Tadabbur 14 : Membangun Taqwa Sosial Lewat Ramadhan
Kamis, 05 Oktober 06 - oleh : Redaksi

Kalimat taqwa yang didefinisikan secara umum oleh ulama dengan ungkapan melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya, menjadikan taqwa mencakup segala aspek kebaikan. Di antara model kebaikan yang hendak dibangun oleh Ramadhan adalah rasa empati terhadap sesama yang kita sebut dalam tulisan ini sebagai taqwa sosial.

Dalam teori ukhuwah, persaudaraan dan semangat untuk saling mengayomi (takaful) akan terealisasi jika didahului oleh ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), dan ta’awun (saling membantu). Jika kita menerapkan teori ini untuk membuktikan tesis bahwa Ramadhan dapat membangun taqwa sosial, maka kita akan sampai kepada kesimpulan bahwa Ramadhan kaya dengan praktek-praktek pemenuhan aspek-aspek teori di atas.

A. Ramadhan Mengajarkan Kita untuk Saling Ta’aruf

Allah memerintahkan kaum muslimin agar selalu membuka diri dan banyak melakukan kontak dengan orang. Membuka diri kepada banyak orang memang bukan pekerjaan tanpa resiko, karena dari sini proses saling mempengaruhi bergulir. Kalau kita tidak tanggap, maka boleh jadi membawa petaka, kita bisa terseret dalam perilaku negatif.
Karenanya, saat memerintahkan ta’aruf dalam ayat 13 Surah al Hujurat, Allah mengarahkan ta’aruf kepada sasaran membangun semangat berlomba-lomba untuk mencapai derajat taqwa.

Semangat taqwa ini tidak mungkin ditemukan dalam komunitas yang tidak kenal Allah, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan hanya berlomba-lomba meraih kesenangan sesaat. Tetapi, ia ditemukan dalam kelompok masyarakat yang hanif, memiliki kepedulian terhadap perintah Allah, dan tidak senang kemaksiatan merajalela.

Dalam menjalin ta’aruf ini, Rasulullah mengarahkan kita untuk mencari teman yang baik dan bisa mentransfer kebaikannya kepada kita, bukan sebaliknya. Rasulullah saw. bersabda,

عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً ( رواه مسلم )

Dari Abu Musa, dari Nabi saw., “Perumpamaan sahabat yang saleh dan sahabat yang tidak baik seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin memberimu minyak wangi, atau engkau membeli darinya, atau minimal kamu mencium aroma harumnya. Sedangkan pandai besi, mungkin akan membuat bajumu terbakar, atau minimal engkau mencium aroma yang tidak sedap” (HR. Muslim)

Bahkan, dalam hadits yang lain, Rasulullah menyebutkan bahwa teman kita memiliki peran dominan dalam kualitas keberagamaan kita,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ

Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang itu terkait erat dengan agama saudaranya. Hendaklah engkau memperhatikan dengan siapa dia berteman” (HR.Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ahmad)

Ramadhan secara intensif mengarahkan kita untuk bertemu dengan kelompok masyarakat yang saleh, atau yang ingin berubah menjadi saleh. Di antara sarana-sarana ta’aruf di bulan Ramadhan adalah sahur bersama keluarga. Keluarga yang sibuk merasakan saat sahur bersama keluarga adalah sarana untuk lebih saling mengenal dan lebih dekat dengan anggota keluarga.

Sarana lain adalah buka puasa bersama. Ini bisa dilakukan untuk membangun komunikasi dengan komunitas baru, atau ingin mempererat hubungan dengan komunitas yang sudah ada. Bisa dilakukan di keluarga besar, paguyuban, RT, Masjid, perkantoran, antara guru dengan siswanya, dengan rumah-rumah panti asuhan, panti jompo, narapidana dan sebagainya.

Salat tarawih adalah juga sarana efektif untuk ta’aruf. Jika pertemuan sholat ini berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, insya Allah akan lebih mendekatkan kita dengan saudara kita yang lain.

Tadarus bersama, dengan membaca al Qur’an dan mengkaji beberapa maknanya adalah juga sarana ta’aruf yang baik. Sedang ta’aruf yang paling intensif bisa dilakukan pada saat i’tikaf, di mana kita memiliki kesempatan untuk tinggal bersama selama 10 hari di dalam satu masjid, dengan tujuan sama ingin mendekatkan diri kepada Allah.

