Membedah dakwaan Ahok yang dinilai cacat hukum

Kamis, 30 Maret 2017 09:03Reporter : Wisnoe Moerti   
   - 
    
   - 
    
   - 
    
   -       
      - 13
         - SHARES

Sidang ke-16 Ahok. ©2017 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
Merdeka.com - Setelah menjalani 15 kali persidangan, kasus dugaan penistaan 
atau penodaan agama akan memasuki babak baru. Semua saksi baik dari pihak JPU 
maupun terdakwa Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) telah diperiksa. Persidangan 
selanjutnya akan mengagendakan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa 
menjerat Ahok dengan Pasal 156 dan pasal alternatif 156a Kitab Undang-Undang 
Hukum Pidana.Sejak awal bergulirnya kasus ini di pengadilan, dakwaan jaksa 
dianggap janggal dan cacat hukum. Menengok ke belakang di saat masa-masa sidang 
awal, pengacara Ahok sempat protes karena JPU menjerat Ahok dengan Pasal 156a. 
Ada persyaratan formil yang dilewatkan jaksa sebelum membawa kasus Ahok ke 
ranah pidana. Sebelum seseorang terjerat Pasal 156a KUHP harus mendapatkan 
peringatan keras terlebih dahulu dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri 
Dalam Negeri.Aturan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Dengan dalil itu, 
JPU tidak dapat dengan serta merta menggunakan Pasal 156a untuk menjerat 
Ahok."Pasal 156a KUHP tidak bisa dijeratkan pada seseorang tanpa melalui 
peringatan keras lebih dahulu oleh Menteri Agama, Mendagri dan Jaksa Agung," 
pengacara Ahok, Trimoelja D. Soerjadi di PN Jakarta Utara, Jalan Gadjah Mada, 
Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2016).Mantan Pengacara Marsinah ini menuturkan, 
kliennya belum pernah sekalipun diberikan peringatan keras mulai dari tersangka 
hingga berujung berstatus terdakwa. Sehingga, Pasal 156a KUHP tidak dapat 
menjerat Gubernur DKI Jakarta nonaktif tersebut."Di situ jelas mengatakan, 
bahwa 156 a KUHP tidak bisa dijeratkan tanpa peringatan keras terlebih dahulu," 
tutup Trimoelja.Tim Kuasa Hukum Ahok lainnya, Sirra Prayuna berpendapat, JPU 
tidak bisa menjerat Ahok dengan pasal tersebut sebab yang dituduhkan JPU tidak 
berdampak sebagaimana delik hukum materil."Makanya tidak bisa dong pendapat 
jaksa itu delik formil. Cukup dengan perbuatannya terjadi tidak perlu 
mempertimbangkan akibat dari perbuatannya itu. Itu definisi delik formil. Kalau 
delik materil kan titik tekan akibat yang ditimbulkan. Peristiwa itu harus 
nyata nyata ada dan berakibat karena sikap batin si pelaku harus berkolerasi 
dengan maksud kehendak itu," jelas Sirra.Majelis hakim bergeming. Hakim tidak 
sependapat dengan keberatan tersebut. "Menimbang bahwa pendapat penasihat hukum 
yang mendalilkan bahwa terdakwa harus diperingatkan terlebih dahulu sebelum 
diproses perkaranya di peradilan sesuai mekanisme yang diatur dalam UU Nomor 1 
PNPS Tahun 1965, pengadilan menilai bahwa dalil tersebut tidak benar," kata 
majelis hakim saat membacakan putusan sela.Dalam kacamata majelis hakim, objek 
yang dimaksud dalam PNPS Nomor 1 Tahun 1965 adalah organisasi atau aliran 
kepercayaan. Majelis hakim menimbang, Pasal 156a huruf a KUHP yang dikenakan 
kepada Ahok merupakan pasal baru setelah PNPS 1965. Dari situ hakim menilai 
Ahok tak masuk kriteria di PNPS 1965 dan tak perlu diperingatkan terlebih 
dahulu."Atas dasar ketentuan Pasal 4 UU Nomor 1/PNPS/1965 sehingga penerapan 
Pasal 156 a KUHP tidak perlu melalui proses peringatan keras terlebih dahulu," 
tutur majelis hakim.Kejaganggalan dakwaan ini kembali mencuat di sidang 
pemeriksaan saksi terakhir. Tim pengacara Ahok menghadirkan saksi ahli hukum 
pidana I Gusti Ketut Ariawan. Dia menilai, dakwaan yang ditujukan kepada Ahok 
sebenarnya cacat hukum. Ada dua alasan hal tersebut bisa terjadi. Pertama, dua 
pasal yang ditujukan kepada mantan Bupati Belitung Timur itu tidak tepat. 
Karena pada akhirnya tidak substansi terkait penodaan agama."Ada dua pasal 
alternatif yang dikenakan. Pertama pasal 156 jelas-jelas kasus penodaan hanya 
ditujukan bagi golongan dan bukan soal agama," katanya di Auditorium 
Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3).Pada dakwaan pasal 
alternatif yang lain adalah pasal 156a KUHP yang juga dinilai tak mengenai 
substansi persoalan. Dari sisi historisnya, pasal tersebut digunakan untuk 
