Jika Khilafah Berdiri, Apakah Pancasila Tetap Ada?AIMAN WITJAKSONO
Kompas.com - 12/06/2017, 07:46 WIB
http://nasional.kompas.com/read/2017/06/12/07462921/jika.khilafah.berdiri.apakah.pancasila.tetap.ada.
Anggota Hizbut Tahrir Indonesia menolak penyelenggaraan kontes Miss World 
dengan berunjuk rasa di Kota Bandung, 4 September 2013. Indonesia menjadi tuan 
rumah kontes kecantikan dunia Miss World untuk pertama kalinya di Bali dan 
Bogor pada 1-14 September.(AFP PHOTO / TIMUR MATAHARI)
Mendadak khilafah. Mengapa saya katakan mendadak ? Padahal upaya-upaya ini, 
setidaknya di Indonesia, sudah ada sejak jaman pra-kemerdekaan?

Sejak kekhilafahan di Turki melalui kekaisaran Ottoman berakhir tahun 1924, 
gerakan memperjuangkan khilafah tak pernah surut di Indonesia.

Sebelum saya bercerita tentang hal ini, saya ingin sedikit menjelaskan apa itu 
khilafah. Khilafah adalah sistem pemerintahan yang wilayah kekuasaannya tidak 
terbatas pada satu negara, melainkan banyak negara di dunia, yang berada di 
bawah satu kepemimpinan dengan dasar hukumnya adalah syariat Islam.

Jadi bukan negara per negara, tapi kumpulan negara yang dijadikan satu 
kekuasaan, dalam satu pemerintahan, dengan satu kepemimpinan.

Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI)

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang sejak lebih dari 20 tahun lalu 
memperjuangkan khilafah di Indonesia, menyebut ada lebih dari 50 negara yang 
bisa dijadikan satu kepemimpinan di bawah bendera khilafah.

Hizbut Tahrir sendiri adalah gerakan yang sejak tahun 1953 didirikan oleh 
Taqiuddin Al-Nabhani, seorang akademisi di Mesir asal Palestina. Hizbut Tahrir 
bercita-cita mendirikan negara dengan kepemimpinan Islam yang membentang dari 
ufuk barat di Maroko, Afrika Utara hingga ufuk timur Filipina Selatan.

Di Indonesia pengikut gerakan ini diperkirakan mencapai 2 juta orang, sementara 
di dunia tersebut belasan hingga puluhan juta.

Setidaknya di Indonesia, survei SMRC pekan lalu menyebutkan, ada 9,2 persen 
lebih warga Indonesia yang menginginkan khilafah berdiri.

Jumlah 9,2 persen dari jumlah pemilih di Indonesia, berarti sekitar 20 juta 
dari 185 juta pemilih, sebagai sampel penelitian Saiful Mujani Research & 
Consulting (SMRC) di Indonesia setuju khilafah.

Memang bukan angka yang sedikit. Meski tak sedikit pula yang mendukung 
pemerintah untuk membubarkan HTI, yakni 78,4 persen. Artinya sekitar 140 juta 
lebih, warga pemilih di Indonesia.

Mencuatnya kembali isu khilafah

Lalu mengapa ide khilafah ini kembali mencuat beberapa waktu belakangan? 
Kapolri, Jenderal Tito Karnavian pernah menyebutkan di bulan November tahun 
lalu, ada indikasi pemanfaatan momentum bangkitnya pergerakan umat Islam yang 
dipicu kasus penodaan agama pada musim Pilkada DKI lalu.

Kasusnya telah diputus pengadilan dan dalam proses menunggu kekuatan hukum 
tetap, yang menghukum mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau 
Ahok selama 2 tahun penjara.

Kelompok HTI yang memang “gigih”memperjuangkan khilafah. Meski sudah ada sinyal 
pembubaran oleh pemerintah HTI tetap melancarkan aksi unjuk rasa. Terakhir 
mereka ambil bagian dalam Aksi Bela Ulama di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat 
lalu, yang dikenal dengan Aksi 96.

