Rudolfus Antonius
KETIKA PERSUASI DIINGKARI OLEH REPRESI
Orang bilang, salah satu ciri negara demokrasi adalah supremasi hukum.Kami kaum
Sosialis, yang berkomitmen pada demokrasi ekonomi dan politik, sepakat, sungguh
sepakat.Dalam pada itu kami insyaf, oleh dan untuk kepentingan siapa hukum itu
dibuat, diberlakukan, dan ditegakkan.Dalam dinamika perjuangan kelas,
kadang-kadang kelas penguasa merasa perlu memberikan kelonggaran kepada
rakyat.Kami katakan "kadang-kadang," karena kelas penguasa berkepentingan untuk
mengurangi akselerasi perjuangan kelas - yang bakal menggali kubur bagi diri
mereka sendiri!Memang, dalam konteks perjuangan kelas, kelonggaran yang
kadang-kadang itu efektif: menabur ilusi dalam benak rakyat pekerja dan memberi
kesempatan kepada kelas penguasa untuk menarik nafas dan menyiapkan
langkah-langkah yang lebih kejam untuk mencekik rakyat pekerja.Tetapi sementara
kapitalisme terus merangkak di usia senjanya, kelas penguasa ditandai dengan
pertikaian antarfaksi. Pertikaian tersebut di antaranya berkisar pada(1) cara
memfungsikan negara sebagai alat kekuasaan;
(2) cara melestarikan eksploitasi, penindasan, dan peminggiran terhadap rakyat
pekerja dan bumi tempat mereka berpijak; dan
(3) cara menanggapi krisis-krisis ekonomi yang berpotensi untuk bertransformasi
menjadi krisis politik yang bisa mengantar kelas penguasa ke liang kubur.Ketika
hegemoni goyah, yakni saat rakyat pekerja melakukan perlawanan, faksi-faksi
kelas penguasa akan berdebat soal persuasi atau represi. Keduanya sama-sama
ingin memulihkan hegemoni.Yang satu dengan wajah manis, yang satu dengan wajah
bengis.Perjuangan rakyat Kendeng mempertahankan Ibu Bumi adalah contoh cetha
wela-wela tentang perlawanan rakyat pekerja terhadap hegemoni kelas
penguasa.Mahkamah Agung menanggapinya dengan persuasi: menerbitkan Putusan MA
Nomor 99 PK/ TUN/ 2016, yang berintikan perintah kepada Gubernur Jawa Tengah
untuk menghentikan kegiatan PT Semen Indonesia di kawasan Kendeng.Di lain
pihak, dengan lika-liku yang berujung pada pengingkaran terhadap putusan MA via
SK Gubernur Jateng 660.1 Tahun 2017 (tentang izin lingkungan penambangan dan
pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia [Persero] Tbk di Kabupaten Rembang
Provinsi Jateng), Gubernur Jawa Tengah jelas sedang bermain api. Ia merusak
persuasi itu sekaligus membuka pintu lebar-lebar bagi represi.Siapapun dengan
mudah dapat menduga, ada "sesuatu" di belakang keberanian Gubernur Jawa Tengah
melanggar putusan MA dan menafikan supremasi hukum. Apapun "sesuatu" itu,
agaknya tidak jauh-jauh dari pertikaian antarfaksi utama dalam tubuh kelas
penguasa dalam memperebutkan kawasan-kawasan penyedia bahan baku semen. Pada
titik ini, penghormatan rakyat Kendeng kepada Ibu Bumi dinafikan sebagai
penghambat pembangunan. Long march yang mereka lakukan, permohonan yang mereka
ajukan, bahkan kematian mereka sekali pun tidak ada artinya sama
sekali.Wafatnya Ibu Patmi dalam usia yang relatif muda (48 tahun) menambah
panjang deretan para martir pejuang tanpa kekerasan di hadapan negara yang tak
lain merupakan alat kekuasaan kapitalis. Pengurbanan tersebut boleh jadi
membuat Gubernur Jawa Tengah bahkan Presiden terenyuh. Tapi apakah bagi
keduanya pengurbanan itu lebih berharga daripada eksploitasi atas Ibu Bumi,
sangat mungkin tidak.Persoalannya bukan hati manusia, tetapi suatu dunia tak
berhati, yang dikonstruksi oleh kapitalisme - suatu sistem ekonomi-politik yang
sejak fajar kelahirannya di akhir Abad Pertengahan hingga saat ini telah
menuntut tumbal manusia tak terbilang banyaknya serta kerusakan alam yang tiada
tara.Bila itu persoalannya, rezim kapitalis yang berwajah populis seperti yang
sekarang pun pada galibnya sama dengan-rezim populis yang berwajah elitis;
demikian juga hakikatnya rezim kapitalis dengan facade demokratik dan rezim
kapitalis yang fasistik.Rakyat pekerja tak perlu meminta belas kasihan kepada
kelas penguasa. Bersatu, bersatu, dan bersatu. Acungkanlah tinjumu. Sarangkan
itu dengan telak di ulu hati kelas penguasa - untuk menjungkalkanya. Itulah
jalan untuk beroleh keadilan dan memenangkan kemanusiaan bagimu!SPARTAKUS,
berjuanglah bersama rakyat Kendeng yang bangkit melawan!Yesus Kristus, yakni
Dia yang Teraniaya, ada bersama-sama dengan kaum tertindas dan semua orang yang
berjuang bersama dengan mereka!Lemah Abang, 23 Maret 2017.