http://suarapapua.com/2017/01/13/seorang-pemuda-diduga-dianiaya-polisi-hingga-tewas-rsud-wamena/



Seorang Pemuda Diduga Dianiaya Polisi Hingga Tewas di RSUD Wamena
Penulis Elisa Sekenyap  -Januari 13, 2017 043

Keluarga Korban Edison Matuan saat gelar jumpa pers di Wamena. (Elisa Sekenyap 
- SP)
WAMENA, SUARAPAPUA.com — Salah seorang pemuda bernama Edison Matuan yang 
berumur 21 tahun di Wamena kota meninggal dunia, penyebabnya diduga dianiaya 
sejumlah oknum anggota Polisi dari Polres Jayawijaya padaKamis (12/1/2017) di 
UGD RSUD Jayawijaya.

Berdasarkan informasi yang didapat, almarhum diduga hendak melakukan pencurian 
di jalan Irian Wamena sehingga ditangkap aparat Kepolisian dari Polres 
Jayawijaya.

Theo Hesegem, Ketua Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah 
Papua mengatakan, pagi tadi, Kamis (12/1/2017) pukul 07 ia mendapat pesan 
singkat bahwa ada korban penganiayaan oleh lima orang anggota polisi yang telah 
meninggal dunia di UGD RSUD Wamena, sehingga ia mendatanginya untuk melihat 
kondisi korban itu.

Setelah di UGD, kata Theo berdasarkan keterangan petugas medis, korban dipukul 
menggunakan popor senjata di bagian kepala hingga korban tidak bernyawa.

Penangkapan korban yang dilakukan aparat kepolisian ungkap Theo, dilakukan 
sejak hari Rabu (11/1/2017) pagi di jalan Irian atas Wamena dan sempat dibawah 
ke rumah sakit dan kembali ke KP3 Bandara Wamena dan karena kondisi korban 
semakin berat kembali lagi di bawah ke rumah sakit akhirnya meninggal pada hari 
ini, Kamis (12/1/2017).

“Kami sebenarnya mengharapkan supaya polisi itu sebagai pelindung, pengayom 
melindungi orang yang bersalah, tetapi polisi punya tindakan sudah berlebihan 
sehingga nyawa seseorang itu dilayangkan begitu saja. Dan menurut saya polisi 
yang melakukan, menjalani tugas hari itu termasuk tidak professional. Walaupun 
dia (korban) bersalah, tetapi undang-undang menjamin bahwa dia punya hak yang 
dihargai dan dihormati oleh polisi,” jelasnya.

Lanjut dia, “Tapi saya dengar dia dibawah ke rumah sakit, kembali lagi 
diamankan di KP3 dan dia diperlakukan penyiksaan yang luar biasa. Seorang 
anggota polisi maupun tentara tidak boleh bertindak sewenang-wenang di rumah 
sakit. Ini polisi bertindak tidak manusiawi dan tidak menghargai sama sekali, 
padahal polisi itu bagian dari penegakan HAM,” tegas Theo Hesegem ketika 
memberikan keterangan pers di Rumah Bina Wamena, Kamis (12/1/2017).


Edison Matuan (21) Korban yang diduga meninggal karena dianiaya polisi di 
Wamena. (Elisa Sekenyap – SP) 
Kata Theo, jika ada bagian dari kesalahan korban yang mungkin mabuk, mencuri 
itu tidak bisa dibenarkan karena itu sudah melanggar hukum, tetapi kewajiban 
polisi adalah mengamankan bukan untuk menghilangkan nyawanya.

Untuk tindak lanjutnya, kata Theo pihaknya dari forum peduli HAM Pegunungan 
Tengah Papua akan menyurat resmi Kapolda Papua dan Kapolri terkait kejadian 
kemarin, Rabu (11/1/2017) dan hari ini, Kamis (12/1/2017).

“Kami akan membentuk satu tim untuk investigasi karena anak (korban) ini 
meninggal di rumah sakit. Anggota siapapun tidak boleh bertindak 
sewenang-wenang di rumah sakit, apalagi pasien lain itu sangat terganggu ketika 
anggota polisi membawa senjata. Apalagi korban tadi sedang dilakukan 
pengobatan, anggota tetap masih pukul. Ini kelakuan yang sangat luar biasa dan 
itu kelakukan buruk seorang anggota polisi yang tidak bisa menghargai,” 
jelasnya.

