Kalimat taqwa yang didefinisikan secara umum oleh ulama dengan
ungkapan melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala
larangan-Nya, menjadikan taqwa mencakup segala aspek kebaikan. Di antara model
kebaikan yang hendak dibangun oleh Ramadhan adalah rasa empati terhadap sesama
yang kita sebut dalam tulisan ini sebagai taqwa sosial.
Dalam teori
ukhuwah, persaudaraan dan semangat untuk saling mengayomi (takaful) akan
terealisasi jika didahului oleh ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling
memahami), dan ta’awun (saling membantu). Jika kita menerapkan teori ini untuk
membuktikan tesis bahwa Ramadhan dapat membangun taqwa sosial, maka kita akan
sampai kepada kesimpulan bahwa Ramadhan kaya dengan praktek-praktek pemenuhan
aspek-aspek teori di atas.
A. Ramadhan Mengajarkan Kita untuk Saling
Ta’aruf
Allah memerintahkan kaum muslimin agar selalu membuka diri
dan banyak melakukan kontak dengan orang. Membuka diri kepada banyak orang
memang bukan pekerjaan tanpa resiko, karena dari sini proses saling mempengaruhi
bergulir. Kalau kita tidak tanggap, maka boleh jadi membawa petaka, kita bisa
terseret dalam perilaku negatif.
Karenanya, saat memerintahkan ta’aruf dalam
ayat 13 Surah al Hujurat, Allah mengarahkan ta’aruf kepada sasaran membangun
semangat berlomba-lomba untuk mencapai derajat taqwa.
Semangat taqwa ini
tidak mungkin ditemukan dalam komunitas yang tidak kenal Allah, tidak
melaksanakan perintah-Nya, dan hanya berlomba-lomba meraih kesenangan sesaat.
Tetapi, ia ditemukan dalam kelompok masyarakat yang hanif, memiliki kepedulian
terhadap perintah Allah, dan tidak senang kemaksiatan merajalela.
Dalam
menjalin ta’aruf ini, Rasulullah mengarahkan kita untuk mencari teman yang baik
dan bisa mentransfer kebaikannya kepada kita, bukan sebaliknya. Rasulullah saw.
bersabda,
عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ
كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ
يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا
طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
رِيحًا خَبِيثَةً ( رواه مسلم )
Dari Abu Musa, dari Nabi saw.,
“Perumpamaan sahabat yang saleh dan sahabat yang tidak baik seperti penjual
minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin memberimu minyak
wangi, atau engkau membeli darinya, atau minimal kamu mencium aroma harumnya.
Sedangkan pandai besi, mungkin akan membuat bajumu terbakar, atau minimal engkau
mencium aroma yang tidak sedap” (HR. Muslim)
Bahkan, dalam hadits yang
lain, Rasulullah menyebutkan bahwa teman kita memiliki peran dominan dalam
kualitas keberagamaan kita,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ
فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
غَرِيبٌ
Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang
itu terkait erat dengan agama saudaranya. Hendaklah engkau memperhatikan dengan
siapa dia berteman” (HR.Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ahmad)
Ramadhan secara
intensif mengarahkan kita untuk bertemu dengan kelompok masyarakat yang saleh,
atau yang ingin berubah menjadi saleh. Di antara sarana-sarana ta’aruf di bulan
Ramadhan adalah sahur bersama keluarga. Keluarga yang sibuk merasakan saat sahur
bersama keluarga adalah sarana untuk lebih saling mengenal dan lebih dekat
dengan anggota keluarga.
Sarana lain adalah buka puasa bersama. Ini bisa
dilakukan untuk membangun komunikasi dengan komunitas baru, atau ingin
mempererat hubungan dengan komunitas yang sudah ada. Bisa dilakukan di keluarga
besar, paguyuban, RT, Masjid, perkantoran, antara guru dengan siswanya, dengan
rumah-rumah panti asuhan, panti jompo, narapidana dan sebagainya.
Salat
tarawih adalah juga sarana efektif untuk ta’aruf. Jika pertemuan sholat ini
berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, insya Allah akan lebih
mendekatkan kita dengan saudara kita yang lain.
Tadarus bersama, dengan
membaca al Qur’an dan mengkaji beberapa maknanya adalah juga sarana ta’aruf yang
baik. Sedang ta’aruf yang paling intensif bisa dilakukan pada saat i’tikaf, di
mana kita memiliki kesempatan untuk tinggal bersama selama 10 hari di dalam satu
masjid, dengan tujuan sama ingin mendekatkan diri kepada Allah.
