Belanda Pun Takut dengan Kitab Kuning 
Monday, 16 August 2010 14:19  Seputar Ramadhan  
  
Gubernur Belanda sampai mengirim surat kepada toko Nabhan agar tidak 
mendatangkan kitab-kitab tertentu

Hidayatullah.com--Puluhan  toko kitab kuning yang berderet di sepanjang jalan 
Sasak dan Panggung  Surabaya seperti yang tampak saat ini, tidaklah berdiri 
dengan  tiba-tiba. Pada mulanya, hanya ada satu lapak kaki lima yeng menjual  
kitab kuning di lokasi yang banyak didiami komunitas Arab itu.

Lapak  kitab itu akhirnya berubah menjadi sebuah toko, yang mensuplai  
kitab-kitab untuk pesantren di wilayah Jawa dan Madura. Sehingga  pertumbuhan 
pesantren-pesantren ikut berkembang pesat, karena bahan ajar  sudah tersedia.

Maklum, sebelum ada lapak kitab yang berdiri  pada tahun 1908 ini, kitab adalah 
barang yang amat langka. Untuk  memperolehnya, seseorang harus menitipkannya 
kepada para calon jama’ah  haji yang berangkat menuju Tanah Haram. Sehingga 
kitab hanya dimiliki  oleh orang-orang tertentu. Praktis, peran toko Nabhan 
dalam meningkatkan  pengetahuan keislaman umat Islam saat itu tidak bisa 
dipandang sebelah  mata.

Balanda rupanya memahami peran kunci toko kitab yang  didirikan oleh Salim bin 
Sa’d Nabhan ini terhadap perkembangan ilmu dan  pemikiran umat Islam di Jawa 
dan 
Madura. Untuk mengantisipasi Belanda  segera mengambil langkah.

Akhirnya, melalui Gubernurnya yang saat  itu adalah seorang orientalis bernama 
Van der Plas, dikirimlah surat  kepada Nabhan agar tidak mendatangkan 
kitab-kitab tertentu dari Timteng.  Namun, jika sudah telanjur pejabat Belanda 
yang pandai bahasa Arab ini  meminta kepada Nabhan satu naskah, demikian yang 
dikisahkan oleh  Mustafa, cucu Nabhan kepada Hidayatullah.com.

Laki-laki  yang kini ikut mengelola toko kitab Salim Nabhan ini sendiri tidak 
tahu  persis, judul-judul kitab yang dilarang untuk didatangkan saat itu.

Tentu,  walau tak jelas buku apa judulnya, namun pastilah Belanda takut dengan  
buku-buku yang bisa menyadarkan bahwa umat Islam saat itu telah terjajah  dan 
wajib bangkit untuk melawan penjajahan. Sehingga umat Islam  akhirnya bergerak 
melakukan perlawanan. [tho/hidayatullah.com]

Kirim email ke