menghindari perpecahan. "Pasal itu untuk menghindari hadirnya 
kepercayaan-kepercayaan baru di Indonesia pada masa itu (dikeluarkan pasal 
156a). Jadi dakwaannya tidak jelas dan tak dapat diterima," jelas 
Ariawan.Alasan kedua, dia juga menyinggung seharusnya ada upaya penyelesaian 
oleh pemerintah pusat sebelum dibawa ke ranah pidana. Ini seusai dengan 
Penetapan Presiden Republik Indonesia tahun 1965 yang sudah diubah menjadi UU 
Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan 
agama."Harusnya diselesaikan dengan ketentuan prosedur yang ada. Tapi ini 
tidak, langsung pakai hukum," katanya.Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 
milik Noor Aziz Said yang dibacakan pengacara Ahok juga menilai dakwaan 
penodaan agama tidak terjadi. Dalam BAP, ahli hukum pidana Universitas 
Soedirman itu mengatakan, Ahok tidak bersalah karena pernyataan Gubernur 
nonaktif DKI Jakarta tersebut di Pulau Pramuka pada 27 September 2016 silam 
tidak mengandung unsur penodaan agama sesuai dengan Pasal 156 dan 156a KUHP 
yang disangkakan JPU. Noor juga menganggap mantan Bupati Belitung Timur itu 
tidak memiliki niat untuk memusuhi agama Islam, apalagi melakukan penistaan. 
Menurut dia, walaupun menyinggung surat Al Maidah ayat 51, Ahok tidak 
menyampaikan kebencian kepada umat muslim."Apa yang dikatakan Pak Basuki tidak 
memenuhi unsur 156 KUHP. Karena tidak bermaksud memusuhi membenci umat Islam. 
Untuk dapat masuk pada pasal 156 KUHP harus masuk delik hukum barang siapa dan 
unsur dengan sengaja."Menurutnya, Pendapat dan Sikap Keagamaan (PSK) yang 
dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut Ahok melakukan 
penistaan agama tak bisa dijadikan landasan hukum untuk kasus pidana."Pendapat 
dan sikap keagamaan bukan sumber hukum nasional dan tak bisa dijadikan landasan 
untuk menuduh seseorang melakukan tindak pidana," kata salah seorang penasihat 
hukum Basuki atau akrab disapa Ahok itu membacakan BAP Noor di Auditorium 
Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3).Sumber hukum lain yang bisa 
dijadikan landasan adalah seperti yurisprudensi maupun doktrin. Sehingga PSK 
MUI tidak bisa membuat seseorang terjerat dengan hukum pidana."Jadi PSK MUI tak 
punya kekuatan hukum. Sikap keagamaan MUI tak bisa dijadikan ukuran ada atau 
tidaknya tindak pidana di Pasal 156 atau 156a KUHAP," tegasnya.Cacat hukum 
kasus ini juga sempat disampaikan saksi ahli hukum pidana C Djisman Samosir 
pada persidangan sebelumnya. Dia sempat menceritakan sejarah pasal yang 
menjerat Ahok yakni Pasal 156a KUHP yang merupakan hasil dari Penetapan 
Presiden (PNPS) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965."Ada kondisi-kondisi di 
negara ini, yang menurut penglihatan pemimpin negara, ada persoalan-persoalan 
keagamaan. Sehingga disisipkan lah 'a'-nya untuk membedakan antara Pasal 156 
dengan 156a," katanya di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, 
Selasa (21/3).Pemerintah mengeluarkan PNPS karena KUHP tidak secara tegas 
mengatur hukum untuk tindakan penodaan agama. Walaupun sebenarnya sudah ada 
pasal-pasal yang membahas tindakan penodaan atau terkait kebencian terhadap 
suatu golongan."Ada sebenarnya pasal yang mengatur (hukuman untuk tindakan) 
penodaan agama, tetapi saya berpendapat, tidak diatur secara tegas, secara 
eksplisit. Sementara hukum pidana itu harus gramatikal, mengatur secara tegas," 
tegas Djisman.Dia menyampaikan alasannya memaparkan itu semua. Tujuannya agar 
jalannya sidang kasus dugaan penodaan agama berlaku adil. Djisman khawatir jika 
prosedur keliru dijalankan, maka jalannya persidangan akan ke arah sesat."Tidak 
ada hukuman tanpa kesalahan. Jika tidak, muncullah peradilan yang sesat," 
tutupnya.[noe]
  • ... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
    • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
    • ... 'Karma, I Nengah [PT. Altus Logistic Service Indonesia]' ineng...@chevron.com [GELORA45]
      • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
        • ... jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
          • ... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
    • ... 'Karma, I Nengah [PT. Altus Logistic Service Indonesia]' ineng...@chevron.com [GELORA45]

Kirim email ke