AL-QURAN: Sebentar
lagi kita akan memperingati peristiwa yang paling agung dalam sejarah umat
manusia, yaitu peristiwa turunnya al-Quran kepada Rasulullah Muhammad saw. untuk
disampaikan kepada umat manusia. Al-Quran tidak lain adalah petunjuk
(hudan) dan pembeda (furqân). Allah
SWT berfirman: شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta
pembeda (antara yang haq dan yang bathil).
(QS al-Baqarah [2]: 185). Seperti
penjelasan Imam al-Qurthubi, ayat ini menjelaskan bahwa Allah menurunkan
al-Quran untuk menjadi petunjuk dan penjelasan bagi umat manusia; menjelaskan
kepada mereka halal dan haram, berbagai peringatan dan hukum-hukum, serta
pembeda antara yang haq dan yang batil. Al-Quran adalah hudan (petunjuk),
artinya al-Quranlah yang seharusnya menuntun dan mengarahkan kehidupan umat
manusia. Al-Quran telah menjelaskan perbuatan apa yang harus dilakukan, mana
yang sebaiknya dilakukan, mana yang boleh dilakukan, mana yang sebaiknya
ditinggalkan dan mana yang harus ditinggalkan. Al-Quran juga menjelaskan apa
yang boleh diambil dan apa yang tidak. Al-Quran adalah furqân (pembeda),
artinya menjadi standar yang menentukan mana yang haq dan mana yang batil.
Karena itu, al-haq (kebenaran) adalah apa saja yang dinyatakan benar oleh
al-Quran dan al-bâtil (kebatilan) adalah apa saja yang dinyatakan batil
oleh al-Quran. Yang dituntut dari kita hanyalah menjadikan al-Quran sebagai
petunjuk yang menuntun dan mengarahkan kehidupan kita; sebagai sumber hukum yang
kita ambil dan kita terapkan; juga sebagai sumber solusi bagi seluruh problem
kehidupan kita. Karena
itu, dalam nuansa Ramadhan dan Nuzulul Quran ini, mari kita secara jujur
mengintrospeksi diri kita: Apakah kita selama ini sudah bersikap yang selayaknya
terhadap al-Quran? Ataukah selama ini kita justru telah mengabaikan al-Quran
bahkan kurang ajar terhadap al-Quran? Apakah selama ini al-Quran telah
benar-benar kita jadikan petunjuk, sumber hukum, sekaligus sebagai solusi
kehidupan kita? Ataukah sebaliknya, kita malah meninggalkan dan
mencampakkannya? Setiap
tahun kita selalu giat memperingati Nuzulul Quran, bahkan secara nasional.
Jutaan rupiah dikeluarkan untuk peringatan itu. Namun, peringatan itu sering
hanya dijadikan simbolisasi kecintaan terhadap al-Quran, sementara isinya tetap
saja diabaikan. MTQ
(Lomba Baca al-Quran) giat kita lakukan. Miliaran
rupiah bahkan kita habiskan untuk itu. Kita juga sering membaca al-Quran
bersama-sama atau tadarus al-Quran, apalagi selama Ramadhan seperti sekarang
ini. Namun, kita juga sering hanya berhenti sebatas itu. Peringatan lebih sering
hanya sebatas peringatan, tanpa bekas. Kita belum maksimal berusaha memahami isi
dan kandungannya, menghayati dan menerapkan hukum-hukum dan
penjelasan-penejalasannya. Memang, sekadar membaca al-Quran saja kita sudah
