Arsip Rahasia AS: Ide Membunuh Marsekal Kesayangan Sukarno 
Omar Dani. FOTO/Wikicommon 469 Shares     Reporter: Petrik Matanasi24 Oktober, 
2017 dibaca normal 2:30 menit 
https://tirto.id/arsip-rahasia-as-ide-membunuh-marsekal-kesayangan-sukarno-cyGU 
  
   -      
 Marsekal Omar Dani dianggap sebagai penghalang dan direncanakan harus mundur 
atau dibunuh 
Dalam arsip Jakarta Embassy Files tanggal 18 Oktober 1965, disebutkan adanya 
usul menghabisi Marsekal AURI andalan Sukarno. tirto.id -  Masa muda Raden Mas 
Sutarto akrab dengan kamera. Dia bukan hanya dikenal sebagai juru foto yang 
sekadar memotret, tetapi juga mahir memegang kamera untuk produksi film. 
Laki-laki berdarah priyayi Kesunanan Surakarta ini masih mengabdi di Departemen 
Penerangan Perjuangan Republik Indonesia pada 1965 yang berdarah itu.

Menurut Rosihan Anwar, dalam In Memoriam: Mengenang Yang Wafat (2002), dia juga 
meliput Rapat Raksasa IKADA 19 September 1945. Ia juga yang mengusulkan agar 
tanggal 19 September dijadikan sebagai Hari Film Nasional. 

Pada 1963, menurut Mimbar Penerangan (1963), salah satu jabatan yang diemban 
Sutarto adalah Pembantu Menteri Penerangan Urusan Audio-Visuil. Kala itu 
Menteri Penerangan sedang dijabat oleh Roeslan Abdulgani. 

 Sebagai pembantu atau asisten Menteri Penerangan Ruslan Abdulgani, nama 
Sutarto disebut dalam telegram diplomatik Duta Besar Amerika untuk Indonesia 
Marshall Green kepada Sekretaris Negara Amerika di Washington tanggal 18 
Oktober 1965. (RG 84, Entry P 339, Jakarta Embassy Files, Box 38 (Dummy Box), 
Folder 3). Dokumen ini terangkum dalam arsip yang disebut: Jakarta Embassy 
Files yang baru saja dibuka. 

Baca Juga: Arsip Rahasia AS Soeharto Tahu Pembantaian 1965

“Dokumen ini mencatat percakapan antara staf kedutaan dengan Surtarto, asisten 
khusus Roeslan Abdulgani,” simpul Sejarawan Brad Simpson, direktur Proyek 
Dokumentasi Indonesia dan Timor-Timur di Universitas Connecticut yang menjadi 
penyelia deklasifikasi arsip-arsip tersebut. 

Arsip-arsip itu mencatat berbagai aksi-aksi anti-PKI di berbagai daerah, dari 
Jawa, Medan, Sumatera Selatan, Makassar dan tentu saja Jawa Tengah. Sutarto 
dengan leluasa berbincang soal pemeriksaan Letnan Kolonel Untung (salah satu 
pemimpin G30S). 

 “Sutarto meyakinkan bahwa target penting tentara, juga Kelompok Islam 
anti-PKI, adalah Subandrio,” tulis Marshall Green dalam dokumen itu. Sutarto 
juga meyakinkan bahwa PKI dan simpatisannya harus dijatuhkan. 

“Kita mungkin harus mengumpulkan Aidit, Njoto dan Lukman di Lapangan Banteng 
untuk menunjukkan mereka kepada semua orang,” kata Sutarto seperti dikutip 
Green. 

Baca juga: Arsip Rahasia AS: Pembantaian di Bone pada 1965

Menurut Brad Simpson, Staf Kedutaan Amerika mencatat Angkatan Darat berencana 
mengadakan aksi di Kedutaan Republik Rakyat Tiongkok. Tidak lama kemudian, di 
bawah komando Soeharto, Indonesia memutuskan hubungan diplomatisnya. 

Bagi Sutarto, yang lahir pada 27 April 1914 di Solo ini, di tengah suasana 
kacau pada 1965 itu Soeharto adalah orang yang dapat diandalkan. Soeharto 
adalah orang kuat kala itu, setidaknya dia adalah Panglima Komando Cadangan 
Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Dalam kekacauan pasca G30S itu, selain 
Soeharto, orang lain yang dianggap kuat adalah Marsekal Madya Omar Dhani, 
Menteri Panglima Angkatan Udara (Menpangau). 

share infografik

Orang nomor satu di Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) ini, menurut Salim 
Said dalam Gestapu 65: PKI, AIDit, Soekarno dan Soeharto (2015), “Hanya ikut 
petunjuk Soekarno tanpa reserve […] contoh sempurna Sukarnois.” 

Waktu kemudian bergerak sangat cepat. Soekarno kemudian dianggap melindungi 
PKI. Sementara AURI di bawah Omar Dhani pendukung Sukarno. Omar Dhani dengan 
sendirinya lantas dianggap berbahaya dan musuh yang dianggap berpotensi 
menghalangi penumpasan PKI. 

Baca Juga: Arsip Rahasia AS Laporan Intel AU Soal Situasi di Solo 1965 

“Omar Dhani harus berhenti atau kita bunuh dia,” kata Sutarto. Empat perwira 
tinggi AURI lainnya — Sri Muljono, Surjadarma, Abdoerachamat dan satu orang 
lagi yang diketahui namanya — harus cabut juga. Kemungkinan nama yang tidak 
diketahui adalah Ignatius Dewanto, yang menjabat Direktur Intelijen AURI. 

Omar Dhani nyatanya tidak dibunuh. Sri Muljono Herlambang menggantikannnya. 

“Kira-kira bulan Agustus 1966, Omar Dhani mulai diperiksa Tim Pemeriksa Pusat 
(Taperpu),” catat buku Tuhan, pergunakanlah hati, pikiran dan tanganku: pledoi 
Omar Dani (2001). 

Ia dituduh telah mengadakan penerbangan rahasia untuk mengambil senjata dari 
RRT — yang dijanjikan Perdana Menteri Zhou En Lai. Meski dijanjikan 100.000 
pucuk, di pengadilan Omar Dani didakwa hanya mengambil 25.000 senapan jenis 
Tjung. 

Baca Juga: Tentang Pasokan Ribuan Senjata Dari Cina pada 1965 

Penahanan di Rumah Tahanan Militer pun harus dialami Omar Dhani. Pada 4 
November 1965, ia telah diberhentikan dengan hormat oleh Presiden. Tak hanya 
jabatan Menpangau — yang dijabatnya ketika usianya masih sangat muda (38 tahun) 
-- tapi juga kebebasannya. 

Pilot lulusan Taloa itu menjadi tahanan politik selama tiga dekade. Orang yang 
menjemputnya untuk masuk tahanan adalah kawan sekolahnya, Letnan Kolonel CPM 
Nicklany. 

Dia baru bebas pada 15 Agustus 1995. Omar Dhani sendiri tutup usia pada 2009. 
Sementara Sutarto, yang di kepalanya sempat terpikir untuk menghabisi Omar 
Dhani, menghabiskan hidupnya sebagai pensiunan Departemen Penerangan. Nama 
terakhir ini meninggal lebih dulu pada 2001. 

 Baca juga artikel terkait  SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya  
Petrik Matanasi  
(tirto.id - pet/zen) 
Keyword

Kirim email ke