B.
Ramadhan Mengajarkan Kita untuk Saling Tafahum
Jika sarana-sarana
yang tersedia di atas bisa dimanfaatkan dengan baik, kita akan mengenal lebih
dekat saudara kita, baik secara fisik, psikologi, maupun pemikirannya.
Kesalahpahaman sering terjadi akibat tidak tergalinya informasi tentang
teman kita secara baik. Padahal, dengan pengenalan yang baik itu kita akan
terhindar dari larangan Allah, seperti mudah marah, berburuk sangka, dan
membincangkan yang tidak pada tempatnya tentang teman.
Untuk membangun
sikap mudah memahami teman, Ramadhan mengajarkan kita agar tidak mudah marah,
tidak boleh berburuk sangka dengan orang, dan tidak boleh ghibah.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رِوَايَةً قَالَ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ
يَوْمًا صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ
قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ (رواه مسلم)
“Dari Abu
Hurairah ra. Jika kalian berpuasa, hendaklah tidak berkata kotor dan sembrono.
Apabila ada orang yang mengumpatnya atau mengajaknya untuk berkelahi,
katakanlah: aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (HR.Muslim)
Dalam
hadits lain disebutkan :
الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا (رواه
النسائي )
“Puasa itu adalah benteng, selama tidak ada yang menembusnya”
(HR.An-Nasai). Dalam Sunan Ad Darimi disebutkan, yang bisa merusak benteng puasa
itu adalah ghibah.
Larangan Allah untuk marah, buruk sangka, dan ghibah
ini baru bisa kita lakukan manakala kita telah mengenal saudara kita dengan
baik. Dengan demikian, larangan marah ini tidak berdiri sendiri, tetapi
didahului dengan saling mengenal secara baik lewat sarana-sarana Ramadhan yang
disebut di atas.
C. Ramadhan Mengajarkan Kita untuk Saling Ta’awun
Setelah kita mengenal baik saudara kita, kita akan memahami
kecenderungan jiwa maupun kondisi ekonomi mereka. Orang yang memahami kondisi
saudaranya secara umum, lebih mudah untuk membantu daripada orang yang tidak
kenal sama sekali. Sasarannya adalah orang-orang miskin yang terdeteksi dari
interaksi mereka yang panjang selama Ramadhan.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ
طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ
أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ
الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ (أبو داود)
Dari Ibnu Abbas
berkata, Rasulullah saw. mewajibkan zakat fithrah sebagai pembersih orang yang
berpuasa dari perkataan yang tidak pantas, dan untuk memberikan makan buat
orang-orang miskin…” (HR.Abu Dawud).
Selain zakat fithrah, Rasulullah
saw. mencontohkan kepada kita untuk lebih dermawan di bulan Ramadhan. Dalam
sebuah hadits disebutkan,
عن ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدَ
مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رمضات...
(صحيح مسلم)
“Ibnu Abbas berkata,
Rasulullah saw. adalah orang yang paling dermawan dalam bidang kebajikan, dan
kedermawanan beliau meningkat selama bulan Ramadhan”. (HR. Muslim)
Taqwa
tidak dapat diraih dengan mengabaikan aspek sosial dan hanya sibuk dengan urusan
pribadi. Bukan hanya taqwa yang tidak diraih, bahkan keimanan kita pun menjadi
tanda tanya besar, apakah benar kita orang yang beriman, atau kita adalah orang
yang hanya mengaku beriman tanpa bukti.
Orang yang perlakuannya kasar
dengan anak yatim dan tidak peduli dengan orang miskin dikatakan orang yang
mendustakan agama. Allah berfirman,
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan
memberikan makan orang miskin”. (Al-Maa’uun: 1-30 )
Sebaliknya, orang
yang peduli dengan sesama digambarkan secara jelas oleh Allah sebagai salah satu
variable meraih taqwa. Allah berfirman,
“Dan bersegeralah kamu kepada
ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang-orang yanag
menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit…” (Ali Imran: 133-134)
Sedangkan di tempat lain, Allah menggandengkan kalimat suka memberi
dengan taqwa, sebagai isyarat bahwa dua kalimat adalah kembar siam. Apabila
dipisahkan, maka taqwa tidak mungkin diraih.
Ramadhan adalah bulan
motivasi meningkatkan kepedulian sosial, mudah-mudahan kita terpacu meraihnya,
karena tanpanya tujuan puasa “la’allakum tattaqun” tidak akan terealisasi.
Sumber : 30 Tadabur Ramadhan - Menjadi Hamba Rabbani -
IKADI