Assalam alaikum wr wb
Dear All,
FYI
Salam hangat,

--- Pada Jum, 13/8/10, janu mulyono <sujanu...@yahoo.co.id> menulis:

Dari: janu mulyono <sujanu...@yahoo.co.id>
Judul: [ekonomi-syariah] Press Release Seminar Bulanan MES-BTN Syariah
Kepada: "MES" <ekonomi-syar...@yahoogroups.com>
Tanggal: Jumat, 13 Agustus, 2010, 4:30 AM















 
 



  


    
      
      
      
Hunian yang layak merupakan salah satu
 kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya diamanatkan dalam 
undang-undang dasar 1945 pasal 28 h dan juga oleh uu no. 4 tahun 1992 
tentang perumahan dan permukiman dan uu no. 39 tahun 1999 tentang hak 
asasi manusia. Akan tetapi, hunian yang layak belum dirasakan oleh 
setiap warga Indonesia.  Keterbatasan penyediaan rumah dan jumlah 
kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 5,8 juta unit pada
 tahun 2004 menjadi 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Permukiman 
kumuh yang semakin meluas pada tahun 2009 diperkirakan menjadi 57.800 Ha
 dari kondisi sebelumnya yakni 54.000 Ha pada akhir tahun 2004. 
Mengingat bahwa tingkat kebutuhan rumah dan angka backlog masih cukup 
besar, dan untuk mencapai target pembangunan perumahan yang terkendala 
menghadapi tanah (lahan) dan anggaran, maka  perlu dikaji  kemungkinan 
pemanfaatan aset wakaf, wakaf baik tanah maupun wakaf uang (tunai). 

Telah
 disepakati oleh ulama tentang definisi wakaf bahwa harta benda wakaf 
tidak boleh diperjualbelikan, tetapi harta benda wakaf (misalnya: tanah)
 boleh disewakan atau dikomersialkan dalam berbagai cara agar ia dapat 
menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk kesejahteraan 
masyarakat, diantaranya untuk memacu industri property. Berdasarkan data
 Kementerian Agama RI 2010,  jumlah tanah wakaf di Indonesia  
3.312.883.317,83(3,3 milyar M2) tersebar di 454.635 lokasi. Pemanfaatan 
tanah wakaf tersebut sebagian terbesar untuk: ibadah (68%), pendidikan 
(8,51%), kuburan (8,4%) dan lain-lain. Dalam perspektif hukum Islam, 
yang masih dimungkinkan untuk dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan 
(properti) dari 3,3 milyar m2 adalah sebesar 14,6% (483,6 juta m2 
=48.368,10Ha), karena masuk kategori wakaf mutlak  (umum) dan bukan 
muqayyad (tertentu). Apabila sebagian  dari jumlah  tersebut dapat 
dimanfaatkan bagi pembangunan  properti (perumahan), tentu hal tersebut 
 menjadi potensi  yang cukup besar terutama  untuk pembangunan 
perumahan  bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan atau 
masyarakat miskin. Menurut Pengurus BWI yang sekaligus ketua pengurus 
pusat MES Jafril Khalil, Ph.D mengutarakan kelebihan menggunakan tanah 
wakaf dalam industry property adalah :
1.    Para pemaju tidak perlu berinvestasi besar terkait dengan tanah.
2.    Uang untuk investasi di tanah bisa dialihkan untuk membangun perumahan.
3.    Harga rumah pasti lebih murah 
4.    Tentu saja tingkat penjualan dan penyewaan rumah akan selalu meningkat. 
5.    Pengembang bisa mengembangkan pusat perdagangan yang murah 

Sedangkan kekurangannya dari segi pengembang adalah:

1.   Tanah tidak bisa dimiliki oleh pembeli, dia hanya bisa menyewa.
2.   Sulitnya mencari tanah yang sangat strategis.
3.   Rumah berbasis wakaf kemungkinan diminati oleh masyarakat menengah kebawah.
4.   Akibatnya pengembang tidak dapat meraih untung besar  dari tanah dan 
bangunan

Demikian
 pula dengan wakaf tunai (uang), menurut Ketua Komite Perumahan Rakyat 
Kadin, Ir. Fuad Zakaria wakaf uang dapat di jadikan modal dengan nilai 
pokok uang tersebut tetap, praktiknya sudah ada 18 % nazhir yang pernah 
mempraktekkannya dan 33 % nazhir yang menyatakan bersedia mempraktikkan 
wakaf uang tersebut. Data diatas menunjukkan bahwa wakaf uang memiliki 
peluang untuk dikembangkan. Kemudian beliau berasumsi bahwa :  