mendapatkan pahala (QS. Fathir [35]: 29). Namun, harus kita ingat, bahwa
al-Quran diturunkan oleh Allah bukan hanya untuk dijadikan kitab bacaan, tetapi
sebagai hudan dan furqân, yang wajib kita jadikan sebagai petunjuk
dan standar kehidupan kita. Selama
ini kita telah berusaha menjaga fisik dan kemurnian al-Quran dari segala bentuk
penodaan dan pemalsuan. Upaya itu sangat baik dan memang sudah menjadi tugas dan
kewajiban kita yang harus kita tunaikan. Namun, tanggung jawab dan tugas kita
tidak hanya sebatas itu. Kita juga harus menjaga kandungan dan isinya dari
segala bentuk penyimpangan seperti menjaga al-Quran dari penafsiran
sekular-liberal yang malah menodai kesucian al-Quran. Kalau
kita mau jujur terhadap diri sendiri, kita akan mengakui bahwa selama ini
sebagian dari kita ada yang menjadikan al-Quran sebagai ”kitab mistik”. Al-Quran
disimpan dan digunakan untuk hal-hal berbau mistik, dijadikan ajimat, penolak
bala, pengusir setan, dsb. Sebaliknya, al-Quran tidak dijadikan sebagai penolak
dan ‘pengusir’ ide-ide, konsep, hukum, aturan dan ideologi sekular-liberal,
demokrasi, HAM dan segala yang bukan berasal dari Allah
SWT. Bahkan
kalau kita jujur, di tengah-tengah umat ini ada yang bersikap terlalu jauh dan
sangat kurang ajar terhadap al-Quran. Muncul sikap dari sebagian orang yang
sudah ter-Barat-kan dan teracuni oleh ide-ide orientalis untuk menggugat
keaslian dan kemurnian al-Quran. Al-Quran beserta ungkapannya tidak dianggap
berasal dari Allah SWT dan hanya dianggap sebagai produk budaya. Mereka
menganggap lafal dan ungkapan al-Quran berasal dari Nabi saw., yang dipengaruhi
oleh budaya dan kondisi yang ada dan berkembang waktu itu. Kalau memang anggapan
mereka benar, mengapa mereka tidak mendatangkan yang semisal dengan al-Quran
saja; mengapa mereka tidak menggubah satu gubahan untuk menandingi al-Quran?
Mengapa mereka tidak melakukan itu jika memang mereka benar? Padahal Allah
sendiri telah menantang hal itu (QS al-Baqarah [2]: 23, Hud [11]: 13).
Allah
SWT juga berfirman: أَمْ
يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ Atau
patutkah mereka mengatakan, Muhammad telah membuat-buatnya? Katakanlah, "(Kalau
benar yang kamu katakan itu), cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan
panggillah siapa saja yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah,
jika kalian orang yang benar." (QS
Yunus [10]: 38). Tidak
kalah kurang ajarnya adalah sikap segelintir orang yang ada di tengah-tengah
kita, yang telah mendudukkan dirinya sebagai hakim atas al-Quran. Ada
pihak-pihak yang memutuskan mana ayat yang layak diambil dan mana yang tidak
perlu diambil; mana hukum-hukum al-Quran dan as-Sunnah yang bisa diambil dan
diikuti serta mana hukum-hukum yang tidak boleh diambil, diikuti dan diterapkan.
