HUKUM PENGKAFIRAN TERHADAP PENGUASA

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Fadhilatusy Syaikh, tentu
Anda sudah mengetahui kondisi Afghanistan (pada waktu itu), yaitu
jama'ah-jama'ah dan kelompok-kelompok sesat yang banyak bermunculan seperti
jamur tumbuh di musim hujan. Sangat disayangkan jama'ah-jama'ah ini berhasil
menyebarkan pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan manhaj Salafus
Shalih di tengah-tengah generasi muda salafi yang sedang berjihad di sana.
Di antaranya adalah 'pengkafiran penguasa' dan menghidupkan kembali
cara-cara yang sudah lama ditinggalkan yaitu 'penculikan dan pembunuhan
misterius'! Sekarang setelah pemuda-pemuda itu kembali ke negeri mereka
(setelah berakhirnya jihad) mereka menyebarkan pemikiran tersebut di
tengah-tengah para pemuda dilingkungannya...."

Jawaban.
Setelah menguraikan bahaya berpaling dari tafsir salaf dalam memahami
Al-Qur'an dan as-Sunnah beliau berkata :

Sangat alami sekali bila mereka menyimpang dari al-Qur'an dan as-Sunnah dan
dari manhaj salaf shalih sebagaimana pendahulu mereka. Di antara mereka ini
adalah : Kaum Khawarij dahulu maupun sekarang. Sebab pemikiran takfir
(pengkafiran kaum muslimin) yang sering kami singgung sekarang ini berasal
dari kesalahan memahami ayat yang sering mereka angkat, yaitu firman Allah.
"Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir" [Al-Maidah : 44].

Salah satu kejahilan orang-orang yang berdalil dengan ayat ini adalah mereka
tidak memperhatikan (minimal) sejumlah nash-nash yang tercantum di dalamnya
kata 'kufur', mereka artikan keluar (murtad) dari agama dan menyamakan para
pelaku kekufuran itu dengan orang-orang musyrik dari kalangan Yahudi dan
Nasrani... Lalu mereka menerapkan pemahaman yang keliru ini terhadap
orang-orang muslim yang tidak bersalah...".

Kemudian beliau berbicara tentang tafsir Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu yang
oleh Muhammad Quthb dan pengikutnya berusaha dijadikan sebagai sifat khusus
bagi para khalifah Bani Umayyah! Syaikh al-Albani berkata :
"Sepertinya Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu mendengar persis seperti yang
sering kita dengar sekarang ini bahwa ada beberapa oknum yang memahami ayat
ini secara zhahir saja tanpa diperinci. Maka beliau Radhiyallahu 'anhu
berkata : 'Bukan kekufuran yang kalian pahami itu! Maksudnya bukan kekufuran
yang mengeluarkan pelakunya dari agama, namun maksudnya adalah 'kufrun duna
kufrin' (yaitu kekufuran yang tidak mengeluarkan pelakunya dari
agama -pent-)'.

Kemudian beliau melanjutkan : 'Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan murid beliau,
Ibnu Qayyim al-Jauziyah selalu memperingatkan pentingnya membedakan antara
'kufur i'tiqaadi' dengan 'kufur amali'. Kalau tidak, akibatnya seorang
muslim dapat terperosok ke dalam kesesatan menyempal dari kaum muslimin
tanpa ia sadari sebagaimana yang telah menimpa kaum Khawarij terdahulu dan
cikal bakal mereka sekarang...".

Kemudian beliau menyebutkan sejumlah persoalan yang terjadi antara beliau
dengan lawan dialog beliau, beliau berkata kepada mereka :
 "Pertama, kalian ini tidak dapat menghukumi setiap hakim (penguasa) yang
memakai undang-undang Barat yang kafir itu atau sebagian dari udang-undang
itu bahwa jika ia ditanya alasannya ia akan menjawab : Memakai undang-undang
Barat itu bagus dan cocok pada zaman sekarang ini, atau ia akan menjawab :
Tidak boleh menerapkan Hukum Islam !.

Sekiranya para Hakim itu ditanya alasannya maka kalian tidak dapat
memastikan bahwa jawaban mereka adalah "Hukum Islam sekarang ini tidak layak
diterapkan!". Kalau begitu jawabannya, mereka tentunya kafir tanpa diragukan
lagi. Demikian pula jika kita tujukan pertanyaan serupa kepada masyarakat
umum, di antara mereka terdapat para ulama, orang shalih dan lain-lain ...?
Lalu bagaimana mungkin kalian dapat menjatuhkan vonis kafir terhadap mereka
hanya karena melihat hidup di bawah naungan undang-undang tersebut sama
seperti mereka. Hanya saja kalian menyatakan terang-terangan bahwa mereka
semua itu kafir dan murtad....."

