Bung Chan, saya sepenuhnya setuju statement anda ini "menggunakan sebutan nama 
satu NEGARA/BANGSA sepenuhnya adalah HAK NEGARA/BANGSA yang bersangkutan, 
sesuai kehendak nya yang dianggap paling disukai" tetapi saya tidak pernah 
mendapat referensi resmi pernyataan anda ini "Tapi yang PASTI, RRT selama ini 
TIDAK BISA menyetujui negaranya disebut Republik Rakyat CINA." Dalam konteks 
Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) justru yg dipakai malah kata Cina.
Dalam konteks internasional ternyata yang dipilih nama China yg terbukti dengan 
nama resmi The People's Republic of China di PBB. Sedang kata China kalau 
diterjemahkan kebahasa Indonesia tentu Cina, sedang kata Tionghoa tentu 
terjemahan dari kata Zhonghoa lafal hokkian dari nama Zhonghoa Renmin Gongheguo 
中華人民共和國. Dilihat disini sebenarnya kedua kata itu okey saja dan boleh dipakai. 
Baik kata Cina ataupun Tionghoa menurut saya kata2 yang netral saja.
Dalam konteks politik tempo hari waktu perdebatan pemilihan kata cina dan 
tionghoa saya berdiri dipihak kata tionghoa menuntut pencabutan SE yg memaksa 
pemakaian kata Cina dan menghapus Tionghoa itu. Tetapi setelah itu saya rasa 
sebaiknya dikembalikan lagi pada masyarakat secara bebas mau pakai kata apa 
bagi dirinya.
Mengutip kembali kata2 anda "menggunakan sebutan nama satu NEGARA/BANGSA 
sepenuhnya adalah HAK NEGARA/BANGSA yang bersangkutan, sesuai kehendak nya yang 
dianggap paling disukai" adalah suatu kenyataan ada yg memilih sebutan tionghoa 
dan ada yg memilih cina.
Dalam konteks Kereta Cepat Indonesia Cina seharusnya kalau anda keuhkeuh 
seharusnya anda protes kenapa kok dipakai kata Cina, hal ini pernah saya 
tanyakan pada anda tempo hari tapi tidak pernah dijawab.
---In GELORA45@yahoogroups.com, <SADAR@...> wrote :

Bung Goei, bukankah menurut saya, menggunakan sebutan nama satu NEGARA/BANGSA 
sepenuhnya adalah HAK NEGARA/BANGSA yang bersangkutan, sesuai kehendak nya yang 
dianggap paling disukai. Termasuk HAK merubah dan mengganti dengan sebutan yang 
yang lain. Jadi, mengenai sebutan negara The People’s Republic of China di PBB 
maupun dinegara-negara didunia lainnya, itu sepenuhnya terserah saja pada RRT 
bisa menerima atau tidak. Begitulah sebutan CHINA dalam bhs. Inggris yg 
digunakan sejak 1911, dibentuknya Republic of China. Tapi yang PASTI, RRT 
selama ini TIDAK BISA menyetujui negaranya disebut Republik Rakyat CINA seperti 
dimasa ORBA Suharto berkuasa! Itu hanya menunjukkan sikap Suharto yang BIADAB, 
tidak tahu aturan, ...!  Yang bung Ajeg maksudkan KCIC itu apa, ya? 
Salam,ChanCT  From: ajeg ajegilelu@... [GELORA45]Sent: Wednesday, February 1, 
2017 5:11 PMTo: GELORA45@yahoogroups.comSubject: Re: [GELORA45] Museum 
peranakan Tionghoa di tengah Pasar Lama Tangerang ; Toleransi antar etnis di 
"Kota Cina Kecil" Lasem Bagaimana dengan KCIC? --- jonathangoeij@... wrote:
Bung Chan apakah bisa menjelaskan pemakaian kata China pada nama negara The 
People's Republic of China, kenapa nama China yang dipakai dan bukannya 
Tionghoa atau Zhonghoa bukankah nama aslinya Zhonghoa Renmin Gongheguo 中華人民共和國.