Lalu mereka lebih memilih hukum/aturan yang datang dari selain al-Quran
sekaligus memutuskan untuk mengambil dan menerapkannya, seraya mencampakkan dan
meninggalkan hukum-hukum dari al-Quran dan as-Sunnah. Sikap itulah yang selama
ini tampak menonjol di tengah-tengah kita. Mari
kita renungkan dengan jujur, betapa kurang ajarnya sikap demikian; betapa sudah
lancang sekali perilaku seperti itu; betapa sangat tidak pantas hal itu muncul
di tengah-tengah kita. Bukankah selama ini kita mengaku sebagai umat yang kitab
sucinya adalah al-Quran? Bukankah kita selalu mengaku sebagai kaum Nabi Muhammad
saw. Bukankah... ? Hendaklah
kita takut akan diadukan oleh Rasul saw. ke hadirat Allah dengan pengaduan
seperti dalam firman-Nya: وَقَالَ
الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ
مَهْجُورًا Berkatalah
Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang
tidak diacuhkan." (QS
al-Furqan [25]: 30). Maksudnya,
mereka menjadikan al-Quran sebagai kitab yang ditinggalkan, diabaikan dan tidak
dipedulikan. Imam
Ibn Katsir dalam tafsirnya telah merinci hal-hal yang termasuk ke dalam sikap
tidak mengacuhkan al-Quran. Di antaranya adalah tidak
mengimani dan membenarkannya; tidak men-tadabburi dan memahaminya; tidak
mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling darinya dan lebih
memilih yang lain, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, atau tharîqah (jalan hidup) yang diambil dari
selain al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkan al-Quran serta membuat
kegaduhan hingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan. Hendaklah
kita takut, jangan sampai kita diadukan oleh Nabi saw. seperti itu. Sebab,
jika
Nabi saw. telah menyerahkan (suatu urusan) kepada Allah SWT dan mengadukan
kaumnya kepada-Nya, berarti telah halal azab Allah atas
mereka. Hendaklah
kita juga mengambil pelajaran dari sikap Bani Israel terhadap kitab mereka
sehingga mereka dikatakan oleh Allah SWT: مَثَلُ
الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ
يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ
اللهِ Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya
(yakni tidak mengamalkannya), adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab
yang tebal. Amat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.
(QS
al-Jumu‘ah [62]: 5). Bagaimana
perasaan kita pada waktu kita tidak mengamalkan al-Quran dan tidak melaksanakan
isi dan hukum-hukumnya, lalu Allah SWT, yang kita harapkan ridha dan
ampunan-Nya, mengumpamakan dan mengatakan kita seperti keledai? Sejatinya, orang
yang beriman, bertakwa dan merindukan keridhaan Allah, akan berlinang air mata
jika disebut begitu oleh Allah SWT. Wahai
kaum Muslim: Mari kita
akhiri sikap yang tidak sepantasnya terhadap al-Quran. Mari sudahi sikap yang
tidak sugguh-sungguh terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan dan Nuzulul
Quran ini sebagai momentum untuk bersikap selayaknya terhadap al-Quran. Mari
kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk memancangkan tekad kita dalam
rangka menyudahi dan mengakhiri sikap yang keliru dan tidak selayaknya terhadap
al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk meneguhkan tekad
kita untuk senantiasa menjaga kaslian dan kemurnian al-Quran; membaca, memahami
dan menghayati maknanya; mengamalkan isi dan kandungannya; serta menjadikannya
sebagai sumber hukum untuk mengatur segala perkara kehidupan kita dan sumber
solusi atas seluruh problem kehidupan kita. Di antara
hukum-hukum al-Quran adalah hukum-hukum tentang pengaturan
sosial-kemasyarakatan. Pelaksanaan dan penerapan hukum ini tidak mungkin tanpa
melalui kekuasaan, pemerintahan dan negara. Karena itu, marilah kita jadikan
juga Ramadhan dan Nuzulul Quran ini sebagai momentum untuk memancangkan niat,
meneguhkan tekad dan semangat untuk memulai aktivitas dengan penuh kesungguhan
guna memperjuangkan pelaksanaan dan penerapan hukum-hukum al-Quran—yakni syariah
Islam—secara keseluruhan melalui tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan itu,
kita akan bisa benar-benar menjadikan al-Quran sebagai hudan dan
furqan bagi kita. Dengan itu pula, rahmat Allah akan turun kepada kita
semua. وَهَذَا
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ Al-Quran
itu adalah kitab yang kami turunkan, yang diberkati. Karena itu, ikutilah dia
dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat.
(QS al-An‘am [6]: 155). Wa lillâhi al-Musta‘ân wa ilayhi at-tâkilan. [] |
******************************************************** Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP ******************************************************** Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA : http://www.usahamulia.net
Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke : [EMAIL PROTECTED] ********************************************************