Kekuatan Finansial (Quwwatul Maal), Bagian  ke-3 
Fiqih Dakwah
Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah 
________________________________
   
B. Kebutuhan Jihad akan  Harta (Ihtiyajatul Jihad)
إحتياجات الجهاد
Jihad yang sempurna dilakukan dengan jiwa, harta dan lisan.  Sebagaimana sabda 
Rasulullah SAW, “Berjihadlah kalian menghadapi  kaum musyrikin (kafirin) dengan 
harta, jiwa dan lisan kalian.”(HR. Abu Daud dan lainnya)
Itulah jihad yang sempurna dan totalitas. Namun demikian, dalam  keadaan 
tertentu bisa saja ada sesuatu yang menghalangi orang untuk  dapat berjihad 
secara langsung. Dalam keadaan demikian tidak berarti ia  tidak mengambil 
bagian 
dalam jihad sama sekali. Ibnul Qayyim Al-Jauzi  berpendapat dalam Zaadul Ma’ad 
bahwa apabila seseorang tidak berangkat  ke medan jihad (tidak berjihad dengan 
jiwa)maka ia tetap wajib berjihad  dengan harta.
Di antara keutamaan berjihad dengan harta adalah dicatat sebagai  orang yang 
ikut berjihad dan merupakan shadaqah yang paling utama.  Rasulullah SAW 
bersabda, “Barang siapa menyiapkan kendaraan perang  di jalan Allah berarti ia 
telah ikut berperang, dan barang siapa  meninggalkan perang tetapi menggantinya 
dengan kebaikan berarti ia pun  telah ikut berperang.”(HR. Bukhari, Muslim,  
Abu 
Daud dan Tirmidzi).
Bahkan dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda, “Barang  siapa 
mengkarantina kuda perang untuk berjihad di jalan Allah, maka  kenyang dan 
kotorannya (maksudnya segala upaya untuk mengenyangkannya  dan tenaga untuk 
membersihkan kotorannya) akan ditimbang oleh Allah pada  hari kiamat.”(HR. 
Bukhari)
Rasmul  Bayan "Quwwatul Maal (Kekuatan Finansial)"
Hudzaifah Ibnul Yaman, yang biasa dikenal sebagai shohibussirri (intel)  
Rasulullah SAW, senantiasa mencemaskan hal-hal yang akan membawa kepada  fitnah 
dan kerusakan. Dalam kaitan amar ma’ruf nahi munkar, beliau  mengingatkan bahwa 
orang-orang yang menentang kemunkaran dengan hati,  lisan dan perbuatannya 
adalah bentuk keimanan yang sempurna. Barang  siapa menghadapi dengan hati dan 
lisannya tetapi tidak dengan  perbuatannya maka ia telah terjatuh satu kakinya. 
Barang siapa  menghadapi kemunkaran dengan hati dan tidak dengan lisan dan 
perbuatan  maka sudah terjatuh kedua kakinya. Dan barang siapa menghadapi  
kemunkaran tidak dengan hatinya, lisannya dan perbuatannya maka ia telah  
menjadi mayat.
Hudzaifah menganggap orang-orang yang tidak memiliki kepedulian dalam  melawan 
kemunkaran dan tidak memberikan kontribusi apa-apa dalam  penentangan terhadap 
kezhaliman sama dengan orang mati. Sebuah  perumpamaan yang sangat tepat 
mengingat keberadaannya sudah tidak lagi  diperhitungkan dalam barisan kaum 
Muslimin, wujuduhu ka adamihi (eksistensinya  tidak diakui), ia telah mati 
sebelum ajalnya tiba. Orang-orang seperti  itu kelak pada gilirannya akan 
digantikan oleh Allah dengan generasi  yang lebih baik, sebagaimana firman-Nya:
هَاأَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي  سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ 
مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا  يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ 
الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ  وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا 
غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا  أَمْثَالَكُمْ
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk  menafkahkan (hartamu) pada 
jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang  yang kikir, dan siapa yang kikir 
sesungguhnya dia hanyalah kikir  terhadap dirinya sendiri. Dan Allahlah yang 
Maha Kaya sedangkan kamulah  orang-orang yang membutuhkan(Nya); dan jika kamu 
berpaling niscaya Dia  akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka 
tidak akan  seperti kamu (ini).”( Qs. Muhammad: 38)
Seorang mukmin sejati, pantang untuk digantikan dan pantang untuk  mundur dari 
gelanggang dakwah dan jihad fii sabilillah. Karena dengan  demikian dia akan 
hancur dipermainkan oleh musuh-musuh Allah dalam  keadaan terhina. Sebaliknya 
ia 
akan senantiasa memompa semangatnya untuk  berjihad di jalan Allah dan 
menegakkan dakwah baik dengan hati, lisan  dan perbuatannya. Laa izzataillaa 
bijihaadin (tidak ada  kemuliaan kecuali dengan jihad).
لَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ  وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ 
يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ  وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ
“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari  kemudian, tidak akan meminta 
izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad  dengan harta dan diri mereka. Dan 
Allah mengetahui orang-orang yang  bertaqwa.”(Qs. At-Taubah: 44)
Seorang dai seyogianya menjadi titik sentral dari orang-orang yang  
mengikutinya. Dalam hal mobilisasi infak untuk aktivitas dakwah banyak  potensi 
yang masih terbuka lebar tanpa harus berebut lahan. Bagaimana  tidak, menurut 
perhitungan para ahli jika benar-benar umat ini  memobilisasi dana zakat akan 
didapatkan dana segar sebesar 7 trilyun  untuk membangun umat. Dan jika 
ditambah 
dengan infak tidak kurang dana  yang terkumpul sekitar 35 trilyun rupiah. 
Sebuah 
angka yang menjadi  modal bagi kebangkitan umat di masa mendatang.
Semoga Allah senantiasa memberikan keistiqamahan kepada kita dalam  meniti 
jalan 
dakwah ini betapa pun beratnya ujian yang harus dihadapi.  Dan semoga Allah 
memberikan quwwatut ta’tsir pada  diri kita, sehingga lebih banyak lagi orang 
yang tertarik kepada kita  dan menyerahkan hartanya untuk penegakan dakwah dan 
jihad fii  sabilillaah.
– Bersambung

Kirim email ke