DARI MILIST TETAMGGA.................
 
 
 

I am a Second Wife
Jumat, 19 Mei 06 - oleh : Redaksi

PKS-Kab.Bekasi OnLine : Sekitar tiga bulan lalu, the Islamic Forum yang
diadakan setiap Sabtu di Islamic Center New York kedatangan peserta baru.
Pertama kali memasuki ruangan itu saya sangka ia wanita Bosnia. Dengan
pakaian Muslimah yang sangat rapih, blue eyes, dan kulit putih bersih.
Pembawaannya pun sangat pemalu, dan seolah seseorang yang telah lama paham
etika Islam.

Huda, demikianlah wanita belia itu memanggil dirinya. Menurutnya, baru
saja pindah ke New York dari Michigan ikut suami yang berkebangsaan Yaman.
Suaminya bekerja pada sebuah perusahaan mainan anak-anak (toys).

Tak ada menyangka bahwa wanita itu baru masuk Islam sekitar 7 bulan silam.
Huda, yang bernama Amerika Bridget Clarkson itu, adalah mantan pekerja
biasa sebagai kasir di salah satu tokoh di Michigan. Di toko inilah dia
pertama kali mengenal nama Islam dan Muslim.

Biasanya ketika saya menerima murid baru untuk bergabung pada kelas untuk
new reverts, saya tanyakan proses masuk Islamnya, menguji tingkatan
pemahaman agamanya, dll. Ketika saya tanyakan ke Huda bagaimana proses
masuk Islamnya, dia menjawab dengan istilah-istilah yang hampir tidak
menunjukkan bahwa dia baru masuk Islam. Kata-kata "alhamdulillah"."Masya
Allah" dst, meluncur lancar dari bibirmya.

Dengan berlinang air mata, tanda kebahagiaannya, Huda menceritakan proses
dia mengenal Islam. "I was really trapped by jaahiliyah (kejahilan)",
mengenang masa lalunya sebagai gadis Amerika. "I did not even finish my
High School and got pregnant when I was only 17 years old", katanya dengan
suara lirih. Menurutnya lagi, demi mengidupi anaknya sebagai `a single
mother' dia harus bekerja. Pekerjaan yang bisa menerima dia hanyalah
grocery kecil di pinggiran kota Michigan.

Suatu ketika, toko tempatnya bekerja kedatangan costumer yang spesial.
Menurutnya, pria itu sopan dan menunjukkan `respek' kepadanya sebagai
kasir. Padahal, biasanya, menurut pengalaman, sebagai wanita muda yang
manis, setiap kali melayani pria, pasti digoda atau menerima kata-kata
yang tidak pantas. Hingga suatu ketika, dia sendiri berinisiatif bertanya
kepada costumernya ini, siapa namanya dan tinggal di mana.

Mendengar namanya yang asing, Abdu Tawwab, Huda semakin bingung. Sebab
nama ini sendiri belum pernah didengar. Sejak itu pula setiap pria ini
datang ke tokonya, pasti disempatkan bertanya lebih jauh kepadanya,
seperti kerja di mana, apakah tinggal dengan keluarga, dll.

Perkenalannya dengan pria itu ternyata semakin dekat, dan pria itu juga
semakin baik kepadanya dengan membawakan apa yang dia sebut `reading
materials as a gift". Huda mengaku, pria itu memberi berbagai buku-buku
kecil (booklets).

Dan hanya dalam masa sekitar tiga bulan ia mempelajari Islam, termasuk
berdiskusi dengan pria tersebut. Huda merasa bahwa inilah agama yang akan
menyelamatkannya.

"Pria tersebut bersama isterinya, yang ternyata telah mempunyai 4 orang
anak, mengantar saya ke Islamic Center terdekat di Michigan. Imam Islamic
Center itu menuntun saya menjadi seorang Muslimah, alhamdulillah!", kenang
Huda dengan muka yang ceria.

Tapi untuk minggu-minggu selanjutnya, kata Huda, ia tidak berkomunikasi
dengan pria tersebut. Huda mengaku justeru lebih dekat dengan isteri dan
anak-anaknya. Kebetulan lagi, anaknya juga berusia tiga tahun, maka sering
pulalah mereka bermain bersama. "Saya sendiri belajar shalat, dan
ilmu-ilmu dasar mengenai Islam dari Sister Shaima, nama isteri pria yang
mengenalkannya pada Islam itu.