--- SADAR@... wrote :

SETUUJUUUU, ... mang Radi! Sebenarnya saja sebutan NEGARA/BANGSA sepenuhnya 
adalah HAK bangsa itu sendiri hendaknya, sukanya disebut apa dan merubahnya 
sebutan yang dirasakan lebih pantas dan nyaman bangsa itu sendiri! Kita yang 
bersahabat dengan bangsa tsb. tentu WAJIB mengikuti dan nurut saja. Hanya saja 
selama lebih 32 tahun jenderal Soeharto berkuasa, dan bertujuan merusak 
hubungan persahabatan “MESRAH” dengan rakyat TIongkok yang dijalin oleh 
Presiden Soekarno itu, dengan biadab memaksakan gunakan sebutan CINA yang 
berkonotasi melecehkan dan penghinaan itu untuk menggantikan penggunaan sebutan 
Tiongkok/Tionghoa, ... yaitu dengan resmi keluarkan Surat Edaran Presidium 
Kabinet Ampera Nomor SE.06/Pres.Kab/6/1967. Dengan demikian, sejak 28 Juni 1967 
itulah RI secara resmi merubah sebutan Tiongkok/Tionghoa menjadi CINA! 
Sekalipun pihak RRT berulangkali secara resmi pun menentang dan mengecam keras 
penggunaan CINA itu! Namun ingat, setelah Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera 
No. SE.06/Pres.Kab/6/1967 tgl 28 Juni 1967 dengan RESMI DICABUT oleh SBY 
menjelang akhir jabatannya dengan Surat Keputusan Presiden no.12, tanggal 12 
Maret 2014, menetapkan kembali menggunakan sebutan Tiongkok/Tionghoa, dan 
dengan tegas pula menghentikan penggunaan sebutan “CINA” yang semula digunakan 
untuk menghina Tiongkok dan melecehkan Tionghoa di Indonesia itu. Saya yakin, 
sejak 12 Maret 2014 itu, Pemerintah RI dalam hubungan resmi dengan Tiongkok, 
baik pembicaraan lisan maupun tertulis SUDAH menggunakan kembali sebutan 
Tiongkok/Tionghoa sebagaimana kehendak bangsa Tionghoa dan Negara Tiongkok! 
Sementara ini dalam pergaulan masyarakat dan sementara media masih saja 
menggunakan sebutan CHINA bahkan CINA! Dan selama ini pihak pemerintah RI juga 
mendiamkan, membiarkan saja, ... Aneh, tapi itulah kenyataan yang terjadi! Dan 
sayapun yakin, diantara mereka yang tetap gunakan sebutan China/Cina, tentu ada 
kelompok rasialis yg justru makin anti-pati pada TIONGKOK timbul KEBENCIAN luar 
biasa pada kemajuan RRT 30 tahun terakhir ini! Sengaja bertahan dengan 
ngototnya menggunakan sebutan CINA untuk menghina Tiongkok yang makin JAYA! 
Dikira dengan sebutan CINA yang meenghina itu RRT bisa tumbang, ...! Biarlah 
anjing-anjing GILA itu menggonggong sepuasnya, selama tidak menggigit. Hehehee, 
... Begitu juga dalam pergaulan sehari-hari, saya mengambil sikap membiarkan 
mereka masih saja menggunakan sebutan China dan Cina selama tidak digunakan 
untuk menghina Tiongkok dan melecehkan Tionghoa, ... TERBIASA sudah gunakan 
CINA! Begitu kalau ditegur! Ada lagi anak muda yang saya tanya merasa lebih 
enak gunakan Cina dan sesuai dengan bhs. Indonesia, katanya! Tapi, dalam 
pembicaraan dengan saya, setelah ditegur mereka juga merubah dengan 
Tiongkok/TIonghoa! Itu namanya orang-orang yang bisa dinamakan BERADAB! Sampai 
sekarang saya belum bertemu dengan orang yang BIADAB, atau wong EDAN yang 
ngotot bertahan gunakan sebutan CINA. Tapi, saya kira juga tidak perlu berkeras 
mempersoalkan sebutan Cina, apalagi harus baku-hantam hanya karena sebutan CINA 
itu! Bagi saya yang lebih PENTING bagaimana SIKAP mereka sesungguhnya dalam 
menggunakan sebutan CINA itu, ... karena kenyataan CINA sudah tidak lagi 
digandoli Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera No. SE.06/Pres.Kab/6/1967 yang 
memang bertujuan menghina Tiongkok dan melecehkan Tionghoa di Indonesia itu. 