Sepatu dan ruangan yang menyita perhatian

Saya berkesempatan secara eksklusif masuk ke dalam kantor pusat HTI dan melihat 
satu persatu ruangan 5 lantai di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.



Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto, Senin 
(8/5/2017).(KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)Saya diterima oleh Juru Bicara HTI 
Ismail Yusanto. Saya masuki ruang demi ruang di kantor dan saya mendapatkan 
sejumlah kesan. 

Pertama, kantor itu sangat rapi. Nyaris tak tampak debu, bahkan di setiap 
bingkai papan yang ada di dinding.

Kesan yang lain, saya terkesima dengan rapinya penataan sepatu. Ini saya lihat 
di tempat penyimpanan sepatu sebelum menaiki lantai dua.

Belum lagi toiletnya, tak tercium sedikitpun bau tak sedap, malah sebaliknya, 
wangi dan selalu tersedia sandal bersih di dalam toilet.

Lalu saya katakan ke Ismail, Juru Bicara HTI, “luar biasa rapinya!”

Ismail pun berseloroh, “jika menata sepatu saja rapi, bagaimana dengan menata 
negara!”

Saya menimpali, “wah jadi benar nih, mau mendirikan negara?”

Ismail tertawa.

Tibalah saya masuk ke ruang kerja Ismail Yusanto. Di sana ada bendera putih 
bertuliskan kalimat Tauhid.

“Jadi inilah bendera HTI ?” saya bertanya.
“Bukan, ini adalah bendera perjuangan, HTI dan Hizbut Tahrir tidak memiliki 
bendera,” jelas Ismail.

Saya pun melihat ke pojok ruangan. Jika sebelumnya saya melihat bendera 
berkalimat Tauhid berwarna putih dengan tulisan hitam, kali ini terbalik, 
bendera hitam dengan tulisan putih.

“Apa perbedaan bendera putih dan hitam ini?” tanya saya.

“Jika putih adalah bendera pergerakan, maka bendera hitam adalah bendera 
perang,” jawab Ismail.

Sedikit tersenyum sambil terkejut, saya kembali bertanya, “jadi sekarang di 
Indonesia, gunakan bendera yang mana?”

Ismail tak menjawab. Ia hanya tertawa.

Jika Khilafah berdiri, apakah Pancasila tetap ada?

Saya kembali menelusuri ruangan demi ruangan di kantor DPP HTI Jakarta. 
Sampailah saya pada lantai 4 di bagian kantor ini.

Cukup terkejut saya. HTI memiliki ruangan studio layaknya ruangan studio 
televisi profesional yang dimiliki stasiun stasiun televisi swasta.

Di sinilah saya tanyakan untuk apa ruangan dan perlengkapan sebanyak itu, 
layaknya milik stasiun TV profesional.

Di ruangan ini pula saya berdialog dengan Ismail, soal ide khilafah dan 
kaitannya dengan Bangsa Indonesia.

Saya tanyakan, “apakah jika cita-cita HTI akan berdirinya khilafah, lalu 
menafikan Pancasila?”

Ismail tampak terkejut dengan pertanyaan saya.

Apa jawaban dari semua pertanyaan ini?

Simak wawancara saya di program AIMAN, termasuk ide pendirian khilafah lainnya 
dengan cara kekerasan, yang sama sekali tidak berhubungan dengan HTI, yakni Al 
Qaeda dan ISIS yang dilakukan dengan cara bom bunuh diri. Hizbut Tahrir 
Indonesia (HTI) menyatakan perjuangan khilafah dilakukan dengan diplomasi.

Saya juga mewawancarai mantan pengikut Al Qaeda.

Simak, EKSKLUSIF di KompasTV, Senin (12/6) pukul 20.00 wib.

Saya Aiman Witjaksono.

Salam.

Kirim email ke