B. Ramadhan Mengajarkan Kita untuk Saling Tafahum

Jika sarana-sarana yang tersedia di atas bisa dimanfaatkan dengan baik, kita akan mengenal lebih dekat saudara kita, baik secara fisik, psikologi, maupun pemikirannya.
Kesalahpahaman sering terjadi akibat tidak tergalinya informasi tentang teman kita secara baik. Padahal, dengan pengenalan yang baik itu kita akan terhindar dari larangan Allah, seperti mudah marah, berburuk sangka, dan membincangkan yang tidak pada tempatnya tentang teman.

Untuk membangun sikap mudah memahami teman, Ramadhan mengajarkan kita agar tidak mudah marah, tidak boleh berburuk sangka dengan orang, dan tidak boleh ghibah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رِوَايَةً قَالَ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ (رواه مسلم)

“Dari Abu Hurairah ra. Jika kalian berpuasa, hendaklah tidak berkata kotor dan sembrono. Apabila ada orang yang mengumpatnya atau mengajaknya untuk berkelahi, katakanlah: aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (HR.Muslim)

Dalam hadits lain disebutkan :

الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا (رواه النسائي )

“Puasa itu adalah benteng, selama tidak ada yang menembusnya” (HR.An-Nasai). Dalam Sunan Ad Darimi disebutkan, yang bisa merusak benteng puasa itu adalah ghibah.

Larangan Allah untuk marah, buruk sangka, dan ghibah ini baru bisa kita lakukan manakala kita telah mengenal saudara kita dengan baik. Dengan demikian, larangan marah ini tidak berdiri sendiri, tetapi didahului dengan saling mengenal secara baik lewat sarana-sarana Ramadhan yang disebut di atas.

C. Ramadhan Mengajarkan Kita untuk Saling Ta’awun

Setelah kita mengenal baik saudara kita, kita akan memahami kecenderungan jiwa maupun kondisi ekonomi mereka. Orang yang memahami kondisi saudaranya secara umum, lebih mudah untuk membantu daripada orang yang tidak kenal sama sekali. Sasarannya adalah orang-orang miskin yang terdeteksi dari interaksi mereka yang panjang selama Ramadhan.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ (أبو داود)

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw. mewajibkan zakat fithrah sebagai pembersih orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak pantas, dan untuk memberikan makan buat orang-orang miskin…” (HR.Abu Dawud).

Selain zakat fithrah, Rasulullah saw. mencontohkan kepada kita untuk lebih dermawan di bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits disebutkan,

عن ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رمضات...
(صحيح مسلم)

“Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw. adalah orang yang paling dermawan dalam bidang kebajikan, dan kedermawanan beliau meningkat selama bulan Ramadhan”. (HR. Muslim)

Taqwa tidak dapat diraih dengan mengabaikan aspek sosial dan hanya sibuk dengan urusan pribadi. Bukan hanya taqwa yang tidak diraih, bahkan keimanan kita pun menjadi tanda tanya besar, apakah benar kita orang yang beriman, atau kita adalah orang yang hanya mengaku beriman tanpa bukti.

Orang yang perlakuannya kasar dengan anak yatim dan tidak peduli dengan orang miskin dikatakan orang yang mendustakan agama. Allah berfirman,
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberikan makan orang miskin”. (Al-Maa’uun: 1-30 )

Sebaliknya, orang yang peduli dengan sesama digambarkan secara jelas oleh Allah sebagai salah satu variable meraih taqwa. Allah berfirman,
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang-orang yanag menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit…” (Ali Imran: 133-134)

Sedangkan di tempat lain, Allah menggandengkan kalimat suka memberi dengan taqwa, sebagai isyarat bahwa dua kalimat adalah kembar siam. Apabila dipisahkan, maka taqwa tidak mungkin diraih.

Ramadhan adalah bulan motivasi meningkatkan kepedulian sosial, mudah-mudahan kita terpacu meraihnya, karena tanpanya tujuan puasa “la’allakum tattaqun” tidak akan terealisasi.

Sumber : 30 Tadabur Ramadhan - Menjadi Hamba Rabbani - IKADI

********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net

Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]

********************************************************

Kirim email ke