*Kalau presiden keliru atau kurang paham sesuatu hal, apakah harus diam dan
setuju?*


http://www.suara-islam.com/read/kolom/opini/23860/-Aneh-Menkeu-Kok-Melawan-Presiden


Aneh, Menkeu Kok Melawan Presiden!

12 Oktober 18:52 | Dilihat : 1854

[image: Aneh, Menkeu Kok Melawan Presiden!] Jokowi-Sri Mulyani [foto:
Harian Terbit]

Ada yang menarik dari perhelatan Indonesia Economic Quarterly, Closing The
Gap di Jakarta, Selasa (3/10) silam. Di acara tersebut Kepala Perwakilan
Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chavez  menyimpulkan pertumbuhan riil
konsumsi nonpemerintah di triwulan II-2017 yang 5% jadi penghambat
pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Terkait penilaian Bank Dunia itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
(SMI) mengatakan data hasil analisis yang disajikan Bank Dunia itu belum
jelas.  Mungkin perlu diteliti lebih jauh* consumption pattern*-nya, pola
konsumsi di rumah tangga.

Meski begitu dia juga minta saran konkret WB bagaimana menyelesaikan
permasalahan tersebut. Tapi, menurut dia, untuk memberi rekomendasi jalan
keluar, dibutuhkan analisis data yang lebih mendalam. Nah, persoalannya,
kata Sri, Bank Dunia belum bisa menyajikan itu.

Yang lebih menarik lagi, Menkeu juga minta WB menyajikan data-data dari
negara lain yang telah sukses menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
Indonesia saat ini. Dengan begitu Indonesia bisa belajar dari pengalaman
negara lain.

Menteri inkonsisten?

Bagaimana membaca pernyataan-pernyataan Sri tersebut? Agak membingungkan,
memang. Pertama, sepertinya dia meragukan hasil analisis tentang Bank Dunia
tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ini agak aneh. Bukankah dia pernah menjadi salah satu petinggi di lembaga
itu. Tidak tanggung-tanggung, jabatannya sebagai *managing director!*
Bagaimana mungkin dia meragukan analisis lembaga tempat dia bekerja? Apakah
ini hanyalah keseleo lidah, yang apa boleh buat, menjadi semacam
‘testimoni’ bahwa analisis Bank Dunia tidak mendalam? Dan, itu artinya
tidak kredibel?

Kedua, ini lebih aneh lagi. Kalau dia meragukan analisis WB, mengapa pula
pada kalimat berikutnya Sri justru minta Bank Dunia memberi rekomendasi
bagi Indonesia untuk keluar dari problem yang dihadapi? Bahkan perempuan
yang getol membuat utang dengan bunga supertinggi itu minta data-data
negara lain yang telah sukses dari problem serupa. Apakah Sri sedang
bingung?

Membandingkan berbagai kontradiksi pernyataan tadi, barangkali dengan
gampang kita bisa menyebut Menkeu inkonsisten. Tapi, saya membaca apa yang
terjadi pada perhelatan itu adalah sebuah peristiwa yang muncul dari ‘alam
bawah sadar’ Sri. Maksudnya begini. Di alam bawah sadarnya, bisa jadi
Menkeu mengakui analisis dan hasil kerja Bank Dunia tidak kredibel. Itulah
sebabnya banyak resep lembaga ini tidak membuahkan hasil seperti yang
diinginkan. Yang terjadi justru sebaliknya. Negara-negara yang menerapkan
resep Bank Dunia (juga IMF dan ADB) justru terperosok ke kubangan krisis
yang lebih dalam. Indonesia pernah menjadi korban. Yunani adalah contoh
teranyar.

Di sisi lain, pada bagian kedua menunjukkan kontradiksi dari seorang Sri.
Mazhab neolib yang dengan gigih diperjuangankannya menjadi tembok besar
yang mengungkung cakrawala berpikir dan kesadarannya. Ini ditunjukkan pada
pernyataannya yang minta resep perbaikan dari Bank Dunia agar Indonesia
bisa keluar dari ‘jebakan’ konsumsi privat yang *ajeg *di angka 5%.

