Dalam catatan sejarah Islam tertera informasi kejadian-kejadian
bersejarah di dalam bulan Ramadhan, seperti perang Badr, sebuah peristiwa besar
yang menentukan eksistensi umat Islam sepanjang sejarah manusia. Fathu Mekkah
(pembebasan kota Mekkah), peristiwa bersejarah yang lain, sebuah peristiwa yang
dianggap sebagai penyelamatan penduduk negeri dari kemerosotan moral dan
malapetaka akibat kezhaliman yang merajalela.
Namun, peristiwa-peristiwa
'militeris' tersebut tidak menafikan adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi di
bulan Ramadhan yang sarat dengan nilai dan norma rekonstruksi kehidupan rumah
tangga muslim. Sehingga Ramadhan sejatinya dijadikan momen untuk pendidikan dan
pembinaan kehidupan keluarga samara (sakinah mawaddah dan rahmah). Simak dan
renungkan riwayat kepercayaan para wanita muslimah, Aisyah ra. istri Rasulullah
saw.,
Seperti biasanya Rasulullah saw. melakukan itikaf di mesjid
pada sepuluh malam terakhir. Di suatu Ramadhan aku sedang datang bulan (haidh),
sehingga aku tidak dapat memasuki mesjid di mana Rasulullah saw. beritikaf.
Pada saat itu Rasulullah memasukkan kepalanya ke dalam hujrah (kamar) ku agar
aku dapat menyisirkan rambut beliau.
Demikian kisah seorang istri
tentang perhatiannya kepada suaminya, sebaliknya kepedulian suami kepada sang
istri yang dicintainya. Mungkin ada orang yang berpikir negatif, bahwa sang
suami berlebihan dalam menyikapi istri. Dalam pandangannya, seorang yang asyik
beribadah seyogyanya tidak terusik dengan aktivitas lain apalagi keharmonisan
dengan keluarga.
Memang, dalam realitanya konsentrasi seseorang kepada
suatu pekerjaan seringkali membuat dirinya lupa terhadap pemberian hak pada
orang lain yang harus ia tunaikan. Apalagi keasyik-masyukan seseorang dalam
berkomunikasi vertikal dengan Allah, seringkali membuat dirinya lalai untuk
berbuat baik kepada keluarga.
Ternyata, persepsi itu sangat paradoks
dengan keteladanan figur kharismatik bagi umat manusia. Kasus di atas merupakan
jawaban tuntas dari mis-persepsi tersebut. Sekaligus sebagai petunjuk bagi
setiap muslim dalam menampakkan keharmonisan keluarga selama Ramadhan. Karena
Ramadhan bulan penuh berkah dan rahmat, seyogyanya juga terealisir dalam
kehidupan rumah tangga muslim.
Buktinya dapat kita lihat teladan manusia
pilihan Allah swt. Betapapun khusyuknya beliau dalam ketundukan dan kontemplasi
kepada Sang Rabb, sama sekali tidak lupa kepada keluarga. Hak-hak mereka tetap
dijalankan, sebagaimana cerita Aisyah dan Ummu Salamah, bahwa Rasulullah saw.
pagi-pagi dalam keadaan junub, bukan karena mimpi junub, lantas beliau
meneruskan berpuasa bulan Ramadhan.
Bahkan, Rasulullah saw. pernah
mencium (istrinya) meskipun beliau tengah berpuasa. Beliau bersentuhan (dengan
istrinya) sedang beliau juga dalam keadaan berpuasa. Sementara beliau adalah
orang yang paling bisa mengendalikan nafsunya, sebagaimana tutur seorang
anggota keluarga Rasulullah saw.
Kisah di atas bukan sekedar kisah yang
menyentuh masalah pemenuhan kebutuhan biologis, bukan hanya pelajaran dalam
masalah yang terkait dengan faktor dorongan seksual. Tetapi secara psikologis,
perlakuan Rasulullah saw. tersebut memberikan keluarganya perasaan akan adanya
kepedulian dan perhatian, meskipun dalam saat-saat kerinduan yang mendalam
kepada Rabbnya Yang Rahman dan Rahim. Terbukti beliau juga mendorong keluarganya
untuk meningkatkan ritual ibadahnya di akhir-akhir bulan Ramadhan, beliau
mengencangkan ikatan kain sarungnya dan membangunkan keluarganya di malam hari
(untuk qiyamullail).
Pelajaran lain dari kehidupan rumah tangga
Rasulullah saw. adalah mengajarkan hidup hemat dan sederhana, seperti yang
diceritakan Anas ra. selaku salah seorang sahabat yang setia melayani beliau
tidak kurang dari 10 tahun lamanya. Anas ra. Bercerita, Rasulullah saw. suka
berbuka dengan tiga buah kurma atau dengan sesuatu yang tidak dimasak dengan
api. Dalam riwayat lain dengan kurma kering dan air. Meminum air pun
dilakukannya dengan dua kali atau tiga kali tegukan, seperti kata Ummu Salamah
istri Rasulullah saw.