Kemudian Syaikh Al-Albani berbicara seputar masalah berhukum dengan selain
hukum Allah, beliau berkata :
"Kalian tidak dapat menghukumi kafir hingga ia menyatakan apa yang ada dalam
hatinya, yaitu menyatakan bahwa ia tidak bersedia memakai hukum yang
diturunkan Allah. Jika demikian pengakuannya barulah kalian dapat
menghukuminya kafir murtad dari agama....".

Kemudian, saya (Al-Albani) selalu memperingatkan mereka tentang masalah
pengkafiran penguasa kaum muslimin ini bahwa anggaplah penguasa itu
benar-benar kafir murtad, lalu apakah yang bisa kalian perbuat ?

Orang-orang kafir itu telah menguasai negeri-negeri Islam, sedang kita di
sini menghadapi musibah dijarahnya tanah Palestina oleh orang-orang Yahudi!
Lalu apa yang bisa kita lakukan terhadap mereka ? Apa yang dapat kalian
lakukan hingga kalian dapat menyelesaikan masalah kalian dengan para
penguasa yang kalian anggap kafir itu !? Tidaklah lebih baik kalian sisihkan
dulu persoalan ini dan memulai kembali dengan peletakkan asas yang di atas
asas itulah pemerintahan Islam akan tegak! Yaitu 'ittiba' (mengikuti) sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, di atas sunnah itulah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam membimbing sahabat-sahabat beliau! Itulah
istilah yang sering kami sebutkan dalam berbagai kesempatan seperti ini
yaitu
setiap jama'ah Islam wajib berusaha sungguh-sungguh menegakkan kembali hukum
Islam, bukan saja di negeri Islam bahkan di seluruh dunia. Dalam mewujudkan
firman Allah :
"Artinya : Dia-lah yang mengutus Rasulnya dengan membawa petunjuk dan agama
yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun
orang-orang musyrik benci" [Ash-Shaff : 9]

Dalam beberapa hadits shahih disebutkan bahwa ayat ini kelak akan terwujud.
Bagaimanakah usaha kaum muslimin mewujudkan nash Al-Qur'an tersebut ? Apakah
dengan cara mengkudeta para penguasa yang telah dianggap kafir dan murtad
itu ? Lalu disamping anggapan mereka yang keliru itu mereka juga tidak
sanggup berbuat sesuatu ?! Jadi, bagaimana caranya ? Manakah jalannya ?
Tidak syak lagi jalannya adalah jalan yang sering disebut oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau peringatkan kepada para sahabat di
setiap khutbah : "Sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam!".

Seluruh kaum muslimin, terlebih orang-orang yang ingin menegakkan kembali
hukum Islam, wajib memulainya dari arah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam memulainya. Itulah yang sering kita simpulkan dalam dua kalimat yang
sederhana ini : "Tashfiyah dan Tarbiyah!" Karena kami benar-benar mengetahui
kelompok-kelompok ekstrim yang hanya terfokus pada masalah pengkafiran
penguasa itu mengabaikan atau lebih tepatnya tidak mau peduli dengan kaidah
Tashfiyah dan Tarbiyah ini. Kemudian setelah itu tidak ada apa-apanya !

Mereka akan terus menerus menyatakan vonis kafir terhadap penguasa, kemudian
yang mereka timbulkan setelah itu hanyalah fitnah (kekacauan)!

Peristiwa yang terjadi belakangan ini yang sama-sama mereka ketahui mulai
dari peristiwa berdarah di tanah suci (al-Haram) Makkah (Persitiwa Juhaiman
di awal tahun 1980-an),

kekacauan di Mesir, terbunuhnya presiden Anwar Sadat, tertumpahnya sekian
banyak jiwa kaum muslimin yang tidak bersalah akibat fitnah-fitnah tersebut.
Kemudian terakhir di Suriah, di Mesir sekarang ini dan di Aljazair sungguh
sangat disayangkan sekali... Kejadian-kejadian itu disebabkan mereka banyak
menyelisihi nash-nash Al-Qur'an dan as-Sunnah, yang paling penting
diantaranya adalah ayat :
"Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" [Al-Ahzab : 21]

Bagaimanakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memulai perjuangan
dakwahnya ? "Kalian tentu mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam pertama kali menawarkan dakwahnya kepada orang-orang yang menurut
harapan beliau siap menerima kebenaran yang beliau sampaikan. Lalu beberapa
orang menyambut dakwah beliau sebagaimana yang sudah banyak diketahui dari
Sirah Nabawiyah. Kemudian dera siksa dan azab yang diderita oleh kaum
muslimin di Makkah. Kemudian turunlah perintah berhijrah yang pertama (ke
Habasyah) dan yang kedua (ke Madinah) serta berbagai peristiwa yang
disebutkan dalam buku-buku sirah ....... Hingga akhirnya Allah mengokohkan
dienul Islam di Madinah al-Munawwarah. Di saat itulah mulai terjadi
pertempuran, mulailah pecah peperangan antara kaum muslimin melawan
orang-orang kafir di satu sisi dan melawan orang-orang Yahudi di sisi yang
lain.