Tindakan anggota polisi di rumah sakit itu menurut Theo, sudah mengganggu 
sekali, mulai dari pasien yang berobat, pengunjung maupun petugas medis. Apapun 
tindakanya, kata Theo Kapolres Jayawijaya harus bertanggung jawab, karena 
tindakan yang dilakukan anggotanya adalah tindakan penghilangan nyawa manusia. 
Yang berhak menghilangkan nyawa manusia hanyalah Tuhan sendiri.

Mengenai kondisi korban, kata Theo sesuai keterangan medis semua muka bengkak 
dan hidung mengeluarkan darah. Bagian otak belakang membengkak karena 
berkali-kali ditoki dengan popor senjata dan ada sekitar 5-7 jahitan.

“Ada keterangan dokter yang menangani bahwa korban dalam keadaan mabuk. Petugas 
kesehatan juga mengatakan bahwa petugas yang datang kemarin juga dalam keadaan 
mabuk dalam hal ini polisi. Jadi ini belum kami tahu secara pasti, tetapi kami 
akan investigasi, kalau memang itu betul-betul dilakukan oleh anggota, kami 
minta pa Kapolres untuk diproses hukum.”

Pater John Njonga mengatakan, dengan alasan apapun polisi tidak bisa 
dibenarkan, apalagi penganiayaan dilakukan oleh lima orang menggunakan alat 
Negara, apalagi penganiayaan dilakukan dalam keadaan mabuk. Ini sudah tidak 
bisa dibenarkan.

“Ini bukan saja memalukan, tetapi harkat, martabat bangsa dirusak oleh 
oknum-oknum polisi ini.  Menurut saya Kapolres dan Kapolda haru ambil tindakan 
tegas kepada lima anggota ini yang telah menggunakan alat Negara (Senjata) yang 
sebenarnya rakyat punya tetapi menggunakan alat itu bukan untuk melindungi 
tetapi dia bertugas untuk membunuh rakyat. Jadi saya harap awal tahun ini kasus 
ini harus diselesaikan sunguh-sunguh,” kata Pater John.

Menurut Pater John, cara-cara ini adalah cara kerja yang sangat rasis yang 
dibuat oleh polisi. Polisi mustinya melindungi, bukan menghilangkan nyawa orang.

Simeon Dabi, Ketua KNPB Wilayah La Pago menyesalkan tindakan aparat kepolisian 
dari Polres Jayawijaya yang menghilangkan nyawa manusia dengan seenaknya. Ia 
meminta kepada Kapolres Jayawijaya supaya oknum-oknum yang melakukan tindakan 
penghilangan nyawa ini dipecat dari tugas dan diproses hukum.

“Karena tindakan polisi yang melebihi batas, ditarik dari mobil masih dipukul, 
ketika dijahit lukanya masih dipukul juga hingga menghabiskan nyawanya. Jadi 
kami dari KNPB merasa aparat telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap 
orang Papua, maka aparat yang melakukan tindakan ini segera dipecat dan 
diproses hukum. Kasus ini juga motifnya sama yang dialami almarhum Arnol Alua 
yang dipukul hingga meninggal dunia di kompleks Balim Kotek tahun lalu,” tegas 
Dabi.

Sementara, Aser Lagowan, keluarga korban mengakui pihaknya telah 
mengidentifikasi mayat korban di UGD RSUD Wamena dan selanjutnya pihaknya 
meminta untuk melakuka otopsi dan keluarkan surat Visum.

“Kami minta polisi harus bertanggungjawab melakukan otopsi dan keluarkan surat 
visum sebelum kami membawa pulang mayat,” tegas Aser.

Nataniel Yelemaken, Kepala Kampung Pipitmo mengakui bahwa korban Edison Matuan 
adalah benar-benar warganya dan warga kampung terima dalam kondisi jenaza 
sehingga kaget. “Kami berama keluarga akan cari kebenaran sesuai aturan 
sehingga masalah ini jelas, semnatar kami kondisikan keluarga korban supaya 
jangan ada gerakan tambahan,” kata Yelemaken.

Ketika dikonfirmasi Kapolres Jayawijaya, AKBP Yan Piter Reba dari Jayapura 
melalui pesan singkat mengatakan, pihaknya sedang memeriksa anggota, namun pada 
prinsipnya almarhum mengonsumsi Miras yang berlebihan dan jatuh.

Kirim email ke