AL-QURAN:
SUMBER HUKUM DAN SOLUSI

Buletin al-Islam Edisi: 325

Sebentar lagi kita akan memperingati peristiwa yang paling agung dalam sejarah umat manusia, yaitu peristiwa turunnya al-Quran kepada Rasulullah Muhammad saw. untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Quran tidak lain adalah petunjuk (hudan) dan pembeda (furqân). Allah SWT berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang haq dan yang bathil). (QS al-Baqarah [2]: 185).

Seperti penjelasan Imam al-Qurthubi, ayat ini menjelaskan bahwa Allah menurunkan al-Quran untuk menjadi petunjuk dan penjelasan bagi umat manusia; menjelaskan kepada mereka halal dan haram, berbagai peringatan dan hukum-hukum, serta pembeda antara yang haq dan yang batil. Al-Quran adalah hudan (petunjuk), artinya al-Quranlah yang seharusnya menuntun dan mengarahkan kehidupan umat manusia. Al-Quran telah menjelaskan perbuatan apa yang harus dilakukan, mana yang sebaiknya dilakukan, mana yang boleh dilakukan, mana yang sebaiknya ditinggalkan dan mana yang harus ditinggalkan. Al-Quran juga menjelaskan apa yang boleh diambil dan apa yang tidak. Al-Quran adalah furqân (pembeda), artinya menjadi standar yang menentukan mana yang haq dan mana yang batil. Karena itu, al-haq (kebenaran) adalah apa saja yang dinyatakan benar oleh al-Quran dan al-bâtil (kebatilan) adalah apa saja yang dinyatakan batil oleh al-Quran. Yang dituntut dari kita hanyalah menjadikan al-Quran sebagai petunjuk yang menuntun dan mengarahkan kehidupan kita; sebagai sumber hukum yang kita ambil dan kita terapkan; juga sebagai sumber solusi bagi seluruh problem kehidupan kita.

Karena itu, dalam nuansa Ramadhan dan Nuzulul Quran ini, mari kita secara jujur mengintrospeksi diri kita: Apakah kita selama ini sudah bersikap yang selayaknya terhadap al-Quran? Ataukah selama ini kita justru telah mengabaikan al-Quran bahkan kurang ajar terhadap al-Quran? Apakah selama ini al-Quran telah benar-benar kita jadikan petunjuk, sumber hukum, sekaligus sebagai solusi kehidupan kita? Ataukah sebaliknya, kita malah meninggalkan dan mencampakkannya?

Setiap tahun kita selalu giat memperingati Nuzulul Quran, bahkan secara nasional. Jutaan rupiah dikeluarkan untuk peringatan itu. Namun, peringatan itu sering hanya dijadikan simbolisasi kecintaan terhadap al-Quran, sementara isinya tetap saja diabaikan.

MTQ (Lomba Baca al-Quran) giat kita lakukan. Miliaran rupiah bahkan kita habiskan untuk itu. Kita juga sering membaca al-Quran bersama-sama atau tadarus al-Quran, apalagi selama Ramadhan seperti sekarang ini. Namun, kita juga sering hanya berhenti sebatas itu. Peringatan lebih sering hanya sebatas peringatan, tanpa bekas. Kita belum maksimal berusaha memahami isi dan kandungannya, menghayati dan menerapkan hukum-hukum dan penjelasan-penejalasannya. Memang, sekadar membaca al-Quran saja kita sudah mendapatkan pahala (QS. Fathir [35]: 29). Namun, harus kita ingat, bahwa al-Quran diturunkan oleh Allah bukan hanya untuk dijadikan kitab bacaan, tetapi sebagai hudan dan furqân, yang wajib kita jadikan sebagai petunjuk dan standar kehidupan kita.

Selama ini kita telah berusaha menjaga fisik dan kemurnian al-Quran dari segala bentuk penodaan dan pemalsuan. Upaya itu sangat baik dan memang sudah menjadi tugas dan kewajiban kita yang harus kita tunaikan. Namun, tanggung jawab dan tugas kita tidak hanya sebatas itu. Kita juga harus menjaga kandungan dan isinya dari segala bentuk penyimpangan seperti menjaga al-Quran dari penafsiran sekular-liberal yang malah menodai kesucian al-Quran.

Kalau kita mau jujur terhadap diri sendiri, kita akan mengakui bahwa selama ini sebagian dari kita ada yang menjadikan al-Quran sebagai ”kitab mistik”. Al-Quran disimpan dan digunakan untuk hal-hal berbau mistik, dijadikan ajimat, penolak bala, pengusir setan, dsb. Sebaliknya, al-Quran tidak dijadikan sebagai penolak dan ‘pengusir’ ide-ide, konsep, hukum, aturan dan ideologi sekular-liberal, demokrasi, HAM dan segala yang bukan berasal dari Allah SWT.