Di satu sisi dia meragukan analisis Bank Dunia atas satu persoalan. Di sisi
lain, dia tetap minta saran dan bantuan dari lembaga yang diragukannya. Apa
yang sesungguhnya terjadi padamu, Sri?

Insubordinasi

Tapi, terlepas benar-tidaknya kemungkinan ‘keseleo lidah’ dan ‘testimoni’
tadi, satu hal yang pasti; bahwa Sri memang benar-benar pejuang neolib yang
tangguh. Fakta dan kenyataan bahwa Bank Dunia (juga IMF dan ADB) yang gagal
mendiagnosis dan meresepkan obat bagi banyak negara, toh tidak mampu
membuatnya ‘pindah ke lain hati’. Dia tetaplah seorang neolib sejati.

Sampai di sini sebenarnya ada persoalan yang sangat serius. Bagaimana
mungkin menteri bisa terus-terusan berseberangan bahkan berlawanan dengan
Presiden yang menjadi bosnya? Sri yang neolib telah melawan Presidennya.
Sri terus-menerus melakukan insubordinasi kepada atasannya.

Masih ingat pada pembukaan Konferensi Asia-Afrika, 22 April 2015 silam?
Saat itu, Jokowi mengkritik pandangan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya
dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB. Berikut ini saya kutipkan
beberapa bagian dari pidato Presiden tersebut:

“Saya berpendirian pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa diserahkan hanya
kepada tiga lembaga keuangan internasional itu. Kita wajib membangun sebuah
tatanan ekonomi dunia baru yang terbuka bagi kekuatan-kekuatan ekonomi
baru. Kita mendesak dilakukannya reformasi arsitektur keuangan global untuk
menghilangkan dominasi kelompok negara atas negara-negara lain.”

Pidato Jokowi itu langsung mendapat sambutan tepuk tangan meriah dari para
hadirin. Jangan lupa, KAA dihadiri 21 kepala negara dan kepala
pemerintahan. Mereka di antaranya Presiden China Xi Jinping, Perdana
Menteri Jepang Shinzo Abe, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong,
Presiden Kamboja Hun Sen, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, dan Raja Yordania
Abdullah II.

Seperti belum cukup, Jokowi kembali menegaskan sikapnya saat malamnya
menjamu delegasi KAA dalam acara gala dinner di Istana Merdeka, Jakarta.
Sekitar 42 kepala negara dan perwakilan negara hadir dalam acara yang
dimulai pukul 20.00 WIB itu. Malam itu, antara lain Presiden menyatakan:

“Ketidakadilan global terasa ketika sekelompok negara enggan mengakui
realita dunia yang sudah berubah. Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan
ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah
pandangan yang usang, yang perlu dibuang. Pengelolaan ekonomi dunia tidak
bisa diserahkan hanya kepada tiga lembaga keuangan internasional; Bank
Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Bank Pembangunan Asia.”

Sungguh sebuah pernyataan yang amat lugas. Sebuah gugatan yang
terang-benderang dari seorang Presiden terhadap dominasi trio simbol neolib
dunia. Maka sangat mengherankan, bagaimana mungkin Sri masih saja kopeg
alias keras kepala dengan neolibnya? Dan yang lebih mengherankan lagi,
bagaimana mungkin seorang neolib sejati semacam Sri bisa tetap bertahan
sebagai Menkeu di dalam kabinet yang menasbihkan diri pewaris serta
pengusung ideologi Tri Sakti Soekarno dan Nawacita. Aneh, benar-benar aneh!
(*)

Jakarta, 12 Oktober 2017


*Edy Mulyadi**Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies
(CEDeS)*
  • [GELORA45] Aneh, Menkeu Kok M... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]

Kirim email ke