Pembangunan di Tiongkok terlalu cepat dan mengabaikan segi polusinya. Masih banyak di batubara/coal utk. keperluan energinya. Selama kami di Tiongkok selama 2-3 minggu, mengunjungi kota2 besar seperti Beijing, Xian, Shanghai dll. dan berlayar disungai Jangze (criuse), warna langitnya abu2 dan hampir tidak pernah melihat matahari. Bukan saja langitnya terpolusi, juga air dari sungai Jangze terpolusi. Banyak kapal2 pengangkut batubara yg. lewat sungai ini sebagai nadi lalu-lintas yg. sangat penting.
Tetapi pembangunan infrastukturnya luar biasa. Waktu kami mendarat di airport Beijing, kami ter-cengang2 melihat airport ini yg.megahnya luar biasa dibanding airport2 di Amerika atau di Eropa atau dimana saja. Kota2 di Amerika jauh ketinggalan dgn. pembangunannya. Misal lain, kami melihat bendungan Three Gorges Dam yg. luar biasa luas/besarnya dimana bendungan yg. terbesar di Amerika, Hoover Dam, didekat Las Vegas, nampak kecil kecil sekali dibanding dgn. bendungan di Tiongkok ini. Kami mencoba "bullet train" dgn. kecepatan 350 km/jam yg. belum ada di North America. Barangkali kereta api di Amerika tidak lebih baik daripada di Indonesia dan sering terjadi kecelakaan. Dulu saya mengagumi daerah pelabuhan di Hong Kong sambil menikmati "light show " kalau sudah gelap tetapi sekarang pelabuhan Shanghai lebih megah. Ya, ini segi negatifnya dari pembangunan/kemajuan yg. terlalu cepat. Seperti kemajuan teknologi dan ilmu yg. sangat cepat sehingga peraturan2 hukumnya ketinggalan, yg. bisa membahayakan kita semua. BH Jo ---In GELORA45@yahoogroups.com, <inengahk@...> wrote : Saya sering merasakan sesaknya napas saat ada kebakaran hutan di Kalimantan. Itu berlangsung tidak lama, kalau ditiongkok sampai berahun-tahun masyarkat sesak napas, bagaimana dengan kesehatan masyarakat? Bukankan sudah alat pembersih udara yang beradar saat ini, kok tidak diterapkan di industri 2 cina From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] Sent: Tuesday, January 10, 2017 2:29 AM To: Yahoo! Inc.; Jaringan Kerja Indonesia; Gelora 45; Sastra Pembebasan; Yahoo! Inc.; Yahoo! Inc.; DISKUSI FORUM HLD Subject: [**EXTERNAL**] Trs: [GELORA45] Jutaan Warga Tiongkok Hidup dalam Kondisi Sulit Bernapas Pada Senin, 9 Januari 2017 17:23, "Jonathan Goeij jonathangoeij@... mailto:jonathangoeij@... [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com mailto:GELORA45@yahoogroups.com> menulis: Korban kemajuan pesat tanpa memperhatikan lingkungan. Bagaimana dengan Jakarta? --- Jutaan Warga Tiongkok Hidup dalam Kondisi Sulit Bernapas Jutaan Warga Tiongkok Hidup dalam Kondisi Sulit Bernapas - Erabaru By Erabaru Oleh Qin Yufei Dengan meningkatnya kabut udara di wilayah utara, jutaan warga Tiongkok terpaksa harus belajar hi... By Erabaru http://erabaru.net/author/erabaru/ - 09/01/2017 Jutaan warga Tiongkok terpaksa harus belajar hidup dalam kondisi sulit bernapas. (Kevin Frayer/Getty Images) Oleh Qin Yufei Dengan meningkatnya kabut udara di wilayah utara, jutaan warga Tiongkok terpaksa harus belajar hidup dalam kondisi sulit bernapas. “Dari segi fisik, jika saya keluar rumah dengan tanpa menggunakan masker, saya akan merasa pusing, sulit bernapas,” tutur seorang mahasiswa berusia 23 tahun bernama Jiang Yuwei kepada koresponden NBC. “Dengan menggunakan masker saja saya masih marasakan tersendatnya napas. Dan pada hari-hari berkabut, suasana hati saya jadi memburuk, tidak ingin keluar rumah dan pergi bekerja,” tambahnya. Dalam pekan ini, 32 kota di Tiongkok dinyatakan masuk siaga merah, peringatan paling tinggi karena buruknya kualitas udara. Sementara itu, 27 