Sebagaimana permintaan mang Radi, saya lampirkan pidato lengkap Presiden 
Soekarno dihadapan Pembukaan Kongreske-8 BAPERKI tahun 1963, untuk mengikuti 
kembali bagaimana sikap Bung Karno terhadap Tionghoa Indonesia! Salam,ChanCT  
From: Dharmawan IsaakSent: Tuesday, January 31, 2017 5:10 AM Saja kira, kalau 
saja bertanja kepada saudara2 bangsa Indonesia SUKU BANGSA TIONGHOA;Apakah 
mereka setudju dengan adjaran Bung Karno,pasti sebagian besar dari mereka akan 
mendjawab setudju, bahkan banjak diantara mereka akan mengaku sukarnois.
Tapi anehnja suku Tionghoa, masih banjak jang suka menggunakan kata 
"Tjina/Cina" di tempat  Tionghoa atau Tiongkok.Menurut saja toleransi dan 
persatuan tidak bisa ditjapai dengan penjerahan, persatuan dan toleransi harus 
dihasiklkan oleh perdjuangan. Jang saja maksud perdjuangan, tidak berarti 
mendjadi radikal atau melakukan tindakan kekerasan seperti dilakukan 
gerombolan2 intoleransi.
Dalam hubugan ini saja menghimbau pimpinan GELORA 45, supajamempublikasi pidato 
Bung Karno di kongres Baperki. Bung Chan pasti tau pidato mana jang saja 
maksudkan. 21 Maret 2010 pukul 17:07 Orang awam minta tolong kepada semua 
orang2 yang pandai, sampai sekarang saya merasa jadi seorang konservatif, 
pembuktiannya sangat sederhana, saya tidak bisa mengatakan kata Cina atau 
menulisnya. Padahal saya sudah melihat ada beberapa orang Indonesia sukubangsa 
Tionghoa (ini istilah Bung Karno) menulis atau berkata dengan lancar 
menggunakan Cina.Ditinjau dari kesukuan padahal saya ini “asli” Sunda.Yang 
menyebabkan orang awam tetap konservatif pun sangat sederhana. Di jaman 
baheula, jaman ost indiesche, memang sering mendengar secara kembar kata2 Cina 
maupun Tiongkok dan Tionghoa, sesudah jaman sigundul kata2 Cina menyusut, kata2 
Tiongkok dan Tionghoa jadi dominan. Sesudah berdirinya RI dibawah pimpinan Bung 
Karno, secara resmi yang digunakan adalah untuk nama negeri Tiongkok, sedangkan 
untuk bangsa, bahasa digunakan Tionghoa. Penggunaan kata2 ini tidak kebetulan 
tapi merupakan sikap politik resmi dari pemerintah RI waktu itu, ialah untuk 
membedakan Taiwan yang menamakanukan diri “Republik Cina”padahal sesungguhnya 
hanya boneka Amerika, sedangkan disana di seberang laut, yang sering dinamakan 
daratan berdiri Republik Rakyat Tiongkok.Ternyata sejarah berjalan lain, di 
Indonesia terjadi perebutan kekuasaan oleh rezim fasis Suharto, sesudah dia 
mentancapkan kuku kekuasaannya dengan kuat, maka dikeluarkannya se-banyak2nya 
peraturan yang represi, satu diantara lain; peraturan MPR No.25 yang isinya 
pelarangan PKI dan ajran marxisme,juga dilarang menggunkan kata2 Tiongkok dan 
Tionghoa, dilarang merayakan tahun baru Imlek, dan dilarang Kong Fu Chuisme 
dianut sebagai agama, diharuskan mengganti nama yang diberikan oleh nenek 
moyangnya dan yang dipakai sebagai tanda budaya, juga diwajibkan mengganti 
agama.Menggantikan sebutan Tiongkok dan Tionghoa dengan Cina.Ditinjau dari ini 
jelas bahwa kata Cina di Indonesia adalah lambang penindasan yang kejam dan 
diskriminasi, terhadap bangsa senbdiri/Indonesia suku Tionghoa.Dalam hal ini 
pernah seorang kenalan muda, menanyakan, bagaimana dalam bahasa Inggris   dan 
beberapa bahasa asing lainnya tidak Tiongkok tetapi Cina, dalam hal ini saya 
hanya bisa jelaskan, pertama masalah yang kita bicarakan bukan mengapa orang 
asing mengunakan kata Cina, tapi membicarakan sikap orang Indonesia terhadap 