1.    Jika 20 juta umat Islam mewakafkan Rp 100.000 / bulan, maka terkumpul Rp 
24 trilyun,- / tahun 
2.    Jika 50 juta umat Islam mewakafkan Rp 100.000 / bulan, maka terkumpul Rp 
60 trilyun,- / tahun 
3.    Jika 1 juta umat Islam mewakafkan Rp 100.000 / bulan maka terkumpul Rp 
1,2 trilyun,- / tahun 

Potensi
 wakaf uang dari masyarakat yang begitu besar tersebut dapat lebih 
dioptimalkan lagi jika disalurkan ke perbankan syariah dan kemudian 
dijadikan modal untuk pembiayaan perumahan. Sunarwo, Unit Usaha Syariah –
 PT BTN (Persero) Tbk mengutarakan bahwa wakaf uang yang nantinya 
disalurkan ke bank syariah merupakan sumber pembiayaan perumahan yang 
bersifat jangka panjang, guna menghindari terjadinya maturity mismatch 
bagi perbankan syariah. Dana wakaf uang yang diterima Nazhir dan 
dititipkan (akad wadiah) pada Bank Syariah (BUS, UUS dan BPRS) dapat 
diperjanjikan jangka waktunya (misalnya jangka waktunya panjang), 
sehingga dana tersebut dapat disalurkan oleh Bank Syariah terhadap 
proyek-proyek tertentu (pembiayaan perumahan dengan jangka waktu relatif
 panjang). Pengelolaan Dana Wakaf Uang oleh Bank Syariah (BUS, UUS dan 
BPRS) dapat dilakukan dengan akad Mudharabah Muqayyadah untuk proyek 
perumahan yang akan disewakan seperti pembangunan Rusunawa (Investasi 
tidak langsung). Sehingga perlu adanya keringanan Pajak Penghasilan 
(PPh) atas Bonus atau Bagi Hasil yang diberikan atas dana yang 
dititipkan atau diinvestasikan pada Bank Syariah (BUS, UUS dan BPRS). 
Kemudian perlu adanya perlakuan khusus dari Lembaga Penjaminan Simpanan 
(LPS) atas Dana Wakaf Uang yang dikelola Bank Syariah (BUS, UUS dan 
BPRS), sehingga Dana Wakaf Uang tersebut tetap utuh apabila terjadi 
sesuatu atas Bank Syariah (BUS, UUS dan BPRS) serta perlu adanya aturan 
yang dapat mengatur bahwa Dana Wakaf Uang dapat menjadi dana abadi yang 
produktif untuk pengembangan proyek perumahan rakyat. 

Lebih 
lanjut Dr. Tito Murbaintoro selaku Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian 
Perumahan Rakyat RI menjelaskan bahwa kemenpera selanjutnya akan  
memfasilitasi kerjasama  yang sinergi dengan lembaga-lembaga terkait 
(terutuma  mengkaji aspek syariah dan regulasinya), agar potensi wakaf 
(baik tanah maupun uang) yang  besar tersebut dapat direalisasikan, 
diberdayakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umum melalui 
pembangunan rumah bagi MBR dan atau masyarakat miskin serta kurang 
mampu.

Materi ini didiskusikan dalam acara seminar bulanan 
masyarakat ekonomi syariah kerjasama antara Masyarakat Ekonomi  Syariah 
dan Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah yang bertempat di Ruang Serba 
Guna lantai 6 Menara BTN, Jl. Gajah Mada No.1 Jakarta Pusat pada tanggal
 28 Sya'ban 1431 H / 9 Agustus 2010 M dengan pembicara oleh Dr. Tito 
Murbaintoro (Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat RI), 
Ir. Fuad Zakaria (Ketua Komite Perumahan Rakyat Kadin), Jafril Khalil, 
Ph.D (Ketua PP MES-Pengurus BWI), Sunarwo (Unit Usaha Syariah – PT BTN 
Persero) dan di moderatori oleh Dr. Rahmat Hidayat (Anggota DSN MUI 
Pusat sekaligus pengurus pusat MES).






    
     

    
    


 



  










Kirim email ke