kota lainnya termasuk Beijing sudah masuk siaga oranye yang berada diantara warna kuning dengan merah. AQI (Air Quality Index) digunakan untuk mengevaluasi 6 jenis polutan termasuk sulfur dioksida, karbon monoksida dan ozon yang terkandung dalam udara, dinilai dengan menggunakan angka dari 0 – 500. Begitu kualitas udara AQI 200 berlangsung selama 3 hari, maka siaga oranye dikeluarkan. Begitu pula jika AQI 300 sudah berlangsung selama 2 hari atau AQI 500 sudah berlangsung selama 24 jam, maka peringatan tertinggi, yakni siaga merah dikeluarkan pihak berwenang. US EPA (United States Environmental Protection Agency) berpendapat bahwa AQI 0 – 50 adalah yang terbaik. Sejak 31 Desember 2016, kualitas udara Beijing terus berada di sekitar angka 300, namun melejit ke angka 700 pada 3 Januari 2017 lalu. Pejabat dari Kedutaan Besar AS untuk Tiongkok pada 6 Januari melakukan tes kualitas udara Beijing menemukan angka berada di 298. Ini masuk kriteria “kualitas udara buruk untuk kesehatan”. Namun pada hari yang sama, kualitas udara di New York menunjukkan AQI 43 yang masuk kriteria “baik untuk kesehatan. Bagi kota-kota yang masuk siaga merah, mereka harus melakukan upaya untuk meredam memburuknya keadaan dengan misalnya, membatasi jumlah kendaraan yang berjalan, menghentikan pekerjaan pembangunan konstruksi dan produksi pabrik-pabrik. Pelajaran sekolah dihentikan. Warga diminta untuk bertahan dalam rumah dan menghindari olahraga di udara terbuka. Dituturkan oleh seorang ibu bernama Li Maiji yang membawa anaknya berusia 5 tahun. “Setiap pagi sejak awal 2017 ini saya menghadapi masalah bagaimana menghantar anak ke sekolah dengan aman?” Kepada koresponden NBC ia mengatakan, “Tidak ada pilihan lain kecuali mengenakan masker, tetapi anak saya merasa frustasi karena hampir tidak bisa bernapas.” Li mengeluh karena situasi polusi udara dari tahun ke tahun makin memburuk. “Saya sudah tinggal selama 40 tahun di Beijing, jadi tidak mudah untuk begitu saja meninggalkan kota ini. meskipun saya sangat mendambakan langit biru yang mewarnai masa kanak-kanak saya kembali muncul. Anak saya ini hampir tidak pernah melihat langit yang berwarna biru.” Warga Beijing bernama Xu Huiren kepada koresponden NBC mengatakan, “Saya pikir, kita terpaksa membersihkan udara dengan menggunakan paru-paru kita atau menunggu sampai angin bertiup, tragis bukan? Kabut polusi itu sudah berada di sini sejak Oktober tahun lalu, dan belum ada perbaikan yang nyata. Saya merasakan sepertinya tidak ada pejabat yang bertanggungjawab terhadap kondisi lingkungan hidup di negeri ini.” Media corong pemerintah pun sampai berkomentar, “Kredibilitas pemerintah sedang digerogoti oleh kabut polusi yang terjadi semakin parah.” Meskipun pemerintah Tiongkok sejak 3 tahun lalu sudah menggerakkan aksi menanggulangi kabut polusi, tetapi laporan Departemen Perlindungan Lingkungan Hidup Tiongkok menunjukkan bahwa masih ada 62 % kota di seluruh Tiongkok yang berada dalam penyeliputan kabut polusi. Menghadapi kecemasan dan kemarahan warga, pemerintahan kota Beijing pada 6 Januari mengeluarkan pengumuman, akan mulai mengeluarkan dana buat semua sekolahan dari TK sampai Menengah Atas untuk memasang perangkat pembersih udara dalam setiap kelas. Padahal banyak warga yang sudah menginvestasi sampai ribuan Dollar AS untuk memasang alat tersebut dalam rumah mereka. Jiang Yuwei mengatakan bahwa ia tidak bermaksud untuk meninggalkan Beijing karena pertimbangan pekerjaan, tetapi bila kondisi tidak membaik dan sudah memiliki anak, maka mau tak mau harus berpikir untuk pindah ke kota lain. (Sinatra/rmat)