Sekalipun pengetahuan ekonomi tidak memadai, tergelitik juga saya dengan pertanyaan ada-tidaknya "jalan tengah" / "jalan ketiga"
atau biasa disebut jalan alternatif itu. Sebab, bagi orang Indonesia pada umumnya, jalan tengah dalam hal apa pun sudah jadi semacam keniscayaan; 'pasti ada'; 'harus ada'. Bila perlu diadakan, tanpa harus dipaksakan apalagi mengada-ada. Ambil contoh, politik luarnegeri Indonesia, bebas-aktif, di tengah percekcokan Kiri-Kanan. Polugri itu kemudian diwujudkan ke dalam prinsip dan gerakan Non-Blok. Jadi, jalan tengah / jalan alternatif itu selalu harus ada. Tak ubahnya jalan / pintu darurat yang wajib disediakan di tempat umum. Nah, dengan menelusuri sejarah 2 kali Perang Dunia serta sejarah terbentuknya Gerakan Non Blok, kita segera tahu bahwa jalan tengah dalam tata ekonomi sudah pasti bukanlah neo-liberalisme. Memang, penganut neo-liberal (kaum kapitalis) terus berusaha menjadikan neo-lib sebagai jalan tengah, tetapi jelas mustahil karena neolib merupakan lanjutan dari liberalisme, hanya saja dalam skala global dan jauh lebih ganas. Berbeda dengan liberalisme yang berbagi wilayah dengan negara (kapitalis di wilayah pasar dan negara mengurusi wilayah sosial), neoliberalisme mengambil seluruh wilayah dan betul-betul menghabisi wibawa pemerintah. Sehingga para kapitalis bukan saja bebas melakukan ekspansi besar-besaran (dari mengasong cangsimen & peniti sambil punya toko kelontong, hotel, rumahsakit dll dengan cabang di mana-mana, hingga memutar industri finans dsb), tapi juga memberi keleluasaan pada kapitalis untuk memindahkan modalnya ke belahan bumi mana pun yang dianggapnya menguntungkan. Walhasil, gerak pemerintahan yang mengidap neolib pun dikendalikan "tangan tak terlihat" yang berkuasa mengatur supply & demand. Sementara itu, Rakyat cuma bisa senyum kecut melihat orang yang mengaku "pilihan Rakyat" kok kerjanya impor melulu, dari garam sampai buruh kasar. --- noroyono1963@... wrote: Didasarkan pada ingatan semata, ketika saya masih duduk di bangku SMA-B di awal tahun 60-an, guru kami dalam mata pelajaran Ekonomi (dengan terjemahan buku Ekonomi tulisan Drs Zwijndrecht sebagai rujukan) mengajarkan kepada kami bahwa pada garis besarnya terdapat dua sistem ekonomi di dunia ini: Sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi negara. Negara dengan sistem ekonomi liberal adalah negara dimana dinamika, perkembangan ekonomi ditentukan oleh oleh "tangan tak terlihat" (onzichtbare hand, invisible hand) para pelaku ekonomi dalam masyarakat. Pengaruh negara tehadap para pelaku ekonomi sangat terbatas, hampir-hampir mendekati nol. Adapun negara dengan sistem ekonomi negara adalah negara dimana dinamika, perkembangan ekonomi pada pokoknya diatur oleh negara. Peranan para pelaku ekonomi dalam kehidupan ekonomi di negara dengan sistem ini sangat dibatasi. Saya kira wajar jika kemudian timbul pertanyaan: Apakah tidak ada "jalan tengah", “jalan ke tiga”, diantara kedua sistem diatas? Dalam pada itu dengan segala kerendahan hati, kalau saya boleh bertanya (tanpa maksud untuk berdebat asal-asalan): Apakah sesungguhnya perbedaan antara sistem ekonomi "Neoliberalisme" dengan "Liberalisme" tanpa "neo"? Apakah yg sering disebut-sebut "Neoliberalisme" itu adalah "jalan tengah" yg saya sebut itu? Hendaklah dimalumi, kalaupun saya disini memakai istilah "tangan tak terlihat" tidaklah berarti bahwa saya pernah membaca sendiri tulisan Adam Smith “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation” (disingkat “The Wealth of Nations”). Selain saya bukan seorang ekonom, juga tidak ada kemampuan saya untuk mencerna buku semacam itu. Istilah "tangan tak terlihat" saya kutip dari berbagai tulisan berisi bahasan/penjelasan terkait buku Adam Smith tsb. Selamat Hari Minggu. Noroyono Op zaterdag 28 april 9:01 2018 schreef jetaimemucho1@... het volgende: Tak seharusnya kita mencampur-adukkan dua masalah yang berbeda. Semboyan itu tetap berlaku. Sebuah seruan untuk kaum buruh sedunia: dari buruh ke buruh. Sedangkan Perpres TKA adalah kebijakan sebuah pemerintah yang menjalankan neoliberalisme. Jelas yang ditentang buruh adalah kebijakan neoliberal pemerintah itu. On Saturday, April 28, 2018 5:23 AM, ilmesengero@... wrote: Bagaimna dengan semboyan : ”Kaum buruh sedunia, bersatulah!”? http://suara-islam.com/2018/04/22/perpres-tka-bukti-rezim-neolib/ http://suara-islam.com/2018/04/22/perpres-tka-bukti-rezim-neolib/ Perpres TKA Bukti Rezim Neolib Facebook http://www.facebook.com/sharer.php?u=http://suara-islam.com/2018/04/22/perpres-tka-bukti-rezim-neolib/ Twitter Google+ Cetak Ilustrasi: Demo buruh menolak TKA China. Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan presiden (PERPRES) nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing. Perpres ini dikeluarkan karena pemerintah menilai perlu mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi. Seperti dilansir dari laman Setkab.go.id http://setkab.go.id/, Kamis (5/4/2018), dalam Perpres ini disebutkan, penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dilakukan oleh pemberi kerja TKA dalam hubungan untuk jabatan tertentu yang dilakukan dalam waktu tertentu pula. Dengan adanya Perpres ini, diharapkan memperlancar investasi asing di Indonesia dengan menghapus syarat bahasa Indonesia bagi TKA, sehingga mempermudah TKA menjadi investor di Indonesia. Inilah ciri khas rezim neoliberalisme yang lebih mementingkan asing daripada rakyat sendiri. Sesungguhnya Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Jika pengeloaan SDA alam benar, maka sesungguhnya tidak perlu mengundang investor asing untuk mengeruk SDA Indonesia. Terlebih membiarkan para investor mendikte kemauan mereka kepada Indonesia. Ini sama saja menjadikan negeri Indonesia sebagai jajahan bagi negara-negara investor. Dalam pandangan Islam, Tenaga kerja merupakan suatu hal yang perlu ditata. Agar bisa dimanfaatkan secara optimal. Tidak ada pengangguran ataupun tenaga kerja yang bekerja di bidang yang bukan keahliannya. Dalam hal ini tanggung jawab menata urusan ketenagakerjaan ada di pundak pemerintah selaku penyelenggara negara. Oleh karena itu, tidak bisa tidak, neoliberalisme harus segera dicampakkan dan diganti dengan sistem yang berasal dari Allah Swt, yaitu sistem Islam. Maka, Indonesia akan tampil sebagai negara yang mandiri, pro rakyat dan bermartabat. Wallahu ‘alam bi ash shawab Darmayanti Ibu Peduli Negeri