Tadabbur 19 : Manajemen Diri di Bulan
Suci Rabu, 11 Oktober 06 - oleh :
Redaksi
Dicari : Manajer Kehidupan
Hidup bukanlah suatu
kebetulan yang kemudian dipenuhi dengan aktivitas-aktivitas manifestasi dari
keinginan diri belaka, atau menghabiskan umur, menyibukkan diri merespon
kehidupan dunia an sich, seolah hidup ini tanpa akhir. Seolah tidak ada
kehidupan lagi setelah kehidupan dunia ini dan segala fasilitas yang telah
dinikmati itu tidak akan pernah dimintai pertangungjawaban.
Kalau
demikian orang memperlakukan hidupnya, Allah swt. melukiskan sesungguhnya ia
hidup dalam fatamorgana. Segera ia akan mendapati pepesan kosong dari seluruh
apa yang diupayakannya di sepanjang hidupnya. Seperti yang telah di
wanti-wanti Allah swt.,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan
dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu . (Al-Hadid : 21)
Al-Quran menyebut kehidupan dunia ini sebagai
mataaun qaliil (kenikmatan bak sepotong roti). Meski demikian, masih saja
kebanyakan orang telah memberi harga terlalu mahal untuk harga dunia ini, dengan
menghabiskan seluruh hidup untuk hasil yang sedikit dan sekejap saja.
Orang yang mampu memenej kehidupannya secara efektif untuk mencapai
tujuan hidupnya yang hakiki, yaitu mencapai keridhaan Allah swt. semata, disebut
Allah sebagai orang yang pandai bersyukur. Sebagai hasilnya, ia mendapatkan
value added : Allah akan menambah nikmatNya (Ibrahim: 7) dan di akhirat diberi
tempat di syurga dengan segala fasilitas kenikmatannya dan kekal di dalamnya
(Al-Baqarah : 25).
Kata syukr dalam Al-Quran memiliki makna yang luas
dan variatif, antara lain: menghargai, mengenal batas, dan mengenal haq. Hamba
yang padai bersyukur (abdan syakuran) adalah hamba yang mampu menghargai
kesempatan hidup dengan segala anugerah nikmatnya dan mempergunakannya pada
jalan Allah swt. Sayangnya, manajer-manajer kehidupan itu sangatlah langka
ditemui, seperti Allah swt. informasikan, Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia tetapi
kebanyakan manusia tidak mensyukurinya (An-Naml: 73)
..Dan sedikit
sekali dari hamba-hambaku yang bersyukur (Saba: 13)
Memenej kehidupan,
meski bukan sesuatu yang mustahil, tetapi merupakan suatu yang sangat sukar
dipraktikkan. Syarat mampu memenej kehidupan hanya satu, yaitu mampu memenej
(mengendalikan) diri sendiri. Bulan suci Ramadhan adalah jadwal tahunan latihan
memanajemani diri sendiri.
Ramadhan: Bulan Pelatihan Manajemen
Diri
Ramadhan adalah bulan pelatihan intensif yang standard
operating procedures (SOP)-nya didesain Allah swt. dengan tujuan menghasilkan
manusia berkualitas taqwa, yang indikatornya mampu memenej diri sendiri, dalam
mengelola sumber-sumber daya nikmat yang Allah anugerahkan (laallakum
tasykuruun), dan selalu memelihara kualitas diri sesuai standard quality control
dari Allah swt. (laallahum yarsyuduun).
Rasulullah saw. bersabda,
Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengetahui rambu-rambunya dan
memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan (SOP) maka hal itu akan menjadi
pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya (HR. Ibnu Hibban dan
Baihaqi).
SOP Ramadhan tidak saja mencakup pelaksanaan puasa itu sendiri
dan pelarangan makan dan minum atau hal-hal yang membatalkan puasa, tetapi juga
mencakup seluruh pengelolaan diri terhadap sumber-sumber daya yang dianugerahkan
Allah untuk mencapai tujuan. Bila SOP itu tidak diindahkan, maka puasanya
terancam tidak mengahasilkan value added apapun, seperti yang Rasulullah
ingatkan, Berapa banyak orang melakukan puasa tetapi tidak ada yang
diperolehnya dari puasa itu kecuali lapar dan dahaga saja.
Maka, setiap
mukmin bila ingin mencapai kualitas taqwa harus dapat merencanakan waktu,
aktivitas, dan sumber-sumber daya nikmat Allah lainnya yang dianugerahkan
kepadanya secara efektif dan efisien dengan mengikuti SOP Ramadhan.
Manajemen Diri di Bulan Suci Ramadhan
Dengan
memperhatikan dan mengikuti SOP Ramadhan, setiap mukmin diminta kembali
melakukan re-orientasi kehidupannya serta re-scheduling dan accustoming
(pembiasaan) totalitas aktivitas kesadaran, mental dan fisiknya secara paralel
dengan maksud eksistensinya sebagai hamba Allah swt.