Demikianlah sejarah perjuangan nabi ..... Jadi, kita harus memulai dengan
mengajarkan Islam ini kepada manusia sebagaimana Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam memulainya. Akan tetapi sekarang ini kita tidak hanya
memfokuskan diri kepada masalah Tarbiyah ini. Apalagi sekarang ini sudah
banyak sekali perkara-perkara bid'ah yang disusupkan ke dalam Islam yang
sebenarnya tidak termasuk ajaran Islam dan tidak ada hubungannya sama sekali
dengan Islam.

Oleh sebab itu, merupakan kewajiban para da'i sekarang ini adalah memulai
dengan pemurnian kembali ajaran Islam yang sudah tercemari ini
(tashfiyah)....Kemudian perkara kedua adalah proses Tasfiyah ini harus
dibarengi dengan proses Tarbiyah, yaitu membina generasi muda muslim dibawah
bimbingan Islam yang murni tadi.

Apabila kita pelajari jama'ah-jama'ah Islam yang ada sekarang ini yang
didirikan hampir seabad yang lalu, niscaya kita dapati banyak diantara para
pengikutnya tidak mendapatkan faedah apa-apa. Meskipun gaung dan
gembar-gembornya mereka ingin mendirikan negara Islam. Mereka telah
menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah dengan dalih tersebut
tanpa mendapatkan faedah apa-apa darinya ! Sampai sekarang masih
sering kita dengar banyak diantara mereka yang memiliki aqidah sesat, aqidah
yang menyelisihi al-Qur'an dan as-Sunnah serta amal-amal yang bertolak
belakang dengan al-Qur'an dan as-Sunnah ......

[Dinukil dari Tabloid "Al-Muslimun" 5/5/1416H edisi : 556 halaman 7. dan dar
i majalah "al-Buhuts al-Islamiyah" 49/373-377]

Ketika mengomentari makalah di atas, al-Alamah Abdul Aziz bin Baz berkata :
"Saya telah menelaah jawaban yang sarat faedah dan sangat berharga yang
diutarakan oleh Shahibul Fadhilah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany
wafaqahullah, diterbitkan oleh Tabloid Al-Muslimun berkenan dengan masalah
pengkafiran orang yg berhukum dengan selain hukum Allah tanpa melihat
perinciannya.

Menurut penilaian saya jawaban tersebut sangat berharga dan sesuai dengan
kebenaran serta sejalan dengan sabilil mukminin (manhaj Ahlus Sunnah wal
Jama'ah. Dalam jawaban tersebut beliau menjelaskan bahwa siapapun tidak
dibolehkan menjatuhkan vonis kafir atas orang yang berhukum dengan selain
hukum Allah hanya sekedar perbuatan lahiriyahnya tanpa mengetahui isi
hatinya apakah menghalalkan tindakannya atau tidak !? Beliau berdalil dengan
tafsir Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhu dan dari ulama-ulama Salaf
lainnya ..."

[Tabloid "Al-Muslimun" 12/5/1416H edisi : 557 halaman 7]
[Dislain dari kitab Madariku An-Nazhar Fi As-Siyasah Baina Ath-Thabbiqaat
Asy-Syar’iyah Wa Al-Ihfiaalat Al-Hamaasiyyah edisi Indonesia PandanganTajam
Terhadap Politik Antara Haq dan Batil, penulis Syaikh Abdul Malik Ramadlan
Al-Jazairi, hal 131-134, Pustaka Imam Bukhari]
(taken from http://almanhaj.or.id)
********************************************************
Mailing List FUPM-EJIP ~ Milistnya Pekerja Muslim dan DKM Di kawasan EJIP
********************************************************
Ingin berpartisipasi dalam da'wah Islam ? Kunjungi situs SAMARADA :
http://www.usahamulia.net

Untuk bergabung dalam Milist ini kirim e-mail ke :
[EMAIL PROTECTED]

********************************************************

Kirim email ke