi politeknik adalah transformasi platform dan aset yang tiap cabang/kota bernilai triliunan. kalau departemen lain rame-rame bikin universiti termasuk dephan yang membuat IDU untuk alih-alih audit KPK [pengeluaran apapaun untuk lembaga pendidikan: halal], justru pak fasli mengoptimalkan aset mati dihidupkan menjadi lembaga pendidikan yang mencetak tenaga terampil siap kerja [poltek, yg dimana-mana juga mahasiswanya diakui lebih terampil dan banyak memenangi berbagai kompetisi]. semoga yang dilakukan pak fasli juga akan menekan tingkat pengangguran lulusan universiti/bergelar sarjana yg menurut BPS sudah mendekati angka 1 juta orang, karena berdasar data FGDforum, mahasiswa poltek grafika belum sempat lulus sudah di'ijon' oleh perusahaan-perusahaan grafika [penerbitan, percetakan, design grafis, pengemasan] yang butuh angkatan kerja 5000-6000 orang per tahun, sementara SMK grafika termasuk jurusan CG dan Animasi, dan poltek grafika se-indonesia baru bisa memenuhi kurang dari 2.000 orang, dan angka itu bisa turun sampai 1.600an karena banyak juga diantara lulusan yang memilih bekerja di luar negeri ketika di semester 5 biasanya ada perekrutan.
2009/11/2 Satria D <satriadharma2...@yahoo.com> > > > Sama dengan IJP, saya juga senang sekali bahwa pada akhirnya DIKTI punya > program ini. Setelah mengamati berbagai masalah yang terjadi di perti kita > saya berkesimpulan bahwa para mahasiswa kita (utamanya ya memang anggota > BEM) perlu melihat lebih banyak dan mendapat pengalaman lebih nyata tentang > kehidupan mahasiswa di luar negeri. Bayangkan! ketika mahasiswa di luar > negeri sudah berhasil menghasilkan berbagai penemuan berskala dunia (para > penemu muda hampir semuanya mendapatkan temuannya ketika masih mahasiswa) > mahasiswa kita disini sibuk tawuran hanya karena ada mahasiswa yang merasa > diplototi oleh mahasiswa lain fakultas! > Seeing is believing! Kalau kita cuma bercerita tentang dinamika kehidupan > mahasiswa di luar negeri maka itu tidak akan banyak bermanfaat. Para > mahasiswa ini sedang berada pada puncak egonya dan menganggap semua yang > kita sampaikan adalah upaya untuk membungkam mereka. Mereka perlu melihat > dan merasakan sendiri apa yang seharusnya mereka lakukan karena kita sudah > demikian tertinggal dibandingkan dengan negara lain. > Seandainya mampu saya bahkan berkeinginan membawa semua staf saya > berkunjung ke luar negeri agar mereka melihat sebuah dunia lain yang jauh > lebih baik dan berharap untuk bisa mencapainya dengan kerja keras mereka. > Penolakan atas rencana ini dengan alasan studi banding yang dilakukan BEM > itu tidak bernilai positif, terutama bila pesertanya tidak memiliki > kapasitas dan rencana aksi yang jelas tentang hasil kunjungan mereka rasanya > kan hanya masalah teknis. Tidak mungkin DIKTi tak tahu apa yang ingin > ditujunya dengan program ini. > Jadi kalau boleh meminta, mari kita dukung upaya DIKTI untuk membuka mata > para mahasiswa kita tersebut. > Salam > Satria