kata "cina" yang dipaksakan oleh rezim otoriter fasis Suharto, kedua saya 
merasa tidak punyak hak untuk membicaraan soal itu karena tidak menguasai basa 
asng. Yang paling penting saya tidak tunduk kepada kepada peraturan rezim 
fasis. 2017-01-30 2:45 GMT+01:00 Chan CT <sadar@...>:




Museum peranakan Tionghoa di tengah Pasar Lama Tangerang
·         29 Januari 2017http://www.bbc.com/indonesia/ majalah-38786706Hak atas 
fotoBBC INDONESIA Image captionBangunan Museum Benteng Heritage diperkirakan 
berusia 200 tahun.Di tengah keramaian pasar di Kota Tangerang Banten, terdapat 
sebuah museum yang menyimpan kekayaan budaya dan sejarah peranakan Tionghoa di 
Indonesia. Wartawan BBC Indonesia Sri Lestari mengunjungi Museum Benteng 
Heritage yang didirikan pria keturunan Tionghoa atau Cina Benteng.Suasana Imlek 
tampak kental di Pasar Lama Kota Tangerang, sejumlah pedagang menjual lampion, 
amplop untuk ang pau dan ornamen berbentuk ayam untuk menyambut Tahun Ayam Api. 
Tak ketinggalan kuliner khas Imlek, antara kue keranjang, dan bandeng.Sejumlah 
orang tampak berdoa sambil memegang dupa di Klenteng Boen Tek Bio yang berada 
di di tengah pasar yang merupakan cikal bakal Kota Tangerang ini.Kawasan ini 
dulu disebut Benteng, yang merujuk pada bangunan benteng di pinggir Sungai 
Cisadane yang dibangun untuk melindungi Vereenugde Oostindische Compagnie VOC 
dari serangan pasukan Kesultanan Banteng.Orang Tionghoa sudah berada di 
Tangerang sejak 1407 melalui Teluk Naga, jauh sebelum kedatangan VOC, keturunan 
mereka kemudian disebut dengan istilah Cina Benteng.§  Melongok Museum Benteng 
Heritage di Tangerang§  Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" LasemDi 
sekitar klenteng yang dibangun pada 1775 masih ada beberapa bangunan tua yang 
sebagian besar digunakan sebagai toko.Salah satu bangunan tua itu digunakan 
Museum Benteng Heritage, yang hampir tidak terlihat karena tertutup lapak para 
pedagang pasar.Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionBangunan Museum Benteng 
Heritage berada di tengah pasar.Di dalam museum tampak beberapa pengunjung 
tengah mendengarkan penjelasan dari seorang pemandu di sebuah ruang makan yang 
dihiasi ornamen peranakan Tionghoa.Di lantai dua yang digunakan untuk menyimpan 
benda-benda bersejarah, tampak pemilik dan pendiri Museum Benteng Heritage 
Udaya Halim atau Lim Cin Peng meladeni sejumlah tamu. Meski tinggal di 
Australia, Udaya secara rutin kembali ke tanah air.Kecintaannya terhadap budaya 
leluhur dan pendidikan, membuat pria yang menghabiskan masa kecilnya di kawasan 
Pasar Lama membeli bangunan ini lalu menjadikannya sebagai museum."Saya sendiri 
lahir di Tangerang sebagai orang Tionghoa, orang Cina Benteng," kata Udaya, 
"Kebetulan lagi saya suka dengan budaya dan kebudayaan Tionghoa sudah mengakar 
di Indonesia, seharusnya lebih diperkenalkan lagi agar keindonesiaan orang 
Tionghoa itu juga bisa diakui sebagaimana mestinya".Hak atas fotoBBC INDONESIA 
Image captionUdaya Halim mendirikan museum untuk memperkenalkan budaya 
peranakan Tionghoa di Indonesia.Dia membeli bangunan yang diperkirakan 
didirikan pada abad ke 17 ini dari sebuah keluarga yang telah menempatinya 
selama delapan generasi, dengan kondisi yang tidak terawat."Saya dulu tinggal 
di rumah itu" kata Udaya sambil menunjuk sebuah rumah yang terletak di seberang 
museum, "Tapi kemudian pindah karena orangtua tak mampu, dulu waktu kecil saya 
suka main ke rumah ini".