Bahkan kalau kita jujur, di tengah-tengah umat ini ada yang bersikap terlalu jauh dan sangat kurang ajar terhadap al-Quran. Muncul sikap dari sebagian orang yang sudah ter-Barat-kan dan teracuni oleh ide-ide orientalis untuk menggugat keaslian dan kemurnian al-Quran. Al-Quran beserta ungkapannya tidak dianggap berasal dari Allah SWT dan hanya dianggap sebagai produk budaya. Mereka menganggap lafal dan ungkapan al-Quran berasal dari Nabi saw., yang dipengaruhi oleh budaya dan kondisi yang ada dan berkembang waktu itu. Kalau memang anggapan mereka benar, mengapa mereka tidak mendatangkan yang semisal dengan al-Quran saja; mengapa mereka tidak menggubah satu gubahan untuk menandingi al-Quran? Mengapa mereka tidak melakukan itu jika memang mereka benar? Padahal Allah sendiri telah menantang hal itu (QS al-Baqarah [2]: 23, Hud [11]: 13). Allah SWT juga berfirman:

أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Atau patutkah mereka mengatakan, Muhammad telah membuat-buatnya? Katakanlah, "(Kalau benar yang kamu katakan itu), cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa saja yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian orang yang benar." (QS Yunus [10]: 38).

Tidak kalah kurang ajarnya adalah sikap segelintir orang yang ada di tengah-tengah kita, yang telah mendudukkan dirinya sebagai hakim atas al-Quran. Ada pihak-pihak yang memutuskan mana ayat yang layak diambil dan mana yang tidak perlu diambil; mana hukum-hukum al-Quran dan as-Sunnah yang bisa diambil dan diikuti serta mana hukum-hukum yang tidak boleh diambil, diikuti dan diterapkan. Lalu mereka lebih memilih hukum/aturan yang datang dari selain al-Quran sekaligus memutuskan untuk mengambil dan menerapkannya, seraya mencampakkan dan meninggalkan hukum-hukum dari al-Quran dan as-Sunnah. Sikap itulah yang selama ini tampak menonjol di tengah-tengah kita.

Mari kita renungkan dengan jujur, betapa kurang ajarnya sikap demikian; betapa sudah lancang sekali perilaku seperti itu; betapa sangat tidak pantas hal itu muncul di tengah-tengah kita. Bukankah selama ini kita mengaku sebagai umat yang kitab sucinya adalah al-Quran? Bukankah kita selalu mengaku sebagai kaum Nabi Muhammad saw. Bukankah... ?

Hendaklah kita takut akan diadukan oleh Rasul saw. ke hadirat Allah dengan pengaduan seperti dalam firman-Nya:

وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا

Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS al-Furqan [25]: 30).

Maksudnya, mereka menjadikan al-Quran sebagai kitab yang ditinggalkan, diabaikan dan tidak dipedulikan.

Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya telah merinci hal-hal yang termasuk ke dalam sikap tidak mengacuhkan al-Quran. Di antaranya adalah tidak mengimani dan membenarkannya; tidak men-tadabburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling darinya dan lebih memilih yang lain, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, atau tharîqah (jalan hidup) yang diambil dari selain al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkan al-Quran serta membuat kegaduhan hingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan.

Hendaklah kita takut, jangan sampai kita diadukan oleh Nabi saw. seperti itu. Sebab, jika Nabi saw. telah menyerahkan (suatu urusan) kepada Allah SWT dan mengadukan kaumnya kepada-Nya, berarti telah halal azab Allah atas mereka.

Hendaklah kita juga mengambil pelajaran dari sikap Bani Israel terhadap kitab mereka sehingga mereka dikatakan oleh Allah SWT:

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللهِ

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya (yakni tidak mengamalkannya), adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. (QS al-Jumu‘ah [62]: 5).

Bagaimana perasaan kita pada waktu kita tidak mengamalkan al-Quran dan tidak melaksanakan isi dan hukum-hukumnya, lalu Allah SWT, yang kita harapkan ridha dan ampunan-Nya, mengumpamakan dan mengatakan kita seperti keledai? Sejatinya, orang yang beriman, bertakwa dan merindukan keridhaan Allah, akan berlinang air mata jika disebut begitu oleh Allah SWT.

Wahai kaum Muslim:

Mari kita akhiri sikap yang tidak sepantasnya terhadap al-Quran. Mari sudahi sikap yang tidak sugguh-sungguh terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan dan Nuzulul Quran ini sebagai momentum untuk bersikap selayaknya terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk memancangkan tekad kita dalam rangka menyudahi dan mengakhiri sikap yang keliru dan tidak selayaknya terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk meneguhkan tekad kita untuk senantiasa menjaga kaslian dan kemurnian al-Quran; membaca, memahami dan menghayati maknanya; mengamalkan isi dan kandungannya; serta menjadikannya sebagai sumber hukum untuk mengatur segala perkara kehidupan kita dan sumber solusi atas seluruh problem kehidupan kita.

Di antara hukum-hukum al-Quran adalah hukum-hukum tentang pengaturan sosial-kemasyarakatan. Pelaksanaan dan penerapan hukum ini tidak mungkin tanpa melalui kekuasaan, pemerintahan dan negara. Karena itu, marilah kita jadikan juga Ramadhan dan Nuzulul Quran ini sebagai momentum untuk memancangkan niat, meneguhkan tekad dan semangat untuk memulai aktivitas dengan penuh kesungguhan guna memperjuangkan pelaksanaan dan penerapan hukum-hukum al-Quran—yakni syariah Islam—secara keseluruhan melalui tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan itu, kita akan bisa benar-benar menjadikan al-Quran sebagai hudan dan furqan bagi kita. Dengan itu pula, rahmat Allah akan turun kepada kita semua.

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Al-Quran itu adalah kitab yang kami turunkan, yang diberkati. Karena itu, ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat. (QS al-An‘am [6]: 155).

 

Wa lillâhi al-Musta‘ân wa ilayhi at-tâkilan. []

********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net

Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]

********************************************************

Kirim email ke