Rencana Allah Itu Indah
Oleh Eko Prasetyo
Ketika tengah mengerjakan tugas kantor malam itu, ponsel saya berbunyi. Ada
pesan pendek. Bunyinya: ”Mas, cepat pulang ya, perutku sakit banget.”
Rupanya pesan tersebut berasal dari istri saya. Saya agak ragu untuk
mengiyakan.
Sebab, saat itu belum waktunya jam pulang alias belum deadline. Saya masih
harus
menyelesaikan editing berita. Jam menunjukkan pukul sekitar 22.00. Dalam
kebimbangan itu, ponsel saya kembali berbunyi. Istri saya kembali mengeluh
sakit
dan minta diantar ke rumah sakit.
”Sebentar sayang, aku selesaikan mengedit satu berita dan segera pulang,” balas
saya. Tanpa pikir panjang, saya meminta izin kepada atasan untuk pulang dengan
alasan mengantarkan istri ke rumah sakit. Alhamdulillah, saya mendapatkan izin
pulang.
Sesampai di rumah, saya melihat istri saya sudah lemas dan menangis. Wajahnya
pucat sekali, seperti menahan sakit yang amat sangat. Dia mengeluhkan sakit
pada
bagian perut. Kami menduga bahwa itu adalah sakit maag.
Saya membawa istri saya ke rumah sakit terdekat di daerah Sepanjang, Sidoarjo.
Di sana, dia diagnosis terkena radang lambung. Diduga, luka pada lambunglah
yang
membuat istri saya mengeluh sakit. Setelah diperiksa dan mendapatkan obat, kami
pulang.
Sekitar pukul tiga dini hari, istri saya terbangun dan kembali merintih sakit.
Kali ini, dia merasakan sakit yang lebih hebat daripada sebelumnya. Terus
terang, saya agak panik waktu itu. Saya lantas mengambil botol, lantas saya isi
dengan air hangat. Berikutnya, saya mendekapkannya pada perutnya. Namun, istri
saya tetap mengeluhkan sakit. Jadilah, pagi itu saya begadang merawat istri dan
menenangkannya.
Paginya, pukul 06.00, saya kembali membawanya ke dokter di daerah Kodam
Brawijaya. Alhamdulillah, setelah mendapatkan perawatan intensif, istri saya
tidak mengeluhkan sakit serupa. Saya kemudian mewanti-wanti istri saya untuk
menjaga pola makannya agar maag tersebut tidak kambuh.
Sejujurnya, malam sebelum ketika istri saya sakit tersebut, di dompet saya
hanya
ada uang Rp 15 ribu. Sesaat sebelum saya izin pulang ketika itu, saya diberi
uang yang jumlahnya lumayan oleh seorang pejabat di redaksi. Saya baru mafhum
bahwa itu adalah uang terima kasih karena saya telah membantunya dalam
persiapan
seminar internasional. Beliau kebetulan menjadi salah satu narasumbernya.
Saya betul-betul tak menyangkanya. Mungkin, ini pertolongan dari Allah SWT
semata. Kerap kali, saya mengalami hal-hal yang kadang sulit diterima akal
sehat. Misalnya, ketika tak punya uang dan saya membutuhkannya, ada saja rezeki
berupa materi yang datang.
Dulu, ketika memiliki adik asuh yang yatim piatu, rezeki itu seolah-olah tak
henti menyapa. Jika dinalar dengan logika, gaji saya mungkin tak cukup untuk
membantunya. Apalagi, saat itu, saya masih punya cicilan kredit motor dan utang
lainnya.
Karena itu, hingga kini, saya tak bosan meminta istri saya untuk rajin
bersedekah selagi masih sehat. Sebab, Allah tentu akan mengganti sedekah ikhlas
dengan berlipat-lipat. Saya sangat sadar bahwa dalam setiap hasil keringat ini
ada hak orang duafa dan anak yatim. Meskipun hanya menjadi buruh dengan
penghasilan tak seberapa, saya berjanji untuk berusaha menjaga hak-hak mereka.
Ketika bersedekah, saya tak berharap menerima pertolongan seperti ketika istri
saya sakit tadi. Mudah-mudahan selalu dan tetap seperti itu.
”Ya Allah luruskan niatku dalam memelihara cinta-Mu dengan tanggung jawabku
sebagai anak, suami, ayah, dan pemimpin bagi keluargaku.” Amiin.