Menghiasi meja makan dengan aneka makanan dan
minuman merupakan sesuatu yang mubah (boleh boleh saja). Mungkin sebagian orang
mengatakan, "wajar dan maklum saja karena seharian tidak bertemu dengan makanan
dan minuman yang dirindukannya".
Masalahnya bukan itu, tetapi manusia
ketika diberikan kebolehan suka over acting. Sikap berlebihan inilah yang
tidak diperkenankan agama, sebagaimana firman Allah swt., makan dan minumlah,
tetapi jangan berlebihan. Jangankan Allah, manusia saja tidak suka melihat
orang lain berlebihan, tapi dasar manusia, tidak suka melihat orang lain
berlebihan, tetapi dirinya suka berlebihan.
Lalu ukuran kelebihan
seperti apa? Jawabannya "istafti qalbaka" mintalah jawaban fatwa kepada hati
nuranimu yang fitri (bersih). Perhiasan dunia memang diperuntukkan bagi
kehidupan manusia, asal tidak melalaikannya dari pengabdian kepada Allah swt.
dan ingat kepada saudara-saudara sesama yang tidak dapat merasakan kenikmatan
yang dirasakannya. Istri Rasulullah saw. Ummul Mukminin Aisyah ra. menjelaskan,
bahwa uluran tangan Rasulullah saw. kepada sesama yang membutuhkan, lebih cepat
dan lebih dari angin yang bertiup kencang.
Keseimbangan pola hidup dan
keharmonisan rumah tangga merupakan kunci dari keberhasilan setiap muslim yang
berobsesi menjadi orang cerdas secara spiritual, intelektual, dan fisikal,
sebagaimana yang diteladankan Rasulullah saw. Masih banyak lagi kisah-kisah
bersejarah keluarga Rasulullah saw. di bulan Ramadhan yang seyogyanya dijadikan
teladan bagi para keluarga muslim.
Yang jelas adalah bahwa bulan
Ramadhan membuka peluang dan kesempatan besar untuk mewujudkan keharmonisan
rumah tangga. Mulai dari kebersamaan, suasana keberagamaan, peningkatan kondisi
rohani keluarga, dapat kita latih selama Ramadhan, sebagaimana diteladani
Rasulullah saw.
Makan sahur yang dianjurkan, di satu sisi dapat
dijadikan momen meraih keberkahan shaum di siang hari, secara fisik badan jadi
sehat dan segar karena makan sahur. Di sisi lain, makan sahur juga bisa
dijadikan sarana menumbuhkan kebersamaan. Yakni, sahur dilakukan secara bersama,
berhimpun dalam satu meja, diawali dengan do'a bersama dan membereskan meja
makan setelah selesai makan sahur.
Demikian juga ifthar (buka puasa)
bersama keluarga. Ajaklah keluarga berdo'a yang dapat dipimpin oleh salah
seorang anggota keluarga. Dapat juga diadakan semacam kultum (kuliah tujuh
menit) secara bergantian dengan tema-tema arahan yang bermanfaat untuk keluarga.
Saat ada kesempatan dan memungkinkan, berangkat bersama ke tempat shalat
untuk melakukan shalat tarawih berjamaah. Mendengarkan kuliah tarawih merupakan
sarana yang lain untuk menambah wawasan keluarga. Dapat juga sesekali shalat
tarawih dilakukan di rumah bersama keluarga.
Luangkan waktu untuk
berkumpul dengan keluarga dalam rangka menunaikan program "tadarus" (membaca
al-Qur'an), bisa dengan cara bergantian. Yang penting bukan mengejar khatam
(tamat) bacaan al-Qur'an, tapi menumbuhkan kebersamaan dalam suasana religius
dapat dijadikan orientasi program semacam ini.
Pada sepuluh malam
terakhir, keluarga dapat kita ajak untuk melakukan i'tikaf. Bagi para istri,
cukup melakukannya di dalam rumah dengan bimbingan dan arahan sang suami, atau
dapat bertanya kepada seorang ustadz yang mampu memberikan fatwa-fatwanya
terkait dengan i'tikaf para wanita muslimah.
Semoga Ramadhan kali ini
akan melahirkan keluarga-keluarga takwa, yang komitmen dengan ajaran Allah swt.,
konsisten dengan risalah Islam, tampil dengan anggota-anggota keluarga yang
berakhlak mulia dan mampu mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga,
dengan keluarga-keluarga mulia produk Ramadhan, akan lahir pula masyarakat yang
adil dan makmur. Allah swt. pun meridhoi kehidupan mereka di sebuah negara adil
sejahtera. Semoga.
Sumber : 30 Tadabur Ramadhan - Menjadi Hamba
Rabbani - IKADI