Upaya restorasi
Udaya kemudian merestorasi bangunan ini selama dua tahun dengan berkonsultasi 
dengan para koleganya yang merupakan ahli sejarah dan arsitektur di berbagai 
negara.Selain itu, Udaya pun mengunjungi sejumlah kota di Indonesia dan 
Malaysia yang memiliki bangunan tua peninggalan keturunan Cina untuk mengkaji 
hubungan sejarahnya."Ke Malaka saya sudah 36 kali sudah sejak saya bangun ini, 
dan ke Penang sudah lebih dari 10 kali dan saya juga riset ke tempat-tempat 
yang tua ke Lasem, Palembang dan dalam negeri juga, nah saya cari historical 
link nya , jadi dari jejak bangunannya dan saya lihat jejak bangunannya sama 
dengan yang ada di Malaka pada abad 17 akhir 18," jelas Udaya.Hak atas fotoBBC 
INDONESIA Image captionSeorang pemandu tengah menjelaskan ornamen di ruang 
makan di Museum Benteng Heritage kepada pengunjung.Hak atas fotoBBC INDONESIA 
Image captionRelief yang bercerita tentang kisah Jenderal Kwang Kong yang 
merupakan bagian dari legenda Sam Kok.Dia berupaya untuk mengembalikan karakter 
asli bangunan tersebut, dan tidak mengganti bagian dari bangunan. Sebagai 
contoh, keramik yang menutupi lantai asli bangunan tersebut berupa tegel 
kemudian dibongkar.Di salah satu bagian bangunan terdapat semacam ukiran dari 
pecahan keramik, yang bercerita tentang seorang tokoh dalam legenda Sam Kok, 
yaitu Jenderal Kwang Kong yang dikenal oleh masyarakat di negeri Cina dengan 
sifat yang jujur, gagah dan berani.Udaya mengatakan masuk dulu merupakan tempat 
tinggal, tetapi dia menduga bangunan ini awalnya didirikan sebagai rumah 
komunitas Tionghoa karena terletak di bagian belakang klenteng.§  Warga 
keturunan Tionghoa terbelah soal Ahok§  Benarkah sentimen anti-Cina di 
Indonesia kini menguat?
Dari kebaya sampai perabot
Setelah upaya restorasi, Udaya mengisi bangunan ini dengan berbagai koleksi, 
antara lain, kebab encim, berbagai macam timbangan, uang kuno, serta perabot 
tua. Dia mendapatkan benda-benda dengan berbagai cara."Setiap keping ini saya 
dapatkan mulai saya beli sendiri, saya dapat dari masyarakat atau bahkan saya 
lihat menggeletak di gudang," jelas Udaya kemudian menunjukkan sebuah meja 
dengan hiasan lukisan dari kerang.Meja ini didapat dari sebuah gudang milik 
rekannya dalam kondisi sudah rusak berkeping-keping. Udaya kemudian 
merestorasinya selama enam bulan, kemudian diketahui meja yang berasal dari 
Cina ini diduga sudah berada di Indonesia sejak 200 tahun lalu.Hak atas fotoBBC 
INDONESIA Image captionSepatu tradisional perempuan Tionghoa dipamerkan di 
museum.Hak atas fotoBBC INDONESIA Image captionSejumlah timbangan kuno 
merupakan koleksi Museum Benteng Heritage.Di sebuah ruang khusus di lantai dua, 
Udaya menyimpan koleksi kamera dan gramafon tua, serta piringan hitam langka, 
antara lain lagu genjer-genjer yang dinyanyikan Bing Slamet dan lagu Indonesia 
Raya karya WR Supratman yang direkam pada tahun 1950an yang sempat 
diperdengarkan sore itu.Mantan Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan 
Kebudayaan Kota Tangerang Nurul Huda mengatakan Museum Benteng Heritage ini, 
sudah menjadi salah satu cagar budaya di kawasan Pasar Lama Tangerang.Hak atas 
fotoBBC INDONESIA Image captionPasar Lama merupakan cikal bakal Kota Tangerang.
 

Berita terkait
·       
Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem

Sri LestariWartawan BBC Indonesia
·         19 Februari 2015http://www.bbc.com/indonesia/ 
berita_indonesia/2015/02/ 150219_lasem_toleransi 
(Message over 64 KB, truncated)


  • Re: [GELORA45] Museum pe... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke