Kebersamaan, saling tsiqah (percaya), bahu membahu, kerja sama,
perkenalan dan sejenisnya merupakan refleksi ukhuwah yang didasarkan pada
kesatuan ideologi dan keyakinan, bahkan kesatuan visi, misi, dan langkah dalam
perjuangan.
Alangkah indah hidup ini jika dapat hidup dalam suasana
kebersamaan. Alangkah manis hidup ini jika dapat berdampingan saling kasih dan
sayang. Alangkah sejuk hidup ini jika dapat bahu membahu karena cinta kebaikan.
Betapa bahagianya jika kita berjalan searah, seirama, sekeyakinan dalam menapaki
langkah-langkah perjuangan hidup dalam rangka menggapai ridha Allah swt.
Akan kah tali ukhuwah dapat terjalin antar kita, saat umat
tercabik-cabik ? Akan kah keindahan kebersamaan terwujud antar kita, ketika
persatuan umat dirobek-robek? Akan kah kemanisan hidup berdampingan dengan kasih
sayang terjadi pada kita, tatkala umat dibagi-bagi dalam golongan dan kelompok
yang masing-masing kita bersenang-senang dengan kelompok dan golongannya
sendiri? Akan kah kesejukan bahu membahu karena cinta kebaikan dirasakan, pada
saat kita hanya peduli untuk kepentingan sendiri, tanpa melihat kepada
kepentingan bersama ?
Atau ukhuwah hanya menjadi slogan 'lip-servis'
belaka, persaudaraan dan persatuan sekedar 'pamflet' dalam ceramah-ceramah
muballigh kita? Atau ia hanya berupa ajaran teoritis normatif tanpa wujud nyata
dalam kehidupan manusia???
Kalau kita yakin bahwa "innamal mu'minuuna
ikhwatun" adalah pernyataan Allah swt. dalam Al-Qur'an, sekaligus ia merupakan
wahyu Allah kepada Rasul-Nya untuk diserukan kepada umat manusia. Kalau kita
yakin itu, maka mustahil wahyu itu hanya berupa 'lip-servis' atau pajangan
kata-kata dalam Kitab Suci, tanpa adanya kemungkinan terwujud dalam kehidupan
nyata.
Allah swt. menurunkan ayat-ayat-Nya dalam Al-Qur'an untuk
dibumikan dan sangat mungkin dibumikan, sebab ayat-ayat Al-Qur'an secara
keseluruhan adalah ayat-ayat hidup dan untuk kepentingan makhluk hidup, demi
kesejahteraan mereka saat ini dan saat mendatang.
Ternyata, dalam
sejarah peradaban manusia ukhuwah semacam itu pernah terwujud dan dicatat.
Fenomena ukhuwah dalam kehidupan para sahabat Rasulullah saw. pada masa keemasan
dan kejayaan umat ini. Ukhuwah mereka ternyata dapat mengguncang mereka yang
dicap Allah sebagai musuh-musuh dakwah Islam, baik dari kalangan orang tak
beragama maupun dari kalangan umat beragama non muslim sekalipun.
Persaudaraan dan kebersamaan para generasi awal Islam itulah yang pernah
membuat para pengkaji Islamologi dan sebagian pemikir Barat tercengang. Saat
mereka membaca sejarah Khubaib bin Adi yang tidak rela bebas dari penyiksaan
kuffar dan hidup senang, sementara Rasulullah saw. hidup tersiksa dan sengsara,
bahkan sekedar terluka. Saat mereka menyimak sejarah seorang sahabat Thalhah
yang rela memberikan makanan malamnya yang tersisa diberikan kepada seorang tamu
Rasulullah saw.
Saat mereka saling membahu membangun parit besar dalam
rangka mempertahankan diri dan kota Madinah dari serangan pasukan koalisi
(ahzab) di tahun ke 5 Hijriyah. Saat mereka hidup berdampingan ibarat saudara
kandung, saling memberi dan lapang dada antara kaum muhajirin dan anshar.
Ukhuwah yang tak tertandingi dalam perjalanan sejarah manusia sebelum dan
sesudah itu. Apa gerangan rahasianya?
Simak dan renungkan ayat-ayat suci
dalam surat Al-Hujurat: 10, surat Ali Imran ayat 103, surat Al-A'raf, dan surat
al-Anfal.
Dalam ayat-ayat tersebut Allah swt. menyatakan, bahwa ukhuwah
Islamiah:
- Didasarkan pada iman yang kokoh (Al-Hujurat: 10)
- Dilandaskan pada proses ta'liful qulub (keterpautan hati), (Ali Imran:103)
- Keterpautan hati bukan semata-mata rekayasa dan upaya manusia, tetapi ia
juga merupakan rahmat dan karunia Allah swt. (al-Anfal)
- Sementara rahmat Allah swt. secara simultan hanya dapat diraih oleh
orang-orang yang bertakwa sebenarnya, komitmen kuat dengan ajaran Allah dan
memiliki tingkat tawakkal yang tinggi (al-A'raf).
Karenanya,
Allah swt. mengawali ayat perintah menegakkan amar makruf nahi munkar dengan
perintah beriman, bertakwa haqqa tuqaatihi, dan realisasi keislaman selama hidup
(Ali Imran: 102). Selanjutnya, Allah memerintahkan i'tishom (berpegang dalam
himpunan dengan tali Allah swt., yakni ajaran-Nya yang lurus), jangan bercerai
berai, agar terwujud ta'liful qulub (keterpautan hati) yang diawali dengan
kebersihan hati dalam berislam dan berjuang membela Islam, sehingga ukhuwah
dapat terjalin di antara kita (Ali Imran: 103).
Dari penjelasan di atas
dapat diambil kesimpulan, bahwa ukhuwah akan terjalin di antara orang-orang yang
bertakwa dengan sebenar-benar takwa. Sedangkan, takwa merupakan tujuan ibadah
shaum selama bulan Ramadhan.
Karena itu, bulan Ramadhan hendaknya
dijadikan sebagai bulan penempa diri untuk menjadi orang-orang yang siap untuk
berukhuwah. Ramadhan dijadikan sebagai peluang mewujudkan masyarakat harmonis,
sekaligus sebagai momen menunjukkan jati diri umat yang mencintai integritas
bangsa dan negara serta siap menghadapi upaya-upaya disintegtrasi bangsa di
negeri yang kita cintai ini.
Peningkatan keimanan di bulan Ramadhan
menjadi sangat menentukan tertanamnya prinsip ukhuwah dalam diri setiap muslim.
Karena keimanan itulah yang melandasi amal-amal ibadah selama Ramadhan khususnya
shaum, agar diterima dan diridhai Allah swt.
Demikian juga aplikasi
keimanan berupa aktivitas-aktivitas ibadah selama Ramadhan, menjadi penentu
cita-cita terwujudnya ukhuwah islamiah. Karena, aktifitas ibadah merupakan
indikator sikap takwa yang didasarkan keimanan, sekaligus merupakan faktor
penyebab turunnya rahmat Allah swt. berupa ta'liful-qulub (keterpautan hati).
Ta'liful qulub ini sebagaimana dijelaskan di atas merupakan 'soko guru' bagi
ukhuwah islamiah.
Karenanya, berbagai syariat di bulan Ramadhan
kebanyakan bernuansa kebersamaan yang merupakan salah satu bentuk dari ukhuwah
islamiah. Sebut saja misalnya shalat tarawih berjamaah, shalat shubuh berjamaah,
yang dilakukan tidak seperti biasanya dilakukan sebagian umat di luar Ramadhan,
mendengarkan kuliah shubuh, ifthar jama'i (buka puasa bersama), makan sahur
bersama, i'tikaf dan lainnya.
Demikian pula zakat dan anjuran sedekah di
bulan Ramadhan, secara kontekstual memberikan makna yang dalam dari salah satu
bentuk ukhuwah islamiah. Karena, sikap kepedulian kepada sesama adalah sikap
yang didasarkan pada nilai-nilai kasih sayang dan cinta kepada sesama. Kasih
sayang dan cinta merupakan wujud dari persaudaraan.
Refleksi zakat dan
sedekah dalam kehidupan sosial adalah hidup sepenanggungan. Tanpa pandang bulu
dan tanpa melihat status sosial tertentu, sang muzaki siap hidup bersama
sepenanggungan, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Bahu membahu dalam
menghadapi masalah hidup.
Si kaya bukan berarti terbebas dari malapetaka
dan musibah yang pada saat-saat tertentu memerlukan bantuan si miskin papa.
Demikian juga si miskin papa yang taat beragama, di banyak kesempatan memerlukan
keberadaan si kaya yang berada di lingkungannya.
Ada beberapa saran
dalam menjalin ukhuwah di bulan Ramadhan:
- Jaga kebersihan hati.
Hati adalah panglima bagi sikap dan perilaku
setiap orang,, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw. Karenanya,
kebersihan hati merupakan faktor utama masuk surga Allah swt. Sebab, hanya
orang yang bersih hatinya yang mendapatkan kenikmatan berjumpa dengan Allah
swt. kelak di akhirat, sebagaimana dalam firman-Nya, "Pada hari tidak ada
manfaat harta dan anak-anak kecuali ia yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih". Bersih dari noda syirik, noda riya, kotoran ghill (kemarahan) dan
hasud (dengki).
- Tingkatkan amal-amal ibadah secara kontinyu.
- Terlibat dalam kegiatan kajian-kajian keislaman. Pemahaman yang benar dan
tepat akan memunculkan saling mencintai dan tumbuh keberanian untuk saling
menasehati.
- Terlibat dengan aktifitas kebersamaan, seperti ifthar jama'i, i'tikaf
bersama, kepanitiaan program-program tertentu dan lain-lain.
- Budayakan musyawarah dengan lingkungan kerja keislaman. "Wa amruhum syuro
bainahum."
Sumber :
30 Tadabur Ramadhan - Menjadi Hamba
Rabbani - IKADI