Kejamnya Poligami

Suatu hari, dalam acara The Islamic Forum, minggu lalu, datang seorang
tamu dari Bulgaria. Wanita dengan bahasa Inggris seadanya itu
mempertanyakan keras tentang konsep poligami dalam Islam. Bahkan sebelum
mendapatkan jawaban, perempuan ini sudah menjatuhkan vonis bahwa "Islam
tidak menghargai sama sekali kaum wanita", katanya bersemangat.

Huda, yang biasanya duduk diam dan lebih banyak menunduk, tiba-tiba angkat
tangan dan meminta untuk berbicara. Saya cukup terkejut. Selama ini, Huda
tidak akan pernah menyelah pembicaraan apalagi terlibat dalam sebuah
dialog yang serius. Saya biasa berfikir bahwa Huda ini sangat terpengaruh
oleh etiket Timur Tengah, di mana
kaum wanita selalu menunduk ketika berpapasan dengan lawan jenis, termasuk
dengan gurunya sendiri.

"I am sorry Imam Shamsi", dia memulai. "I am bothered enough with this
woman's accusation", katanya dengan suara agak meninggi. Saya segera
menyelah: "What bothers you, sister?". Dia kemudian menjelaskan panjang
lebar kisah hidupnya, sejak masa kanak-kanak, remaja, hingga kemudian
hamil di luar nikah, bahkan hingga kini tidak tahu siapa ayah dari anak
lelakinya yang kini berumur hampir 4 tahun itu.

Tapi yang sangat mengejutkan saya dan banyak peserta diksusi hari itu
adalah ketika mengatakan: "I am a second wife." Bahkan dengan semangat dia
menjelaskan, betapa dia jauh lebih bahagia dengan suaminya sekarang ini,
walau suaminya itu masih berstatus suami wanita lain dengan 4 anak. "I am
happier since then", katanya mantap.

Dia seolah berda'wah kepada wanita Bulgaria tadi: "Don't you see what
happens to the western women around? You are strongly opposing polygamy,
which is halaal, while keeping silence to free sex that has destroyed our
people" ,jelasnya. Saya kemudian menyelah dan menjelaskan kata "halal"
kepada wanita Bulgaria itu.

"I know, people may say, I have a half of my husband. But that's not
true", katanya. Lebih jauh dia menjelaskan bahwa poligami bukan hanya
masalah suami dan isteri. Poligami dan kehidupan keluarga menurutnya,
adalah masalah kemasyarakatan. Dan jika seorang isteri rela suaminya
beristeri lagi demi kemaslahatan masyarakat, maka itu adalah bagian dari
pengorbanannya bagi kepentingan masyarakat dan agama.

Kami yang dari tadi mendengarkan penjelasan Huda itu hanya ternganga.
Hampir tidak yakin bahwa Huda adalah isteri kedua, dan juga hampir tidak
yakin kalau Huda yang pendiam selama ini ternyata memiliki pemahaman agama
yang dalam. Saya kemudian bertanya kepada Huda: "So who is your husband?"
Dengan tertawa kecil dia menjawab "the person who introduced me to Islam".
Dan lebih mengejutkan lagi: "his wife basically suggested us to marry",
menutup pembicaraan hari itu.

Diskusi Islamic Forum hari itu kita akhiri dengan penuh bisik-bisik. Ada
yang setuju, tapi ada pula yang cukup sinis. Yang pasti, satu lagi rahasia
terbuka. Saya sendiri hingga hari ini belum pernah ketemu dengan suami
Huda karena menurutnya, "he is a shy person. He came to the Center but did
not want to talk to you", kata Huda ketika saya menyatakan keinginan untuk
ketemu suaminya.

"Huda, may Allah bless you and your family. Be strong, many challenges lay
ahead in front of you", nasehatku. Doa kami menyertaimu Huda, semoga
dikuatkan dan dimudahkan!

New York, 10 Mei 2006

Oleh : Ust. M.Syamsi Ali - Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural
Center of New York (hidayatullah.com)
********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net

Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]

********************************************************

Kirim email ke