Re-Orientasi
Hidup
Beragama Islam adalah suatu hal peting, dan kemauan atau
membiasakan diri untuk menjalankan syariat Islam bukanlah sesuatu yang
automatically, karena ia menganut Islam secara legalitas formal. Re-orientasi
hidup setiap tahun di bulan Ramadhan, dimaksudkan sebagai proses perbaikan dan
peningkatan kualitas diri dimana seluruh aktivitas diri paralel dengan tujuan
hidup.
Allah swt. memformulasikan orientasi hidup bagi para hamba-Nya,
Carilah apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan
janganlah kamu membuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang membuat kerusakan (al-Qashash: 77).
Lazimnya,
sebelas bulan sebelum Ramadhan, aktivitas hidup lebih disibukkan pada pencapaian
kehidupan material-jasmani-duniawi dan melupakan porsi ruhiyah-ukhrawi. Puasa
Ramadhan mengingatkan pada kesadaran bahwa target kehidupan harus diletakkan
pada porsi yang seimbang.
Perencanaan Aktivitas kehidupan
Rescheduling dan accustoming menuntut suatu perencanaan hidup.
Memenej diri sendiri membutuhkan perencanaan yang jelas dan sistematik. Allah
swt. memerintahkan manusia untuk melihat posisi dan keadaan dirinya pada hari
ini sebagai rangkaian yang tidak terputus dari hari kemarin, dan mengevaluasi
dengan ukuran pencapaian target jangka pendek (dunia) maupun panjang (akhirat).
Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah!. Dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang dipersiapkannya untuk hari esok.
Dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan " (Al-Hasyr: 18).
Bulan suci Ramadhan menjadwal ulang aktivitas
mukmin yang kurang atau lalai di sebelas bulan sebelumnya. Ramadhan merupakan
jadwal aktivitas penguatan bagi mukmin yang berhasil meramadhankan sebelas bulan
pra Ramadhan tahun ini.
Setiap mukmin yang tidak ingin kehilangan
special moment dan berharga ini, ia harus merencanakan aktivitas dirinya paralel
dengan aktivitas Ramadhan yang padat. Mulai semenjak sahur menjelang subuh
sampai dengan sahur kembali. Melakukan pengendalian nafsu yang diiringi
pembiasaan shalat berjamaah, tadabbur al-Quran, shalat lail, menghidupkan
sunnah-sunnah Rasul dalam aktivitas keseharian, itikaf, meningkatkan kuantitas
dan kualitas amal shalih dan sosial, pembinaan kesadaran melalui zikrullah yang
diperbanyak dan aktivitas taubat.
Strategi Manajemen Diri
Secara tersirat, sesungguhnya puasa Ramadhan menyajikan formulasi
strategi memenangkan kesadaran atas nafsu, yang melahirkan qalbun salim dan
mengusir keluar syaithan dari seluruh alur aliran darah dan kesadaran. Bila
dijelaskan per-item, prinsip strategi manajemen diri melalui puasa Ramadhan
dapat diuraikan sebagai berikut :
- Memiliki komitmen yang hanif dan kuat. Komitmen puasa Ramadhan, adalah :
imanan wahtisaban. Tanpa itu, puasanya meminjam istilah Erving Goffman -
hanyalah sebagai presentation of self yang memberikan nilai nihil bagi
pengembangan pribadi mukmin.
- Konsisten dengan target hidup mencapai ridha Allah swt. dan tidak terlena
dengan target kehidupan material-jasmani-duniawi semata. Puasa adalah ibadah
yang diawali dengan pengendalian diri dan diakhiri dengan mengagungkan Allah
sebagai tanda kemenangan fitrah. Bila inkonsisten, akan meruntuhkan seluruh
sendi komitmen, dimana ridha Allah akan digantikan riya. Maka, badan akan
mendikte ruh. Kekuatan ruh terpenjarakan dalam wadag tubuh.
- Memfungsikan nikmat jasmani, kesadaran (fuad) serta sumber-sumber daya
nikmat Allah lainnya dengan seizin Allah swt. untuk mencapai tujuan akhirat
dan dunia secara seimbang. Bila keseimbangan ini tidak terjadi, misalnya
tujuan material-jasmani-duniawi mendapat porsi yang lebih besar, maka nafsu
syahwat dan amarah (ghadhab) serta bisikan dan rayuan syaithan akan
mengendalikan kesadaran dan aktivitas, yang merupakan pintu awal kerusakan
sosial dan alam.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiqun: 9)
Sumber : 30 Tadabur Ramadhan - Menjadi Hamba Rabbani -
IKADI
|